Pages

Rabu, 15 Februari 2012

biografi muhammad bakhit al-muti'i


BIOGRAFI MUHAMMAD BAKHIT Al-MUTI’I

1.      Biografi Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Muhammad Bakhit Al-Muti’i seorang Mutfi Mesir lahir pada tahun 1271 H / 1856 M. Di daerah Al-Muti’, keturunan Bakhit bin Husein. Muhammad Bakhit Al-Muti’i berasal dari keluarga terpelajar yang mendermakan hidupnya dalam pendidikan agama. Pada usia empat tahun ayahnya memasukkan dia ke sekolah.
Setelah hafal Al-Qur'an sang ayah mengantarkannya ke Al-Azhabr. Untuk keperluan itu ayah membelikan untuknya sebuah rumah di jalan Mihjar, dekat Qal’ih. Sampai sekarang rumah itu masih ada. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1281 H.
Pada tahun 1297 M, pemerintah menunjuk Muhammad Bakhit Al-Muti’i sebagai Ketua Pengadilan di Kabupaten Qalyubi. Satu tahun kemudian ia pindah sebagai hakim di Kabupaten Al-Minya.
Disana Muhammad Bakhit Al-Muti’i terlibat dalam revolusi Arab dan divonis hukuman mati, namun Al-Mahdi segera mengeluarkan keputusan pembebasannya.
Sejak saat itu dari tahun ke tahun Muhammad Bakhit Al-Muti’i berpindah-pindah tempat, antara lain :
a.       Pada tahun 1300 Muhammad Bakhit Al-Muti’i pindah ke Port Sa’id
b.      Pada tahun 1304 diangkat sebagai Ketua Pengadilan di Fayyum.
c.       Pada tahun 1309 Muhammad Bakhit Al-Muti’i pindah sebagai Ketua Pengadilan di Kabupaten Assiyut.
d.      Pada tahun 1310 Muhammad Bakhit Al-Muti’i menjabat sebagai Direktur Peneliti Hukum Islam.
e.       Pada tahun 1311 Muhammad Bakhit Al-Muti’i ditunjuk sebagai Ketua Pengadilan di Iskandariyah dan sebagai Ketua Majelis Syar’i.
f.       Pada tahun 1315 Muhammad Bakhit Al-Muti’i ditunjuk sebagai Anggota Mahkamah Agung Mesir dan Ketua Majelis Syar’i.
Peristiwa ini terjadi setelah pembentukan Mahkamah Agung baru pada than 1897 M. Disusun kemudian sebagai Wakil Hakim Agung Mesir, Syeikh Abdullah Jamaluddin.
g.      Akhir tahun 1905 Muhammad Bakhit Al-Muti’i dipensiunkan.
Beliau dipensiunkan karena sikapnya yang kuat untuk mengeluarkan Undang-Undang Pengawasan Badan Wakaf dan memberlakukannya ke semua Badan Wakaf di mana saja. Sikap ini menimbulkan gejolak cukup besar dan memunculkan polemik yang sengit di dua surat kabar Mesir Al-Muayyad dan Al-Liwa’ untuk waktu yang cukup lama antara Syeikh Ali Yusuf dan Mustafa Pasya Kamil.
h.      Di penghujung tahun 1907 M, Muhammad Bakhit Al-Muti’i ditunjuk lagi sebagai Ketua Mahkamah Agung Syar’i Iskandariyah dengan segala hak-hak istimewanya sebagaimana yang diterimanya sebelum dipensiunkan.
i.        Pada permulaan tahun 1912 M, kepadanya diberikan jabatan Mufti, menggantikan Nasib Affandi, merangkap sebagai Kepala Lembaga Kajian Syara’.
j.        Dan pada tanggal 21 Desember 1914 M, Muhammad Bakhit Al-Muti’i ditunjuk sebagai Dewan Fatwa Mesir.
Itulah beberapa perjalanan panjang Muhammad Bakhit Al-Muti’i selama hayatnya.
Muhammad Bakhit Al-Muti’i meninggal dunia pada bulan Oktober 1935 M dimakamkan di Qarafah Al-Mujawirin yang kemduian pada tahun 1944 dipindahkan ke Masjid Al-Faruq Al-Awwal.

2.      Guru-Guru Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Di Al-Azhar Muhammad Bakhit Al-Muti’i banyak menimba ilmu dari para ulama besar, diantaranya :
a.       Syeikh Al-Darastani
b.      Syeikh Abd Al-Ghani Al-Halwani
c.       Syeikh Abdurrahman Al-Bahrawi
d.      Syeikh Damanhuri
e.       Syeikh Al-Abbasi Al-Mahdi, dan
f.       Syekh Abdurrahman Al-Syarbini
Dalam bidang filsafat Muhammad Bakhit Al-Muti’i berguru pada :
  1. Syeikh Hasan Al-Tanwil
  2. Sayid Jamaluddin Al-Afghani.
Tahun 1292 M, Muhammad Bakhit Al-Muti’i berhasil lulus sebagai sarjana dengan yudicium cumlaude. Atas prestasinya itu Muhammad Bakhit Al-Muti’i memperoleh hadiah.
Meskipun sesudah itu Muhammad Bakhit Al-Muti’i menjadi dosen universitas Al-Azhar, akan tetapi minatnya untuk belajar tidak pernah putus. Ia masih terus belajar. Kini perhatiannya diarahkan pada ilmu-ilmu filsafat, tasawuf, falak ( astronomi ) dan secara khusus ilmu fiqh berikut usulnya, tauhid, tafsir, dan mantiq. Walaupun dia bermadzhab Hanafi, namun dia tidak pernah membatasi diri dengan kitab-kitab madzhabnya.
Muhammad Bakhit Al-Muti’i juga mengkoleksi buku-buku lain yang ada diluar Al-Azhar. Bahkan ia tidak segan-segan mencari buku-buku di luar Mesir, seperti Syam ( Syiria ), India, Konstantinopel ( Turki ) dan Berlin, terutama tulisan-tulian yang masih dalam bentuk manuskrip.
Maka tak heran bila perpustakaannya dipenuhi dengan kitab-kitab bermutu yang jarang dimiliki orang. Setelah Muhammad Bakhit Al-Muti’i meninggal dunia, seluruh buku yang ada di perpustakaannya dihadiahkan kepada universitas Al-Azhar dengan tempat khusus, petugas khusus dan diberi nama dengan namanya.
Semua karyanya tidak diperkenankan dicetak ulang kecuali mendapat izin dari anak-anaknya.

3.      Murid-Murid Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Banyak diantara murid-murid Muhammad Bakhit Al-Muti’i yang kemudian menjadi ulama besar dan tokoh-tokoh terhormat. Diantara mereka adalah para Syeikh Al-Azhar seperti :

a.       Syeikh Al-Zawahiri
b.      Syeikh Al-Maraghi
c.       Syeikh Muhammad Ma’mun Al-Syanawi
Sebagian muridnya yang lain ada yang menjabat sebagai Mufti, seperti :
  1. Syeikh Abdul Majid Salim
  2. Syeikh Husein Mahluf
  3. Syeikh Ahmad Husein
Murid-muridnya yang kemudian menjadi Qadi yang setara dengannya begitu banyak, hampir bisa dikatakan bahwa semua ulama disana adalah mereka yang pernah menimba ilmu darinya.
Diantara teman-teman seangkatannya juga banyak yang menjadi muridnya. Inilah ciri Al-Azhar, teman yang datang kemudian mengambil ilmu dari teman yang lebih senior.

4.      Karya-Karya Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Karya tulisan Muhammad Bakhit Al-Muti’i antara lain :
a.       Al-Badr Al-Sati
b.      Pengantar kitab Jam Al-Jawami ( Usul Fiqh )
c.       Ahsan Al-Kalam fi ma Yata ‘allaq bi al Sunnah wa Al-Bid’ah fi al Ata’am
d.      Al-Durrah Al-Bahiyyah
e.       Hasyiyah ala Syarh Al-Kharidah ( Al-Dardiri )
f.       Irsyad Al-Ummah ila Ahkami Ahl Al-Zimmah
g.      Husn Al-Bayan fi ma Warada min Al-Syubhat ala Al-Qur'an
h.      Al-Qaulu Al-Jami fi Al-Talaq Al-Bid’i wa Al-Mutatabi’
i.        Al-Fuugraf wa Al-Sikurtah ( risalatani )
j.        Izalah Al-Wahm wa Al-Isytibah ala risalah Al-Funugharafi wa al0Sikuratah.
Sejumlah karya lainnya adalah sebagai berikut :
  1. Al-Kalimat Al-Hisan fi al Ahruf Al-Sab’ah wa Jami’i Al-Qur'an.
  2. Al-Qaul Al-Mufid fi Al-Tawhid
  3. Ahsan Al-Qura
  4. Al-Ajwibah Al-Misriyah fi Al-As’ilah Al-tunisiyah
  5. Tathir Al-Fuad
  6. Hil Al-Rumz an Ma’mi Al-Ghaz
  7. Irsyad Ahli Al-Millah ila Isbat Al-Ahillah
  8. Nihayah Al-Sulfi Ilm Al-Usul
  9. Irsyad Al-Qari
  10. Hujjah Al-Allah ala Khaliqatih
  11. Tanbih Al-Uqul Al-Insaniyyah.
Fatwa-fatwanya begitu banyak melebihi apa yang sempta terbukukan. Pembukuan yang pernah dilakukan hanya sebatas apa yang bisa ditulis.

5.      Setting Sosial Politik Pada Masa Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Muhammad Bakhit Al-Muti’i hidup sekitar abad XII H. Kemajuan dibidang keilmuan dan keagamaan negara-negara Islam, abad ini tidaklah lebih baik dari abad XI.
Berbagai gejolak sosial politik dan stagnasi dalam dunia ilmu pengetahuan masih terus berlangsung di seluruh wilayah Islam. Mesir sendiri masih berada di bawah kekuasaan Dinasti Usmaniyah yang memang tidak memberikan perhatikan yang serius terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.
Minat mereka yang kuat adalah mengumpulkan kekayaan dan mengeruk sumber-sumber daya alam. Tidaklah mengherankan jika taklid masih terus populer. Tidak seorangpun ulama pada abad ini yang berusaha melakukan ijtihad.
Buku-buku ushul fiqh yang dihasilkan juga masih tetap dalam bentuk Mukhtasar ( ringkasan ), Syarh ( ulasan ) atau Ta’liqat ( catatan-catatan ) atas buku-buku yang sudah dicetak maupun yang masih dalam bentuk manuskrip.
Pada Abad XIII dan Abad XIV H, Mesir diliputi oleh kekacauan politik dan guncangan-guncangan sosial yang hebat disebabkan masuknya pasukan Perancis ke sana serta upaya-upaya mereka mengusir bangsa Mesir.
Pada saat demikian negeri-negeri Islam memasuki babak baru di bawah kepemimpinan Ali Pasya yang memerintah pada tahun 1220 H sampai 1264 H. Keadaan masih juga belum stabil. Penguasa muslim ini masih terus disibukkan oleh berbagai peprangan. Meskipun demikian ada sedikit kemajuan yang terlibat dalam bidang-bidang yang lain, khususnya ilmu pengetahuan.
Akhir abad XIII muncul Sayyid Jamal Al-Din Al-Afhani dan muridnya Muhammad ‘Abduh. Kedua orang ini berupaya keras untuk membuka pintu ijtihad. Akan tetapi kebijakan politik waktu itu juga berusaha keras untuk menyingkirkan Jamal Al-Din dan membatasi kebebasan Muhammad Abduh untuk menyuruhnya tidak meninggalkan desanya.
Setelah itu pada awal abad XIV H, dunia Arab bergejolak dan berakhir dengan pendudukan inggris. Dunia ilmiyah tetap tidur dan tidak berkembang, kecuali pada masa Raja Fuad I. Orang ini sedikit demi sedikit berusaha menghidupkan gerakan-gerakan ilmiah di Al-Azhar dan sekolah-sekolah sehingga menjadi lebih kuat.
Dari sini muncullah kemudian bebrapa reformis murid-murid Muhammad Abduh, terutama Al-Ustadz Al-Imam Al-Syeikh Muhammad Mushtafa Al-Maraghi yang berhasil memajukan berbagai sekolah-sekolah dan peradilan-peradilan agama.
Gerakan ini semakin berkembang dan kuat pada masa pemerintahan Raja Faruq I, karena peranannya dalam memberikan dukungan kepada gerakan-gerakan ilmiah di negerinya.
Maka berkembanglah sekolah-sekolah agama dan aktivitas penulisan buku-buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Meskipun demikian gerakan ijtihad belum juga muncul, kecuali dilakukan oleh sedikit orang dan terbatas pada hal-hal yang parsial, salah satu diantaranya adalah Muhammad Bakhit Al-Muti’i.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers