Pages

Senin, 27 Februari 2012

biografi abu hurairah


Menurut pendapat mayoritas, nama beliau adalah 'Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Kunyah-nya Abu Hurairah (inilah yang masyhur) atau Abu Hir, karena memiliki seekor kucing kecil yang selalu diajaknya bermain-main pada siang hari atau saat menggembalakan kambing-kambing milik keluarga dan kerabatnya, dan beliau simpan di atas pohon pada malam harinya. Tersebut dalam Shahihul Bukhari, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memanggilnya, “Wahai, Abu Hir”.

Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.

Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Radhiyallahu 'anhu juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al Fadhl bin al Abbas, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al Ghifari, dan Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu 'anhum. Ada sekitar 800 ahli ilmu dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dan beliau Radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang paling utama di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Imam asy Syafi’i berkata,"Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masa sahabat).”
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu masuk Islam antara setelah perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu 'anhu datang ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah.[4]

Amr bin Ali al Fallas mengatakan, Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu datang ke Madinah pada tahun terjadinya perang Khaibar pada bulan Muharram tahun ke-7 H.

Humaid al Himyari berkata,"Aku menemani seorang sahabat yang pernah menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selama empat tahun sebagaimana halnya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.”

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo’akan ibu Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, agar Allah memberinya hidayah untuk masuk Islam, dan do’a tersebut dikabulkan. Beliau Radhiyallahu 'anhu wafat pada tahun 57 H menurut pendapat yang terkuat.
 
----------
Footnote:
1. Al Ishabah, 4/316-dst.

Abu Hurairah lahir pada tahun 21 sebelum Hijriyah. pada masa Jahiliyah, sebelum ia msuk Islam, namanya Abu Syamsi. ia Masuk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah, ketika perang Khaibar sedang berkecamuk. Abu hurairah langsung terjun ke dalam perang tersebut. setelah ia msuk Islam, Nabi SAW memberinya nama Abdurahman.
Abu Huraurah sangat menyenangi seekor kucing, sehingga sering kucing itu digendong, dirawat, diberi makan dan bagi kucing itu disediakan tempat khusus. maka beliau digelari pula dengan Abu Hurairah, yang artinya orang yang menyanyangi kucing. Nama lengkap Beliau adalah Abu Hurairah bin Shakhkhar. Ibunya adalah Maimunah, yang sempat masuk Islam sebelum wafatnya.

Abu Hurairah adalah seorang di antara Muhajirin yang miskin, Ia termasuk salah seorang Ahlush Shuffah, yaitu sahabat yang tinggal di Madinah. Beliau tidak punya rumah untuk tinggal, tidak punya tanah untuk bercocok tanam, tidak punya barang dagangan untuk dijual. walaupun demikian beliau tegar dalam menghadapi hudup dan sanggup menerima SAW seara baik bahkan beliau orang yang paling banyak menghafal dan meriwayatkan hadits-hadits.
Nabi SAW daripada sahabat-sahabat Nabi yang lain. Para Perawi hadits banyak meriwayatkan hadits dari beliau.
Iman Syafi’i pernah berkata: “Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak menghafal hadits bila dibandingi dengan perawi-perawi di masanya.”
Abu Hurairah adalah seorang ahli ibadah, begitu juga istri dan anaknya. Mereka semua biasa bangun pada malam hari secara bergiliran. Beliau bangun pada sepertiga malam kedua dan kemudian anaknay pada seprtiga malam terakhirnya.
Pada masa Khalifah Umar bin Khatab beliau pernah diangkat menjadi gubernur Bahrain. Beliau wafat pada tahun ke-59 Hijriyah dalam usia 78 tahun.
Wallahu A’lam
Biografi Singkat Abdulah Bin Mas’ud
Nama lengkapnya adalah Abdulah bin Mas’ud bin Ghafil bin Hamid al-Hadzaly, tetapi terkenal dengan Ibnu Mas’ud saja.
Beliau termasuk sahabat yang tertua dan utama orang keenam masuk Islam dan sangat dekat dengan Rasullulah SAW. Pada masa remaja beliau pernah bekerja sebagai pengembala kambing milik ‘Uqbah bin Mu’ith. Pada waktu itulah Nabi SAW. berkata kepadanya: “Engkau akan menjadi orang terpelajar.”
Beliau hidup miskin, tak punya harta benda, badanya kecil dan kurus, serta tidak berpangkat; kedudukan dan keduniannya jauh berada di bawah. Sebelum masuk Islam beliau sangat takut berjalan dihadapan pemimpin Quarisy. Tetapi setelah masuk Islam beliau sengaja tanpa rasa takut berjalan di hadapan pemuka-pemuka Quarisy Yang berada di samping Ka’bah, dan
Mengumandangkan wahyu Ilahi (ayat-ayat Al-Qur’an) di hadapan Mereka.
Kelebihan-kelebihan :
* Hafal Al-Qur’an 30 juz.
* Ahli mengenai arti dan makna Al-Qur’an.
* Luas Ilmunya tentang fiqh.
* Telah mendapat izin dari Rasulullah SAW untuk memasuki rumah beliau, siang ata upun malam.
* Kuat Ibadah dan penuh taqwa.
* Tidak suka memburu pangkat, mengejar kedudukan, serta memperbutkan kekuasaan dan kekayaanya.
* Merupakan orang pertama yang mengumandangkan ayat Al-Qur’an didepan masyarakat Mekkah.
Pada masa Khalifah Umar beliau diangkat menjadi Qadhi(hakim) dan ketua Bait Al-Maal(bagian perbendaharaan kaum muslimin) di kufah. banyak merwayatkan hadits dalam kitab hadits Bukhari dan Muslimin serta kitab-kitab lainya. Beliau wafat di Madinah pada tahun 32 H dan dimakamkan di pekuburan Baqi.
Demikian riwayat hidup Ibnu Mas’ud, seorang yang berperawakan kurus, kecil, anak miskin terlunta-lunta, (yang semula) tak punya pengaruh dan kedudukan. tapi Allah melebihkan beliau menjadikannya sahabat Nabi yang utama, sebagai as-Saabiquun al-Awwaliin (orang terdahulu beriman), dan penerima kabar gembira berupa jaminan surga yang penuh kenikmatan.
Wallahu A’lam


Abu Sa’id Al-Khudri adalah orang ke tujuh yang banyak meriwayatkan hadist dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Telah meriwayatkan 1.170 hadits. Orang orang pernah memintanya agar mengizinkan mereka menulis hadits hadits yang mereka dengar darinya. Ia menjawab “ Jangan sekali kali kalian menulisnya dan jangan kalian menjadikan sebagai bacaan, tetapi hapalkan sebagaimana aku menghapalnya”.
Abi Sa’id lebih dikenal dengan nama aslinya adalah Sa’ad bin Malik bin Sinan. Ayahnya Malik bin Sinan syahid dalam peperangan Uhud, Ia seorang Khudri nasabnya bersambung dengan Khudrah bin Auf al-Harits bin al-Khazraj yang terkenal dengan julukan “Abjar”.
Ketika perang Uhud pecah ayahnya (malik) membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan meminta agar anaknya diikutkan dalam peperangan. Pada waktu itu Jabir masih berusia 13 tahun, namun ayahnya menyanjung kekuatan tubuh anaknya:” Dia bertulang besar ya Rasulullah” tetapi, Rasulullah tetap menganggapnya masih kecil dan menyuruh membawanya pulang.
Abu Sa’id al-Khudri adalah salah seorang diantara para sahabat yang melakukan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mereka berikrar tidak akan tergoyahkan oleh cercaan orang dalam memperjuangkan agama Allah Subhanahu wa ta’ala, mereka tergabung dalam kelompok Abu Dzarr al-Ghifari, Sahl bin Sa’ad, Ubaidah bin ash Shamit dan Muhammad bin Muslimah.
Abu Sa’id al-Khudri bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dalam perang Bani Musthaliq, perang Khandaq dan perang perang sesudahnya, secara keseluruhan ia mengikuti 12 kali peperangan.
Riwayatnya dari para sahabat lain banyak sekali namun sumber yang paling terkenal adalah bapaknya sendiri Malik bin Sinan, saudaranya seibu Qatadah bin an-Nu’man, Abu Bakan, Umar, Utsman, Ali, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Salam.
Sedangkan orang orang yang meriwayatkan hadits darinya adalah anaknya sendiri Aburahman, istrinya Zainab bin Ka’ab bin Ajrad, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abu Thufail, Nafi’ dan Ikramah.
Abu sa’id membawa putranya Abdurahman ke tanah pemakaman Baqi, dan berpesan agar ia nanti dimakamkan di bagian jauh dari tempat itu. Katanya: “ Wahai anakku, apabila aku meninggal dunia kelak, kuburkanlah aku disana, Jangan engkau buat tenda untuk, jangan engkau mengiringi Jenazahku dengan membawa api, Jangan engkau tangisi aku dengan meratap-ratap, dan jangan memberitahukan seorangpun tentang diriku”.
Kemudian ia beliau wafat pada tahun 74 H



Rabu, 15 Februari 2012

rujuk dan talak


RUJUK SESUDAH TALAK

Talak itu ada 2 macam yaitu talak ba’in dan talak raj’i. Demikian juga dengan hukum rujuk, oleh karena itu dalam bab ini ada 2 pembahasan. Pertama hukum rujuk pada talak raj’i dan kedua hukum rujuk pada talak ba’in.
1)      Hukum rujuk pada talak raj’i.
Umat muslim sependapat bahwa suami mempunyai hak untuk merujuk mantan isteri pada talak raj’i. Selama masa iddah tanpa mempertimbangkan ijin atau persetujuan isteri. Talak raj’i terjadi dengan syarat isteri sudah pernah digauli. Fuqoha bersepakat rujuk dapat terjadi dengan adanya perkataan ( qaul ) dan saksi.
Fuqoha berbeda pendapat tentang : Apakah saksi merupakan syarat sah rujuk atau tidak ? dan apakah rujuk sah dengan bersetubuh ?
a)      Saksi dalam rujuk
-          Menurut Imam Malik bahwa saksi itu sunah.
-          Menurut Imam Syafi’i bahwa saksi itu wajib.
b)      Cara merujuk dan bolehkan merujuk dengan persetubuhan.
-          Menurut Imam Syafi’i rujuk hanya dapat terjadi dengan perkataan ( qaul ) hal ini disamakan dengan perkawinan yang harus ada persaksian didalamnya dan persaksian hanya tidak dapat terjadi kecuali dengan perkataan.
-          Ada pendapat yang menyatakan rujuk dapat terjadi dengan persetubuhan dan dalam hal ini ada dua pendapat.
-          Menurut Imam Malik rujuk dengan persetubuhan dianggap sah bila hal ini disertai dengan niat.
-          Menurut Abu Hanifah rujuk dengan persetubuhan dianggap sah ketika disertai niat atau tanpa niat.
c)      Fuqoha berbeda pendapat tentang batas-batas kebolehan suami melihat isteri yang ditalak raj’i selama dalam masa iddah.
-          Menurut Imam Malik, suami tidak boleh berduaan dengan isteri ditempat sepi, tidak boleh masuk kekamarnya kecuali atas izin suaminya, tidak boleh melihat rambutnya, tetapi dia membolehkan suami dan isteri makan bersama ditempat ramai.
-          Menurut Abu Hanifah, isteri boleh berhias untuk suaminya, memakai wewangian, menampakkan jari-jemari dan pakai celak. Pendapat ini juga dikemukakan Tsauri, Abu Yusuf dan Auza’i, dan mereka berpendapat suami tidak boleh masuk ke kamar isteri kecuali isteri mengetahuinya baik dengan perkataan, gerakan seperti mendehem atau suara sandal.
d)     Perbedaan pendapat juga terjadi dalam hal suami yang menolak isterinya dengan talak raj’i sedang dia tidak ditempat ( pergi ). Kemudian dia merujuk lagi namun berita yang sampai pada isteri adalah talak sedang rujuknya tidak sampai. Setelah habis masa iddah isteri menikah dengan laki-laki lain.
-          Menurut Imam Malik, laki-laki yang mengawini itu lebih berhak baik sudah disetubuhi atau belum disetubuhi. Demikian juga Auza’i dan Laits.
-          Menurut Imam Syafi’i, Abu Hanifah, ulama Kufah dan lainnya. Suaminya yang telah merujuknya itu yang berhak baik yang kedua sudah mensetubuhi atau belum. Demikian juga Abu Daud dan Abu Tsur.

2)      Hukum rujuk dalam talak ba’in.
a.        Talak ba’in selain terjadi karena talak tiga juga talak yang dijatuhkan pada perempuan yang belum disetubuhi. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat, dan juga disebabkan karena khuluk, disini ada perbedaan pendapat. Apakah talak juga jatuh bila tanpa adanya iwadl ? ini juga terjadi perbedaan pendapat.
Hukum rujuk dalam talak ba’in itu sama dengan hukum awal nikah baik syarat-syaratnya, maskawin, wali atau keridhaan ( izin ). Menurut jumhur rujuk ini tanpa memperhatikan apakah iddah selesai atau belum sebagian kecil ulama ada yang mengatakan bahwa perempuan yang minta khuluk itu tidak bisa dinikahi lagi oleh suaminya pada masa iddah atau selain masa iddah.
Adapun wanita yang ditalak tiga menurut ulama tidak boleh dirujuk lagi oleh suami seleum dia bersetubuh ( dengan suami kedua ). Menurut Sa’id bin Musib dia boleh rujuk dengan akad yang baru.
Yang menyebabkan isteri halal dinikahi lagi :
-          Menurut para fuqoha, cukup dengan bertemunya dua alat kelamin.
-          Menurut Hasan Bisri, harus dengan setubuh dan sampai keluar sperma.
-          Menurut Imam Malik dan Ibnul Qosim, isteri zimmi tidak halal bagi orang Islam bila disetubuhi orang zimmi.
-          Menurut Imam Syafi’i, Abu Hanifah, Tsauri, Auza’i, setiap persetubuhan menyebabkan kehalalan.
b.        Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah pernikahan yang dilakukan oleh orang kedua untuk menghalalkan rujuknya suami pertama.
-          Menurut Imam Malik, nikah muhallil itu batal atau rusak dan harus difasakh sebelum maupun sesudah bersetubuh dan tidak berakibat halalnya isteri bagi suami pertama.
-          Menurut Imam Syafi’i dan Abu Hanifah, nikah muhallil dibolehkan dan tetap sah.
-          Menurut Abu Daud dan sekelompok fuqoha berpendapat nikah muhallil menyebabkan kehalalan isteri bagi suami pertama.
-          Menurut Abi Laila, Tsauri, lain nikah muhallil boleh namun tidak menyebabkan isteri halal bagi suami pertama.
Perbedaan pendapat terjadi dalam hal ketika isteri ditalak dua atau satu kemudian kawin lagi dan suami pertama merujuknya apakah bilangan talak satu dan duanya gugur atau rusak.
-          Menurut Abu Hanifah hal tersebut menggugurkan.
-          Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i tidak menggugurkan.


















IDDAH DAN MUT’AH


Iddah
Untuk pembahasan iddah dibagi menjadi dua pembahasan : iddah isteri-isteri ( yang ditalak ), iddah karena kematian.
1.      Iddah isteri-isteri ( yang ditalak ) ada dua bahasan :
  1. Lamanya waktu iddah.
-          Bagi perempuan yang ditalak oleh suaminya sedangkan dia sama sekali belum digauli, maka ulama berijma tidak ada iddah baginya.
-          Perempuan yang ditalak atau cerai dengan suaminya, sedangkan dia masih mempunayi atau bisa haid, iddahnya adalah tiga quru’.
-          Perempuan yang ditalak atau cerai dengan suaminya, sedangkan dia dalam keadaan hamil, iddahnya adalah sampai dia melahirkan.
-          Perempuan yang ditalak atau cerai dengan suaminya, sedangkan dia sudah memasuki masa menopouse ( berhenti haid ) iddahnya tiga bulan terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqoha tentang makna quru’.
-          Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, mayoritas fuqoha Madinah, Abu Tsaur, dan segolongan fuqoha, dan dari shohabat Ibnu Umar, Zaid bin Tsabir, Aisyah, bahwa quru’ itu adanya suci.
-          Menurut Abu Hanifah, Tsauri, Auza’i, Ibnu Abi Laila, dan segolongan fuqoha dari sahabat Ali, Umar bin Khattab, Ibnu Mas’ud, Abu Musa bahwa quru’ adalah haid.
Perbedaan kedua pendapat diatas, bagi yang berpendapat quru’ adalah masa suci maka bila isteri yang ditalak memasuki haid yang ketiga suami sudah tidak dapat merujuk lagi. Sedang bagi yang berpendapat quru’ adalah haid, maka suami tidak dapat merujuk lagi setelah selesai haid ketiga.
Bagi yang pendapat quru’ itu suci maka iddah selesai ketika isteri masuk dalam masa haid ketiga, sedang bagi yang berpendapat quru’ itu haid ada beberapa pendapat tentang berakhirnya iddah.
-          Menurut Auza’i, iddah berakhir dengan berhentinya darah haid ketiga.
-          Menurut Umar, Ibnu Mas’ud, Tsauri, Ishaq bin Ubaid, Iddah berakhir ketika isteri mandi dari haid yang ketiga.
-          Ada yang mengatakan iddah berakhir sampai isteri melewati waktu shalat ketika dua sudah suci.
-          Ada yang mengatakan suami masih dapat merujuk isteri meski isteri lalai mandi, sampai dua puluh tahun pendapat ini diriwayatkan syara’ik.
-          Ada yang menyatakan iddah berakhir manakala isteri memasuki haid yang ketiga.
Sedang untuk suci yang sudah tidak mengalami haid sedangkan dia masih berada pada usia haid maka :
-          Menurut Imam Malik, ia harus menunggu sembilan bulan, jika tidak hamil maka ia menjalani iddah selama tiga bulan.
-          Menurut Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan jumhur fuqoha maka perempuan itu harus menunggu hingga masa usia berhenti haid ( menopouse ).

Mengenai wanita yang terkena istihadhoh :
-          Menurut Imam Malik iddahnya satu tahun.
-          Menurut Abu Hanifah, iddahny aadalah bilangan haid.
-          Menurut Imam Syafi’i, iddahnya berdasar pada pembedaan darah. Darah merah tua adalah haid, darah kuning adalah hari-hari suci.
Mengenai perempuan / isteri yang tidak merdeka ( hamba ) :
-          Bila masih haid :
a.       Menurut jumhur iddahnya dua kali haid.
b.      Menurut fuqoha zahiri, ibnu sina, iddahnya tidak kali haid.
-          Bila sudah tidak usia haid :
a.       Menurut Imam Malik dan kebanyakan fuqoha Madinah iddahnya tiga bulan.
b.      Menurut Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan Abu Tsur, iddahnya satu setengah bulan.

  1. Hak-hak isteri selama masa iddah
Para fuqoha sependapat bagi perempuan yang ditalak raj’i berhak atas nafkah dan tempat tinggal, begitu pula yang hamil. Sedangkan untuk isteri yang ditalak tiga dan tidak hamil ada tiga pendapat :
-          Menurut fuqoha taufah, isteri berhak tempat tinggal dan nafkah.
-          Menurut Ahmad, Daud, Abu Tsaur, Ishaq, isteri tidak berhak nafkah dan tempat tinggal.
-          Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i, hanya dapat tempat tinggal, nafkah tidak.
2.      Iddah karena ditinggal mati.
Kaum muslim sepakat bahwa iddah isteri yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulank sepuluh hari, dan mereka berbeda pendapat tentang suami yang hamil, hamba atau tudak, jika tidak haid dalam empat bulan sepuluh hari tersebut bagaimana hukumnya ?
-          Menurut Imam Malik, isteri tersebut menjalani iddah hamil.
-          Menurut riwayat Ibnu Qosim dari Imam Malik bila iddah kematian telah berlaku, sedang tidak ada tanda kehamilan maka ia boleh kawin lagi demikian juga pendapat Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Tsauri.

Untuk iddah isteri yang ditinggal mati dalam keadaan hamil :
-          Menurut Jumhur iddahnya adalah sampai melahirkan.
-          Menurut Imam Malik iddahnya adalah masa yang paling akhir dari dua iddah ( iddah hamil dan iddah ditinggal mati ).
Iddah bagi perempuan hamba sahaya :
-          Jika berstatus isteri jumhur berpendapat iddahnya separuh dari perempuan merdeka.
-          Menurut fuqoha zhohiri iddahnya sama dengan perempuan merdeka.
-          Sedang jika berstatus Umu Walad menurut Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad Al-Laits, Abu Tsaur iddahnya satu kali haid.
-          Jika Umu walat tersebut sudah tidak haid menurut Imam Malik iddahnya tiga bulan.
-          Menurut Abu Hanifah, Tsauri iddahnya tigak kali haid.
-          Segolongan fuqoha berpendapat iddahnya empat bulan sepuluh hari.

Mut’ah

Menurut jumhur dalam perceraian mut’ah tidaklah diwajibkan. Menurut Ahli Dhohir wajib, menurut Imam Malik, mut’ah itu sunnah. Menurut Abu Hanifah, mut’ah itu wajib bagi isteri yang belum digauli sedang mas kawin belum ditentukan. Menurut Imam Syafi’i, mut’ah wajib manakala inisiatif cerai dari suami kecuali maskawinnya belum ditentukan atau belum digauli.
Jumhur berpendapat perempuan yang dikhuluk tidak mendapat mut’ah, karena kedudukannya sebagai pihak yang memberi. Menurut fuqoha zahiri boleh meneirma dan boleh memberi.

thaharah



A.    Pengertian, Hakekat dan Fungsi Thaharah

Ø  Pengertian Thaharah
Secara bahasa thaharah berarti kebersihan. Sedangkan secara istilah thaharah adalah suci dari hadats atau najis, dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’.1)
Ø  Hakekat Thaharah
Yaitu membersihkan diri kita dari najis yang bersifat lahiri dan batini, yang berarti membersihkan jiwa dan raga dari hadats dan najis yang bersifat ruh dan kotoran yang bersifat jasmani.
Ø  Fungsi Thaharah
1.      Membersihkan jasmani dan rohani
Membersihkan jasmani terutama ketika kita berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan kebersihan rohani cenderung pada hubungan kita dengan Allah.

B.     Kaifiyah dan Sarana Thaharah
Ø  Kaifiyah ( tata cara ) thaharah yang diajarkan
Dalam Islam ada 3, yaitu wudhu, mandi dan tayamum.
Wudhu digunakan untuk menghilangkan hadats kecil. Dan apabila tidak ada air maka bisa menggunakan tayamum. Sedangkan apabila berhadats besar maka cara mensucikannya yaitu dengan mandi janabah.
Ø  Sarana Thaharah
Sarana utama yang digunakan untuk bersuci adalah air.
1.      Air yang suci serta mensucikan ( air mutlak )2) artinya air yang masih mulrni ( air hujan ), air sungai, air laut, air sumur, mata air, air embun dan air salju. Akan tetapi, apabila air tersebut kemasukan najis, kemudian berubah ( warna, rasa dan baunya ) menjadi najis hukumnya.
2.      Air banyak, yaitu air yang sampai dua qullah atau lebih, bila kemasukan najis dan sifatnya ( warna, rasa dan bau ) tidak berubah, tetap suci hukumnya.

C.    Hubungan Thaharah Dengan Kebersihan, Kesehatan dan Keindahan Lingkungan
Pada dasarnya Allah itu cinta kepada keindahan sebagaimana tersebut dalam firmannya :


“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
Thaharah itu menghilangkan kotoran-kotoran yang ada pada diri kita dan lingkungan. Sehingga dengan thaharah kita jauh dari segala kotoran yang memungkinkan dapat menimbulkan penyakit. Dengan demikian kesehatan kita dapat terjaga, kebersihan diri dan lingkungan mampu menciptakan suasana yang nyaman, enak dipandang sehingga menciptakan suatu keindahan.

WUDHU

Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedang menurut syara’ artinya membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadtas kecil.
Orang yang hendak melaksanakan shalat, wajib lebih dahulu berwudhu, karena wudhu menjadi syarat sahnya shalat.
Fardhu wudhu ada 6, yaitu :
1.      Niat, ketika membasuh muka
2.      Membasuh wajah
3.      Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4.      Mengusap sebagian rambut kepala
5.      Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
6.      Tertib
Sunnah wudhu :3)
1.      Membaca basmalah
2.      Membasuh kedua telapak tangan sebelum dimasukkan ke tempat wudhu
3.      Siwak
4.      Berkumur
5.      Istinsyak
6.      Menyapu seluruh kepala dengan air
7.      Menyapu kedua telinga luar dan dalam
8.      Menyela-nyela rambut jenggot yang tebal
9.      Menyela-nyela jari tangan dan kaki
10.     Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
11.     Menigakalikan membasuh
12.     Berurutan
13.     Berdo’a setelah wudhu
Yang membatalkan wudhu ada 5, yaitu :
1.      Keluarnya sesuatu dari qubul dan dubur
2.      Tidur
3.      Hilang akal sebab mabuk, gila atau mengigau
4.      Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dengan tidak memakai tutup.
5.      Tersentuh kemaluan dengan tapak tangan.

MANDI

Cara menghilangkan hadats besar dengan mandi wajib, yaitu membasuh seluruh tubuh mulai dari puncak kepala hingga ujung kaki. Sebab-sebab yang mewajibkan mandi :
1.      Bertemunya dua khitan ( bersetubuh )
2.      Keluar mani
3.      Mati, dan matinya itu bukan mati syahid4)
4.      Karena wiladah
5.      Karena selesai haid
Fardhu mandi ada 3, yaitu :
1.      Niat berbareng dengan mula-mula membasuh tubuh
2.      Menghilangkan najis dari badan
3.      Meratakan air ke seluruh rambut dan kulit
Sunnat mandi :
1.      Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh badan.
2.      Membaca basmalah pada permulaan mandi.
3.      Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan bagian kanan daripada kiri.
4.      Membasuh badan sampai tiga kali.
5.      Membaca do’a sebagaimana membaca do’a sesudah berwudhu.
6.      Mendahulukan mengambil air wudhu, yakni sebelum mandi disunnatkan berwudhu lebih dahulu.
Yang diharamkan atas orang-orang yang junub :
1.      Sholat
2.      Thawaf
3.      Menyentuh mushaf dan membawanya
4.      Membaca Al-Qur'an
5.      Berdiam diri di masjid

TAYAMUM

Tayamum ialah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci sebagai pengganti wudhu atau mandi.
Fardhu tayamum ada 5, yaitu :
1.      Niat
2.      Memindahkan debu ke anggota badan yang diusap
3.      Mengusap wajah
4.      Mengusap kedua tangan sampai siku-siku
5.      Tertib
Sunat tayamum :
1.      Membaca basmalah
2.      Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
3.      Menipiskan debu
Yang membatalkan tayamum :
1.      Segala yang membatalkan wudhu.
2.      Melihat air sebelum sholat, kecuali yang bertayamum karena sakit
3.      Murtad






SIMPULAN


Dari uraian yang telah kami paparkan, kita dapat mengambil beberapa simpulan mengenai masalah thaharah. Diantaranya yaitu segala amal ibadah yang kita lakukan tidak akan sah dihadapan Allah SWT jika tidak didahului dengan thaharah ( bersuci ).
Simpulan lainnya yaitu bahwa air adalah alat thaharah yang paling utama. Jika kita tidak menemukan air, maka kita dapat menggunakan debu untuk melakukan tayamum.
Jika kita membiasakan diri untuk selalu melakukan thaharah baik pada tubuh kita maupun lingkungan sekitar, maka kita akan hidup lebih sehat karena terhindar dari segala penyakit. Selain itu lingkungan kita akan menjadi lebih bersih, sehingga akan terwujud lingkungan yang indah untuk dipandang oleh mata.










DAFTAR  PUSTAKA


1.      As’ad. Aliy, Terjemah Fat-Hul Mu’in, Jilid I, Kudus : Menara Kudus, 1980.
2.      Asy-Syafi'i, Mabadiul Fiqhiyyah, Juz 2, Surabaya : Syarikat Binakul Indah,      1276 H.
3.      Hasbi Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad, Kuliah Ibadah, Cet. I, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
4.      Rifa’i Mohammad, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang : CV. Toha Putra, 1976.


1) Hasbi Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad, Kuliah Ibadah, Cet. I, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2000, hal. 101.
2) Rifa’i Mohammad, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang : CV. Toha Putra, 1976, hal. 13.
3) Asy-Syafi'i, Mabadiul Fiqhiyyah, Juz 2, Surabaya : Syarikat Binakul Indah, 1276 H, hal. 9.
4) Ibid, hal. 23.

biografi mulla shandra



PEMBAHASAN

A.    Biografi Mulla Shadra

Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Ibrahim Shadr Al-Din                 Al-Syirazi. Dia dilahirkan di Syiraz pada tahun 979 M / 1572 H. Ayahnya adalah seorang pegawai tinggi pada pemerintahan setempat.4)
Mulla Shadra adalah murid pertama dari Syaikh Al-Bahai dan kemudian murid dari Mir Damad, pendiri Mazhab filsafat Islam Isfahan. Dibawah asuhan keduanya Shadra memiliki keunggulan ilmu di bidang filsafat, tafsir, hadits dan gnosis ( irfan ).5)
Dalam sebuah autobiografinya disebutkan, bahwa selama empat belas tahun beliau berdiam di Kahak, sebuah desa di sekitar Qum, untuk melakukan uzlah, akibat dituduh sebagai seorang yang murtad oleh para seterunya.                Ia meninggal di Basra pada tahun 1050 / 1640 ketika kembali dari perjalanan hajinya yang ketujuh dengan jalan kaki ke Mekkah.6)
Para sejarahwan membagi hayat Shadra ke dalam tiga periode : periode pertama, dia menempuh pendidikan formalnya di bahwa asuhan guru-guru terbaik pada zaman itu. Di bahwa asuhan Baha’ Al-Din Al-Amali ( w. 1622 ) ia menerima pendidikan dalam tradisi Syi’ah. Selanjutnya, dia mempelajari              ilmu-ilmu filsafat di bawah asuhan Mir Damad. Dan setelah menempuh pendidikan formalnya, Shadra terpaksa meninggalkan Isfahan, karena kritik sengit terhadapnya dari kaum syiah dogmatis.
Periode kedua, dia menarik diri dari khalayak ramai dan menjalani uzlah disebuha desa kecil dekat Qum. Selama periode ini, pengetahuan yang pernah diperolehnya mengalami kristalisasi yang semakin utuh dan kreatifitasnya menemukan tempat penyalurannya.
Dalam periode ketiga, dia kembali sebagai pengajar di Syiraz dan menolak tawaran untuk mengajar dan menduduki jabatan resmi di Isfahan. Semua karya pentingnya dihasilkan dalam periode ini.7)

B.     Karya-Karya Mulla Shadra
Karya-karya Mulla Shadra ada yang berupa komentar-komentar, diantaranya ada komentar terhadap Hikmah Al-Isyraqi Al-Suhrawardi,                  Al-Hidayah Fil Hikmah Atsir Al-Din Al-Abhari dan terdapat bagian dari Al-Shifa’ Ibnu Sina.8)
Disamping itu ia juga menulis beberapa karya yang orisinal. Diantaranya yang sampai kepada kita adalah :
1)      Penciptaan dalam waktu ( huduts )
2)      Tentang kebangkitan ( Al-Hasyr )
3)      Tentang pemberian wujud kepada esensi
4)      Tentang takdir dan kehendak bebas
5)      Al-Masyair
6)      Kasr Ashnam Al-Jahiliyyah
7)      Al-Hikmah Al-Mutalliyah
Mulla Shadra menyusun sekitar lima puluh buku dan diantara                  karya-karyanya itu kitab Hikmah Al-Mutaalliyah adalah yang sangat monumental. Kitab ini juga disebut Al-Asfar Al-Arbaah. Karya ini barang kali dapat digambarkan sebagai Summa Philosophiae Al-Syirazi karena ia merupakan dasar dari semua risalah pendeknya sendiri dan juga risalah pemikiran                 pasca – Evecennian pada umumnnya.9)





C.    Filsafat Mulla Shadra
1.      Kesejatian Wujud
Masalah kesejatian wujud merupakan induk filsafat Mulla Shadra dan akar yang darinya tumbuh berbagai cabang dan ranting.
Menurut Mulla Shadra dalam mengamati segala sesuatu benak manusia menangkap dua makna ( konsep ); yang pertama adalah esensi dan yang kedua adalah wujudnya. Esensi merupakan rekaan benak manusia belaka. Sedangkan sisi yang memberikan efek dan membentuk bangunan alam semesta adalah sisi wujud, bukan sisi esensi. Kesimpulannya, wujud adalah asal-usul realitas tunggal yang mencakup segala sesuatu.10)
2.      Wacana Gerak
Ditangan Mulla Shadra, wacana gerak mengalami perubahan yang signifikan, suatu perubahan yang tidak pernah terjadi sebelumnya dan belum pernah tertandingi baik di Barat maupun di Timur.
Bertolak dari kesejatian wujud, Mulla Shadra membuktikan bahwa segenap alam dan semua benda senantiasa dalam fluktuasi yang konstan                ( gerakan yang terus-menerus ). Dan gerakan suatu benda tidak terbatas pada aksiden-aksiden dan keadaan-keadaan luarnya tetapi juga meliputi substansinya. Semua substansi dan benda terus berubah sedemikian rupa, sehingga segala sesuatu sebenarnya tidak lain merupakan pergerakan dan perubahan kemenjadian dan peralihan itu sendiri.11)
Jika para pemikir terdahulu menyatakan bahwa benda terbagai menjadi yang menetap dan yang merubah ; filsafat Mulla Shadra menyatakan kemustahilan adanya sifat tetap dan stabil pada benda. Sementara pemikir terdahulu menjadikan jisim ( benda ) menjadi dasar pembagian ; filsafat Mulla Shadra menjadikan wujud sebagai dasar pembagian, dengan menyatakan. Menurutnya, wujud terbagi pada yang bersifat menetap dan berada di luar wilayah fisik, sedangkan wujud yang bergerak identik dengan keseluruhan alam fisik.12)
3.      Asal-Usul Materi, Bentuk dan Evolusi
Selain Mulla Shadra, tidak ada yang sanggup memberikan gambaran yang cermat tentang evolusi ; bahkan kalangan yang menyangka bahwa manusia merupakan perkembangan lanjutan dari satu spesies binatang, sebenarnya tidak memberikan gambaran yang benar tentang evolusi, karena perkembangan semacam itu tidak bisa kita sebut sebagai penyempurnaan yang sesungguhnya. Dalam gambaran itu, perbedaan antara manusia dan binatang sama saja dengan perbedaan antara pesawat jenis lama dan pesawat jenis baru.13)
Dengan mengikuti prinsip gerak substansial, gambaran evolusi alam dan manusia mendapatkan pijakan yang kukuh, perubahan evolusioner tidak hanya terjadi pada tatanan aksiden dan bentuk luarnya suatu benda, tetapi juga terjadi pada tatanan substansial dan zatnya.14)
4.      Kemanunggalan Tubuhn dan Jiwa
Masalah ini termasuk topik yang memunculkan perbedaan pandangan yang ekstrim. Ada yang berpandangan bahwa manusia tidak lebih dari sosok tubuh yang tidak berjiwa, ada pula yang meyakini sebaliknya ( kesejatian jiwa ).
Salah satu teori yang terkenal dalam masalah ini adalah teori dualisme yang berpendapat bahwa ruh dan tubuh mempunyai substansi yang berbeda. Dalam teori ini terdapat pula perbedaan. Menurut Plato, jiwa terwujud sebelum tubuh dan jiwa baru bergabung dengan tubuh setelah tubuh mengemuka. Sedangkan Aristoteles dan Ibnu Sina berpendapat bahwa ruh dan tubuh tercipta secara serentak dan terwujud dalam waktu yang sama.15)
Bertolak bekalang dengan gagasan termaktub, filsafat Mulla Shadra berhasil memecahkan masalah ini dengan tuntas. Mulla Shadra menegaskan bahwa tubuh akan berubah menjadi ruh dalam proses penyempurnaannya. Dengan demikian ruh bukanlah barang yang dikandung oleh tubuh pada masa hidupnya dan menghilang pada waktu matinya. Dari sinilah Mulla Shadra menyimpulkan tiadanya dikotomi yang menyebabkan kita terjebak pada pemikiran dualistik. Ia merumuskan sebuah kaidah Al-Nafs Jismaniyyah              Al-Huduts Ruhaniyyah Al-Baqa ( Jiwa bermula secara material dan kekal secara spiritual ).
5.      Gagasan Tentang Universal
Konsep atau gagasan universal dapat didefinisikan secara sederhana sebagai konsep yang bisa diterapkan pada lebih dari satu objek individual. Sebaliknya konsep partikular ialah konsep atau gagasan yang hanya bisa diterapkan untuk satu objek individual.
Mulla Shadra membeberkan adanya beberapa tahapan perkembangan di dalam daya khayal, daya nalar, daya indra dan tahapan-tahapan perkembangan lainnya. Tiap-tiap tahapan melahirkan konsep universalnya masing-masing, misalnya objek fisik merupakan kesan partikular yang terekam dalam sensorium dan kesan partikular ini muncul sebagai sosok yang berbeda pada daya khayal kita.
Gagasan universal tidak terjadi di dalam daya khayal kita, tetapi             di dalam rasio yang berperan memungut kesan ( inderawi ) yang sudah mengendap di dalam daya khayal. Medan perwujudan nasional manusia sangatlah luas sehingga dapat mencakup gagasan universal dan partikular. Dalam medan itulah kesan partikular bisa meningkat menjadi universal.16)
6.      Kemanunggalan objek dan subjek akal
Persoalan ini merupakan salah satu wacana yang muncul dalam filsafat Mulla Shadra. Di abad modern, Immanuel Kant ( 1729 – 1804 M ) juga membahas pokok soal yang sama. Walaupun dengan tujuan yang berbeda. Intinya, ketika seseorang mengindra suatu objek, apakah objek pengindraan berbeda atau bagian darinya ?. Dengan perkataan lain apakah objek pengetahuan itu identik dengan wujud manusia ?.
Salah satu dasar pemikiran Islam ialah bahwa manusia identik dengan pikiran-pikiran yang terdapat dalam lubuk hatinya. Jika engkau berpikir tentang mineral, engkaulah ilmu itu ; jika engkau menuntut ilmu, engkaulah ilmu itu ; dan jiwa engkau mencari kehormatan, engkaulah kehormatan itu. Para penyair memang acap bersajak seperti itu, akan tetapi satu-satunya filsafat yang turun ke lapangan untuk membuktikan klaim-klaim itu tiada lain dan tiada bukan adalah filsafat Mulla Shadra.17)


BAB  IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pada uraian-uraian diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Filsafat Mulla Shadra adalah karya orisinal. Ia tidak terjebak oleh pemikiran pendahulunya.
2.      Kebenaran sejati menurut Mulla Shadra adalah filsafat yang dipertalikan dengan kebenaran wahyu.
3.      Nama lengkap Mulla Shadra adalah Muhammad Ibn Ibrahim Al-Syirazi.                  Ia adalah murid dari Mir Damad dan Syaikh Al-Baha’i.
4.      Shadra menyusun sekitar lima puluh buku, dan yang paling monumental            adalah Asfar Al-Anbaah.
5.      Ada beberapa isu yang diangkat dalam filsafat Mulla Shadra dan yang           terpenting adalah masalah kesejatian wujud.
6.      Tubuh akan berubah menjadi ruh dalam proses penyempurnaannya.                 Ruh bukanlah barang asing yang dikandung oleh tubuh.







DAFTAR  PUSTAKA


Fatimah, Irma ( editor ), Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis, Prospektif, Yogyakarta : LESFI, 1992.
Muthahari, Murtadha, Filsafat Hikmah : Pengantar Pemikiran Shadra, Bandung : Mizan, 2002.
Nasr, Sayyid Hassein, Intelektual Islam : Teologi, Filsafat dan Gnosis, Yogyakarta : CIIS Press, 1995.
Smith, Huston, Ensiklopedi Islam Ringkas, Jakarta : Raja Grafindo, 1999.


1) Irma Fatimah ( editor ), Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis, Prospektif, ( Yogyakarta : LESFI, 1992 ), hlm. 97.
2) Murtadha Muthahari, Filsafat Hikmah : Pengantar Pemikiran Shadra, ( Bandung : Mizan, 2002 ), hlm. 73.
3) Ibid.
4) Huston Smith, Ensiklopedi Islam Ringkas, ( Jakarta : Raja Grafindo, 1999 ), hlm. 206.
5) Murtadha Muthahari, Op.Cit, hlm. 13.
6) Ibid.
7) Ibid, hlm. 14.
8) Irma Fatimah (ed. ), Op.Cit, hlm. 96.
9) Sayyid Hassein Nasr, Intelektual Islam : Teologi, Filsafat dan Gnosis, ( Yogyakarta : CIIS Press, 1995 ), hlm. 82
10) Muthahari, Op.Cit, hlm. 102.
11) Ibid, hlm. 104.
12) Ibid.
13) Ibid, hlm. 107.
14) Ibid.
15) Ibid, hlm. 108.
16) Ibid.
17) Ibid. hlm. 112.

Followers