BAB I
PENDAHULUAN
Al- Farabi adalah seorang ahli filsafat yang memiliki kecerdasan yang tinggi. Dan Al- Farabi selalu berpindah-pindah dari satu tempat selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan ilmu yamg dia miliki yang diantaranya ia menguasai banyak bahasa dunia, filsafat, statistic dan banyak lagi ilmu-ilmu yang didapatnya.
Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang Biografi Al-Farabi, karya-karya yang dihasilkan, guru-guru dan murid-murid Al-Farabi, keadaan sosial politik pada luasnya dan tentunya tentang pemikiran Al-Farabi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. BIOGRAFI AL-FARABI
Nama lengkap Al-Farabi adalah Abu Nashr Ibnu Audagh ibn Thorhan Al-Farabi. Sebenarnya nama Al-Farabi diambil dari nama kota Farabi, tempat ia dilahirkan didesa Wasit dalam kota Farabi pada tahun 257 H ( 870 M ). Untuk memulai karirnya dalam pengetahuan, ia hijrah dari negerinya ke kota Baqdad, pusat ilmu pengetahuan pada waktu itu, disana ia belajar pada Abu Bishr Matta Ibn Yunus ( penterjemah ) dan tinggal di Baqdad selama 20 tahun. Kemudian ia dipindah ke Aleppo dan tinggal diistana Saif Al-Daulah memusatkan perhatian pada ilmu pengetahuan dan filsafat. Istana Saif Al-Daulah adalah tempat pertemuan ahli-ahli pengetahuan dan filsafat di waktu itu. Dalam umur 80 tahun Al-Farabi wafat di Aleppo pada tahun 950 M
Al-Farabi selalu berpindah tempat tinggal dari waktu ke waktu. Dimasa kecilnya ia dikenal rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab, bahasa Turki, dan bahasa Persi di kota kelahirannya, Farab. Setelah besar, Al-Farabi pindah ke Baghdad dan tunggal di sana sekitar 20 tahun lamanya. Di sini ia memperdalam filsafat, logika matematika, etika, ilmu politik dan lain sebagainya. Dari Baghdad Al-Farabi pindah ke Harran (Iran). Di sana ia belajar filsafat Yunani kepada beberapa orang ahli, di antaranya Yuhana dan Hailan. Tak lama kemudian meninggalkan Harran dan kembali ke Baghdad.
Selama di Bagdad ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan menulis. Al-Farabi mengarang buku tentang logika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, ilmu politik, musik dan lain-lain. Tetapi kebanyakan karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang dalam peredaran dan diperkirakan tersisa sekitar 30 buah.
Di bidang filsafat Al-Farabi tergolong didalam kelompok filsafat kemanusiaan. Ia lebih mementingkan soal-soal kemanusiaan seperti akhlak (etika) terhadap intelektual politik dan seni. Dan menurut Prof. Gilson menyatakan bahwa ia amat mencintai tokoh filsafat ( Plato dan Aristoteles). Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan aliran Syiah Imamiah. Dalam soal mantiq dan filsafat fisika umpamanya, ia pengikut pemikiran-pemikiran Aristoteles. Sedangkan dalam lapangan metafisika Al- Farabi mengikuti jejak Plotinus.
Al-Farabi dapat juga dipandang sebagai pelopor klasifikasi ilmu pengetahuan. Ia membuat klasifikasi ilmu ke dalam tujuh bagian, yaitu : Logika, Percakapan (Ilmu Al Lisan), Matematika, Fisika, Metafisika, Politik dan ilmu agama.
Abu Nasfir ahli pula dalam bidang ilmu musik dialah yang meletakan dasar-dasar pertama ilmu fisik dalam sejarah. Karenanya ia diberi gelar “Guru Pertama” dalam ilmu musik. Musik telah dikenal semenjak zaman phytagoras telah membuet ikhtisarnya menjadi beberapa bagian harmoni. Al Farobi berusaha menyempurnakan ilmu musik & menerangkan di mana kekurangan-kekurangan phytagoras.
2. GURU & MURID AL FARABI
Dalam perjalanan Al Farabi, ia berguru pada banyak ilmuwan, seperti :
Ø Yuhana Ibnu Hailan, ini adalah guru Al Farabi ketika berada di Harran, Iran. Al Farabi belajar filsafat Yunani kepada gurunya tersebut.
Ø Abu Bisfir Matta Ibn Yunnus, kepadanya Al Farbi juga belajar tentang filsafat.
Ø Abu Ibn Saroj, kepadanya Al Farabi belajar bahasa, sehingga dikatakan bahwa Al Farabi menguasai 70 bahasa dunia.
Murid-murid Al Farabi, antara lain :
o Yahya Ibnu A’di
o Ibrahim
o Yang terkenal adalah Ar Razi. (Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya Al Razi) atau ibarat biasa dikenal dengan Rhazes. Lahir di Ray dekat Teheran (1 Sya’ban 251 H / 805 M). Ar Razi adalah seorang rasionalis murni yang memiliki pemikiran tentang logika, metafisika. Dengan doktrinnya 5 yang kekal, yaitu : Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama, Ruang Absolut dan Zaman Absolut.
3. SITUASI SOSIAL POLITIK PADA MASANYA
Kehidupan Al-Farabi dapat dibagi menjadi 2 periode yang pertama dari sejak lahir sampai ia berusia lima puluh tahun. Dengan informasi yang tidak memadai ini, kita dapat mengetahui keluarganya, masa kanak-kanaknya, masa remajanya. Telah diyakini bahwa ia lahir sebagai seorang turki, ayahnya seorang jendral, dan ia sendiri bekerja sebagai hakim untuk beberapa lama Al Farabi tinggal di Bagdad pada masa zaman kholifah Abbasiyyah “Al Muktadir (950).
Pada awal abad ke 3 H / ke 9 M di Farab berlangsung gerakan kebudayaan dan pemikiran yang meluas bersama dengan pengenalan Islam dan pada saat itu terkenal pula seorang ahli bahasa Al Jauhari, yang telah menulis buku “Al Shiha”, salah seorang yang sezaman dengan Al Farabi.
Pendidikan dasarnya ialah keagamaan da bahasa, ia mempelajari fiqh, hadist, dan tafsir Al-Qur'an. Ia mempelajari bahasa arab, Turki, dan Persia. Ia tidak mengabaikan manfaat yang dapat diperoleh dari studi-studi rasional yang berlangsung pada hidupnya, seperti matematika dan filsafat. Meskipun tampaknya ia tidak berpaling keduanya sampai kemudian. Dan tidak ketika ia demikian tertarik dengan studi rasional, ia tidak puas dengan apa yang diperolehnya di kota kelahirannya, terdorong oleh keinginan intelektualnya itu maka ia meninggalkan rumahnya dan mengembara menuntut ilmu pengetahuan.
Periode kedua kehidupan Al Farabi adalah periode usia tua dan kematangan penuh. Bagdad sebagai pusat belajar yang termuka pada abad ke 4 H / 10 M, mirip tempat yang pertama yang dikunjunginya, disana ia berjumpa dengan sarjana dari berbagai bidang diantaranya para filosof dan penerjemah. Ia tertarik untuk mempelajari logika, dan diantara ahli-ahli logika terkenal dari Bagdad yaitu Abu Bisyr Matta Ibn Yunnus, yang dipandang orang sebagi ahli logika paling terkemuka pada zamannya. Untuk beberapa lama Al Farabi belajar logika kepadanya. Ia mengungguli gurunya dan karena pencapaiannya yang gemilang di bidang ini, ia memperoleh sebutan ”guru kedua”.
Al Farabi bermukim selam dua puluh tahun di Bagdad dan kemudian tertarik oleh pusat kebudayaan lain di Aleppo. Disana tempat-tempat orang brilian dan para sarjana, istana saif al daulah, berkumpul para penyair, ahli bahasa, filosof dan sarjana kenamaan lainnya. Meski ada simpati kuat keakraban dari istana tersebut, namun tidak ada rasa prasangka di dalam orang-orang Persia, Turki dan Arab berdiskusi dan berdebat, sepakat adalah berbeda pendapat tanpa mencari keuntungan pribadi dalam menutut ilmu pengetahuan. Di istana tersebut Al Farabi tinggal, dan merupakan orang pertama dan terkemuka, sebagai sarjana dan pencari kebenaran, kehidupan yang gemerlap dan megah di istana itu tidak mempengaruhinya dan dalam pakaian suki ia membebani dirinya dengan tugas berat seorang sarjana dan pengajar. Ia menulis buku-buku artikel-artikel dalan suasana gemercikan air sungai dan di bawah dedaunan pepohonan yang rindang.
Kecuali beberapa perjalanan singkatnya ke luar negeri Al Farabi bermukim di Syiria hingga wafat pada tahun 339 H / 950 M. Ibnu Usaibi’ah menyebutkan bahwa Al Farbi mengunjungi mesir menjelang akhir hayatnya. Hal ini mungkin karena Mesir dan Syiria mempunyai hubungan yang kuat di sepanjang rentangan sejarah yang cukup panjang dan kehidupan kebudayaan Mesir pada masa Thuntunniyah Iktisyidiyyah mempunyai pesona. Tetapi tersiarnya kabar terbunuhnya Al Farabi oleh beberapa perampok dalam perjalanannya antara Damaskus Asgalan sebagaimana dikutip Al Baihqi adalah rekaan belaka. Al Farabi mencapai posisi yang sangat terpuji di istana Saif Al Daulah, sampai-sampai sang raja bersama sang pengikut dekatnya mengantarkanya jenazahnya kepemakamannya sebagai perhormatan atas kematian seorang sarjana terkemuka.
4. KARYA-KARYA AL FARABI
1. Agrad Al Kitab Ma Ba’da Al Tabi’ah (intisari buku metafisika).
2. Al Jam’u Ba’na Ra’yai Al Hakimaini (mempertemukan dua pendapat filsuf plato dan aristoteles).
3. ’Uyun Al Masa’il (pokok-pokok persoalan)
4. (pikiran-pikiran pendidikan kota)
5. Ihsa Al Ulmu (statistik ilmu)
6. Al Madmatul Fadsilah (negeri utama)
7. Risalah Assiyassiyah
8. Assammarotul Mardliyayah
9. Al Majau
Dalam bidang fisika :
1. On Vacum
2. Againt Astrology
Dalam bidang metafisika :
1. About The Scope Of Aristoles Metaphysizs
2. On The One (fild wahid & wahda)
5. PEMIKIRAN AL FARABI
Berangkat dari metode paripatetik atau perjalanan ilmiah (orang yang suka berkeliling), maka AL Farabi menggunakan teori analitic generatif yaitu menguraikan sesuatu yang bersifat umum.
Untuk menjadi seorang yang punya nama di mata dunia tentulah tidak membalikan telapak tangan. Ia harus memnepuh perjalanan panjang. Dan harus dalam perjalan hidupnya, Al Farabi mempunyai pemikiran tentang pendidikan, yaitu :
Dalam buku ”Risalah Fisiyah” mangatakan :
1. Anak Membawa Sifat Baik Dan Buruk.
Maka perlu diperhatikan faktor pembawaan dan tabiat anak-anak sebelum pendidikan. Anak-anak berbeda pembawaanya satu sama lain. Oleh karena itu apa yang diajarkan harus disesuaikan dengan perbedaan pembawaan dan kemampuan itu. Karena diantara anak-anak yang berwatak buruk itu akan dipergunakan untuk tujuan perbuatan-perbuatan buruk, maka seharusnya pendidikan membawa mereka ke dalam pembinaan. Pemberian pelajaran yang mungkin dipergunakannya untuk tujuan yang buruk, hendaknya dicegah secepat mungkin dengan pendidikan akhlaq.
2. Melakukan Pembinaan Diri (Tafakur)
Pembinaan diri pribadi ke arah jalan yang terbaik yaitu agar mengadukan kal ihwal kepada pejabat-pejabat pemerintah dari mereka baiklangsung disaksikannya adalah tidak langsung dari apa yang didengarkannya dan lalu dia memperhatikan sungguh-sungguh menganilis semua yang diketahuinya itu diklasifikasikan antara kebaikan dan keburukannya. Antara yang manfaat dan mudharot terhadap mereka sesudah itu hendaklah ia berijtihad sungguh-sungguh untuk mengambil mana kebaikannya. Untuk memperolehnya hendaklah ia bersungguh-sungguh pula menghadiri mana yang buruk, agar dia aman dari kemadhoratannya dan selamat dari mala petaka sebagaimana bangsa itu selamat. dari kenyataan di atas dapat dipahami pendapat Al Farabi bahwa kriteria kebaikan dapat diangkat dari sejarah pengalaman manusia.
3. Anak Berbeda Dalam Pemahaman / Kecerdasan
Dari banyak anak di dunia, ada pula anak yang lemah kecerdasannya, yang sulit untuk dikembangkan kepada anak golongan ini diberikan mata pelajaran yang sesuai dengan kondisi mereka. Namun banyak pula dari anak-anak itu yang mempunyai akahlak luhur, pribadi yang baik. Kepada mereka itu haruslah diberikan pendidikan dan pengajaran sebanyak-banyaknya sesuai dengan bakat pembawaan mereka.
4. Kekuatan Jiwa Manusia
Al Farabi membagi kekuatan-kekuatan jiwa ke dalam beberapa bagian, yaitu :
a) Kekuatan gizi (Quwwatul ghariyah)
Dengan kekuatan ini manusia menghisab makanan (gizi)
b) Kekuatan indrawi (Quwwatul Hassah)
Kekuatan indrawi timbul setelah kekuatan gizi. Dengan kekuatan indrawi manusia sanggup mengindra. Kekuatan pengindraan mempunyai sentral dan cabang-cabang yang disebut panca indra. Otak sebagai sentral yang bertugas menghimpun seluruh apa yang ditangkap, pancaindra seutuhnya.
c) Kekuatan imajinasi (mutakhayyilah)
Berfungsi menyimpan dan memelihara segala yang diterima alat-alat indrawi
d) Kekuatan nathiqoh
Dengan daya ini seseorang dapat berpikir tentang hal-hal yang abstrak, membentuk pengertian-pengertian atau dengan kata lain dapat membuat keputusan yang mantap.
BAB III
PENUTUP
Dari pemikiran Al-Farabi tersebut kita dapat mengambil pelajaran tentang :
1. Mengajar hendaknya dengan melihat kemampuan anaknya.
2. Guru menyajikan kepada peserta didik tentang sesuatu yaitu penempatan setiap anak pada tempat yang wajar.
3. Guru memilih mata pelajaran yang dapat diterima.
4. Guru berbicara dengan peserta didik sesuai dengan akalnya, dengan daya yang dimengerti dan bahasa yang serasi.
5. Tujuan utama adalah pembentukan moral yang tinggi.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa jika kita menyelesaikan pendidikan dengan minat dan instink anak yang berbeda, anak itu akan menjadi orang dewasa yang menguasai disiplin, pengetahuan dan kebudayaan yang diperlukan dalam hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Busyairi Madjid, H. Drs., Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, Yogyakarta : Al-Amin Press, 1997.
Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997
Harun Nasution, Dr. Prof, Filsafat dan Mistsisme Dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1973.
MM. Syarif, MA, Para Filosof Muslim, Bandung : Mizan, 1998.
Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT. Ichtiar Baru, 1993.
0 komentar:
Posting Komentar