BIOGRAFI MUHAMMAD BAKHIT Al-MUTI’I
1.
Biografi
Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Muhammad Bakhit Al-Muti’i seorang Mutfi
Mesir lahir pada tahun 1271 H / 1856 M. Di daerah Al-Muti’, keturunan
Bakhit bin Husein. Muhammad Bakhit Al-Muti’i berasal dari keluarga terpelajar
yang mendermakan hidupnya dalam pendidikan agama. Pada usia empat tahun ayahnya
memasukkan dia ke sekolah.
Setelah hafal Al-Qur'an sang ayah
mengantarkannya ke Al-Azhabr. Untuk keperluan itu ayah membelikan untuknya
sebuah rumah di jalan Mihjar, dekat Qal’ih. Sampai sekarang rumah itu masih
ada. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1281 H.
Pada tahun 1297 M, pemerintah
menunjuk Muhammad Bakhit Al-Muti’i sebagai Ketua Pengadilan di Kabupaten
Qalyubi. Satu tahun kemudian ia pindah sebagai hakim di Kabupaten Al-Minya.
Disana Muhammad Bakhit Al-Muti’i
terlibat dalam revolusi Arab dan divonis hukuman mati, namun Al-Mahdi segera
mengeluarkan keputusan pembebasannya.
Sejak saat itu dari tahun ke tahun
Muhammad Bakhit Al-Muti’i berpindah-pindah tempat, antara lain :
a.
Pada tahun
1300 Muhammad Bakhit Al-Muti’i pindah ke Port Sa’id
b.
Pada tahun
1304 diangkat sebagai Ketua Pengadilan di Fayyum.
c.
Pada tahun
1309 Muhammad Bakhit Al-Muti’i pindah sebagai Ketua Pengadilan di Kabupaten
Assiyut.
d.
Pada tahun
1310 Muhammad Bakhit Al-Muti’i menjabat sebagai Direktur Peneliti Hukum Islam.
e.
Pada tahun
1311 Muhammad Bakhit Al-Muti’i ditunjuk sebagai Ketua Pengadilan di
Iskandariyah dan sebagai Ketua Majelis Syar’i.
f.
Pada tahun
1315 Muhammad Bakhit Al-Muti’i ditunjuk sebagai Anggota Mahkamah Agung Mesir
dan Ketua Majelis Syar’i.
Peristiwa ini terjadi setelah
pembentukan Mahkamah Agung baru pada than 1897 M. Disusun kemudian sebagai
Wakil Hakim Agung Mesir, Syeikh Abdullah Jamaluddin.
g.
Akhir
tahun 1905 Muhammad Bakhit Al-Muti’i dipensiunkan.
Beliau dipensiunkan karena
sikapnya yang kuat untuk mengeluarkan Undang-Undang Pengawasan Badan Wakaf dan
memberlakukannya ke semua Badan Wakaf di mana saja. Sikap ini menimbulkan
gejolak cukup besar dan memunculkan polemik yang sengit di dua surat kabar Mesir
Al-Muayyad dan Al-Liwa’ untuk waktu yang cukup lama antara Syeikh Ali Yusuf dan
Mustafa Pasya Kamil.
h.
Di
penghujung tahun 1907 M, Muhammad Bakhit Al-Muti’i ditunjuk lagi sebagai Ketua
Mahkamah Agung Syar’i Iskandariyah dengan segala hak-hak istimewanya sebagaimana
yang diterimanya sebelum dipensiunkan.
i.
Pada
permulaan tahun 1912 M, kepadanya diberikan jabatan Mufti, menggantikan
Nasib Affandi, merangkap sebagai Kepala Lembaga Kajian Syara’.
j.
Dan pada
tanggal 21 Desember 1914 M, Muhammad Bakhit Al-Muti’i ditunjuk sebagai Dewan
Fatwa Mesir.
Itulah beberapa perjalanan panjang
Muhammad Bakhit Al-Muti’i selama hayatnya.
Muhammad Bakhit Al-Muti’i meninggal
dunia pada bulan Oktober 1935 M dimakamkan di Qarafah Al-Mujawirin yang
kemduian pada tahun 1944 dipindahkan ke Masjid Al-Faruq Al-Awwal.
2.
Guru-Guru
Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Di Al-Azhar Muhammad Bakhit Al-Muti’i
banyak menimba ilmu dari para ulama besar, diantaranya :
a.
Syeikh
Al-Darastani
b.
Syeikh Abd
Al-Ghani Al-Halwani
c.
Syeikh
Abdurrahman Al-Bahrawi
d.
Syeikh
Damanhuri
e.
Syeikh
Al-Abbasi Al-Mahdi, dan
f.
Syekh
Abdurrahman Al-Syarbini
Dalam bidang filsafat Muhammad Bakhit
Al-Muti’i berguru pada :
- Syeikh Hasan Al-Tanwil
- Sayid Jamaluddin Al-Afghani.
Tahun 1292 M, Muhammad Bakhit
Al-Muti’i berhasil lulus sebagai sarjana dengan yudicium cumlaude. Atas
prestasinya itu Muhammad Bakhit Al-Muti’i memperoleh hadiah.
Meskipun sesudah itu Muhammad Bakhit
Al-Muti’i menjadi dosen universitas Al-Azhar, akan tetapi minatnya untuk
belajar tidak pernah putus. Ia masih terus belajar. Kini perhatiannya diarahkan
pada ilmu-ilmu filsafat, tasawuf, falak ( astronomi ) dan secara khusus ilmu
fiqh berikut usulnya, tauhid, tafsir, dan mantiq. Walaupun dia bermadzhab
Hanafi, namun dia tidak pernah membatasi diri dengan kitab-kitab madzhabnya.
Muhammad Bakhit Al-Muti’i juga
mengkoleksi buku-buku lain yang ada diluar Al-Azhar. Bahkan ia tidak
segan-segan mencari buku-buku di luar Mesir, seperti Syam ( Syiria ), India,
Konstantinopel ( Turki ) dan Berlin, terutama tulisan-tulian yang masih dalam
bentuk manuskrip.
Maka tak heran bila perpustakaannya
dipenuhi dengan kitab-kitab bermutu yang jarang dimiliki orang. Setelah
Muhammad Bakhit Al-Muti’i meninggal dunia, seluruh buku yang ada di
perpustakaannya dihadiahkan kepada universitas Al-Azhar dengan tempat khusus,
petugas khusus dan diberi nama dengan namanya.
Semua karyanya tidak diperkenankan
dicetak ulang kecuali mendapat izin dari anak-anaknya.
3.
Murid-Murid
Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Banyak diantara murid-murid Muhammad
Bakhit Al-Muti’i yang kemudian menjadi ulama besar dan tokoh-tokoh terhormat.
Diantara mereka adalah para Syeikh Al-Azhar seperti :
a.
Syeikh
Al-Zawahiri
b.
Syeikh
Al-Maraghi
c.
Syeikh
Muhammad Ma’mun Al-Syanawi
Sebagian muridnya yang lain ada yang
menjabat sebagai Mufti, seperti :
- Syeikh Abdul Majid Salim
- Syeikh Husein Mahluf
- Syeikh Ahmad Husein
Murid-muridnya yang kemudian menjadi Qadi
yang setara dengannya begitu banyak, hampir bisa dikatakan bahwa semua
ulama disana adalah mereka yang pernah menimba ilmu darinya.
Diantara teman-teman seangkatannya
juga banyak yang menjadi muridnya. Inilah ciri Al-Azhar, teman yang datang
kemudian mengambil ilmu dari teman yang lebih senior.
4.
Karya-Karya
Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Karya tulisan Muhammad Bakhit
Al-Muti’i antara lain :
a.
Al-Badr
Al-Sati
b.
Pengantar
kitab Jam Al-Jawami ( Usul Fiqh )
c.
Ahsan
Al-Kalam fi ma Yata ‘allaq bi al Sunnah wa Al-Bid’ah fi al Ata’am
d.
Al-Durrah
Al-Bahiyyah
e.
Hasyiyah
ala Syarh Al-Kharidah ( Al-Dardiri )
f.
Irsyad
Al-Ummah ila Ahkami Ahl Al-Zimmah
g.
Husn
Al-Bayan fi ma Warada min Al-Syubhat ala Al-Qur'an
h.
Al-Qaulu
Al-Jami fi Al-Talaq Al-Bid’i wa Al-Mutatabi’
i.
Al-Fuugraf
wa Al-Sikurtah ( risalatani )
j.
Izalah
Al-Wahm wa Al-Isytibah ala risalah Al-Funugharafi wa al0Sikuratah.
Sejumlah karya lainnya adalah sebagai
berikut :
- Al-Kalimat Al-Hisan fi al Ahruf Al-Sab’ah wa Jami’i Al-Qur'an.
- Al-Qaul Al-Mufid fi Al-Tawhid
- Ahsan Al-Qura
- Al-Ajwibah Al-Misriyah fi Al-As’ilah Al-tunisiyah
- Tathir Al-Fuad
- Hil Al-Rumz an Ma’mi Al-Ghaz
- Irsyad Ahli Al-Millah ila Isbat Al-Ahillah
- Nihayah Al-Sulfi Ilm Al-Usul
- Irsyad Al-Qari
- Hujjah Al-Allah ala Khaliqatih
- Tanbih Al-Uqul Al-Insaniyyah.
Fatwa-fatwanya begitu banyak melebihi
apa yang sempta terbukukan. Pembukuan yang pernah dilakukan hanya sebatas apa
yang bisa ditulis.
5.
Setting
Sosial Politik Pada Masa Muhammad Bakhit Al-Muti’i
Muhammad Bakhit Al-Muti’i hidup
sekitar abad XII H. Kemajuan dibidang keilmuan dan keagamaan negara-negara
Islam, abad ini tidaklah lebih baik dari abad XI.
Berbagai gejolak sosial politik dan
stagnasi dalam dunia ilmu pengetahuan masih terus berlangsung di seluruh
wilayah Islam. Mesir sendiri masih berada di bawah kekuasaan Dinasti Usmaniyah
yang memang tidak memberikan perhatikan yang serius terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan.
Minat mereka yang kuat adalah
mengumpulkan kekayaan dan mengeruk sumber-sumber daya alam. Tidaklah
mengherankan jika taklid masih terus populer. Tidak seorangpun ulama pada abad
ini yang berusaha melakukan ijtihad.
Buku-buku ushul fiqh yang dihasilkan
juga masih tetap dalam bentuk Mukhtasar ( ringkasan ), Syarh (
ulasan ) atau Ta’liqat ( catatan-catatan ) atas buku-buku yang sudah
dicetak maupun yang masih dalam bentuk manuskrip.
Pada Abad XIII dan Abad XIV H, Mesir
diliputi oleh kekacauan politik dan guncangan-guncangan sosial yang hebat
disebabkan masuknya pasukan Perancis ke sana serta upaya-upaya mereka mengusir
bangsa Mesir.
Pada saat demikian negeri-negeri
Islam memasuki babak baru di bawah kepemimpinan Ali Pasya yang memerintah pada
tahun 1220 H sampai 1264 H. Keadaan masih juga belum stabil. Penguasa muslim
ini masih terus disibukkan oleh berbagai peprangan. Meskipun demikian ada
sedikit kemajuan yang terlibat dalam bidang-bidang yang lain, khususnya ilmu
pengetahuan.
Akhir abad XIII muncul Sayyid Jamal
Al-Din Al-Afhani dan muridnya Muhammad ‘Abduh. Kedua orang ini berupaya keras
untuk membuka pintu ijtihad. Akan tetapi kebijakan politik waktu itu juga
berusaha keras untuk menyingkirkan Jamal Al-Din dan membatasi kebebasan
Muhammad Abduh untuk menyuruhnya tidak meninggalkan desanya.
Setelah itu pada awal abad XIV H,
dunia Arab bergejolak dan berakhir dengan pendudukan inggris. Dunia ilmiyah
tetap tidur dan tidak berkembang, kecuali pada masa Raja Fuad I. Orang ini
sedikit demi sedikit berusaha menghidupkan gerakan-gerakan ilmiah di Al-Azhar
dan sekolah-sekolah sehingga menjadi lebih kuat.
Dari sini muncullah kemudian bebrapa
reformis murid-murid Muhammad Abduh, terutama Al-Ustadz Al-Imam Al-Syeikh
Muhammad Mushtafa Al-Maraghi yang berhasil memajukan berbagai sekolah-sekolah
dan peradilan-peradilan agama.
Gerakan ini semakin berkembang dan
kuat pada masa pemerintahan Raja Faruq I, karena peranannya dalam memberikan
dukungan kepada gerakan-gerakan ilmiah di negerinya.
Maka berkembanglah sekolah-sekolah
agama dan aktivitas penulisan buku-buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Meskipun demikian gerakan ijtihad
belum juga muncul, kecuali dilakukan oleh sedikit orang dan terbatas pada
hal-hal yang parsial, salah satu diantaranya adalah Muhammad Bakhit Al-Muti’i.
0 komentar:
Posting Komentar