PEMBAHASAN
v Sejarah Kehidupan Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Wahid
Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd. Ia lahir di kota Cordova pada
tahun 1126 M / 520 H. ia
keturunan dari keluarga yang ahli dalam ilmu fiqih. Ayah dan kakeknya pernah
menjabat di Andalusia sebagai kepala pengadilan. Dengan terbekali keagamaan,
Ibnu Rusyd menduduki peranan penting dalam studi-studi keislaman. Beliau mempelajari Al-Qur'an
beserta penafsirannya, hadits Nabi, Ilmu Fiqih, bahasa dan sastra Arab. Metode
belajarnya secara lisan dari seorang ahli ( ‘alim ).
Ibnu Rusyd merevisi buku malikiah,
Al-Muwatha di pelajari bersama ayahnya Abu Al-Qasim, dan dapat dihafalnya.
Disamping itu dia mempelajari matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat
dan ilmu pengobatan.
Dia bukan murid dua filosuf besar
Maghribiah, Ibnu Bajjah, dan Ibnu Tufail. Dalam kisah Hayy bin Yaqzan, Ibnu
Tufail mendapati kebanyakan alam. Maghrib tertarik kepada matematika dan bahwa
filsafat yang diajarkan lewat buku-buku Aristoteles, Al-Farabi dan Ibnu sina
tidak akan memadai. Filosuf pertama yang telah menghasilkan sesuatu yang
bernilai dalam masalah ini adalah Ibnu Bajjah, tapi dai terlalu sibuk dengan
urusan-urusan duniawi dan meninggal sebelum sempat menyelesaikan karyanya.
Al-Ghazali mengecam ajaran-ajaran filosuf-filosuf muslim dalam bukunya Tahafut
dan metode yang digunakannya dalam mencapai kebenaran adalah tasawuf.
Sebuah manifesto yang menentang
filsafat dan para filosuf dikeluarkan dan disebarkan dari setiap tempat dari
Andalusia dan Marrakusy, yang melarang studi-studi yang dianggap membahayakan
serta memerintahkan pembakaran semua buku yag berhubungan dengan ilmu-ilmu
semacam itu. Tapi aib yang diderita Ibnu Rusyd tidak berlangsung lama. Dan
Al-mansur, sekembalinya dari Marrakusy, mengampuni dan memanggilnya kembali.
Ibnu Rusyd pergi ke Marrakusy, dan dia meninggal pada tahun 595 H / 1198 M.
v Filsafat Ajarannya
Ø Pencarian Tuhan
Ibnu Rusyd membicarakan filsafat
ketuhanan dan berbagai karangannya, antara lain pada Tahafut at Tahafut dan
Mana hij Al Adilah, filsafat ini
membahas tentang wujud Tuhan, sifat-sifat-Nya dan hubungan-Nya dengan alam.
Ibnu Rusyd meneliti berbagai
golongan yang timbul dalam Islam. Menurut pendapat dia yang paling terkenal ada
4, yaitu Asy’ariyah, Mu'tazilah, Batiniah, dan Hasyiwiah. Masing-masing
golongan mempunyai kepercayaan yang berlainan tentang Tuhan, dan banyak
memindahkan kata-kata syara’
dari arti lahirnya kepada takwilan-takwilan yang dari disesuaikan dengan
kepercayaan. Itulah yang merupakan syari’at yang harus dianut oleh semua orang
dan barang siapa yang menyimpang darinya berarti kafir atau telah menjadi
bid’ah. Sebab terjadinya keadaan tersebut ialah karena mereka sudah menyimpang
dari maksud syara’ dan tidak dapat memahami.
Menurut golongan Asy’ariyah bahwa
kepercayaan tentang wujud Tuhan dapat dicapai melalui akal pikiran. Menurut
Ibnu Rusyd untuk ini mereka tidak menempuh jalan yang ditunjukkan oleh syara’
karena mendasarkan baharunya alam atas tersusunnya dari bagian-bagian yang
tidak terbagi-bagi, dan bahwa bagian-bagian itu adalah baru. Kalau kita
memperkirakan alam ini baru, maka ia mesti ada pembuatnya yang baru. Dan pembuat ini membutuhkan pembuat yang
baru, dan begitu seterusnya sampai tidak berkesudahan. Kalau kita memperkirakan
alam ini qadim ( azali
), maka perbuatan pembuat yang berhubungan dengan perkara-perkara yang
dibuatnya tersebut adalah qadim juga.
Golongan mutakallimin Asy’ariah
akan mengatakan bahwa perbuatan yang baru adalah karena Iradah ( kehendak )
yang qadim. Maka Ibnu Rusyd menjawab bahwa perbuatan tersebut tidak dapat
diterima. Karena Iradah itu bukan perbuatan yang berhubungan dengan perkara
yang dibuat. Jika perkara tersebut baru, maka perbuatan yang berhubungan dengan
pembuatannya juga harus baru, tanpa membedakan apakah yang membuat, lain dari
perkara yang dibuat dan lain pula dari Iradah lagi pula Iradah tersebut menjadi
syarat adanya perbuatan, bukan perbuatan itu sendiri.
Kemudian terhadap golongan
Mu'tazilah maka Ibnu Rusyd berkomentar, bahwa sehubungan tidak mengetahui
metode-metode yang digunakan dalam agumen tentang ketuhanan, karena
kitab-kitabnya yang sampai kepadanya tidak ada. Namun nampaknya mereka tidak
jauh dari metode yang dipergunakan oleh golongan Asy’ariyah.
Adapun terhadap golongan
Asy’ariyah yang berpendirian bahwa jalan mengetahui Tuhan ialah Sama’ ( riwayat
), bukan akal ( pikiran ). Iman bagi mereka ialah mendengarkan apa yang
dikatakan oleh syara’ tanpa mengusahakan penakwilannya. Golongan tersebut
selalu memegangi lahirnya, ketentuan syara’.
Terhadap golongan tasawuf, maka
menurut Ibnu Rusyd bahwa cara penelitian mereka bukan pemikiran, yakni yang
terdiri atas dasar-dasar pemikiran atau premis-premis dan kesimpulan, karena
mereka mengira bahwa pengetahuan tentang Tuhan dan wujud-wujud lain diterima
oleh jiwa ketika sudah terlepas dari hambatan-hambatan kebendaan dan ketika
pemikirannya tertuju kepada perkara yang dicarinya. Cara tersebut menurut Ibnu
Rusyd bukanlah cara kebanyakan orang sebagai orang, yakni sebagai makhluk yang
mempunyai pikiran dan diserukan memakai pikirannya. Selain itu jalan tersebut
menyalahi syara’ yang menyerukan pemakaian akal pikiran. Nampak sekali
argumen-argumen Ibnu Rusyd yang bersifat filosofis itu beraliran rasionalisme,
ia telah mengagungkan kemampuan akal pikiran dan ia menganggapnya sebagai dasar
dari pengetahuan juga sebagai dasar dari wujud.
Ø Wujud Tuhan
Dalam Fashl Al-Maqal Ibnu Rusyd
menyatakan bahwa mengenal pencipta itu hanya mungkin dengan mempelajari alam
wujud yang diciptakan-Nya, untuk dijadikan petunjuk bagi adanya pencipta itu. Allah
memberikan dua dalil dalam kitab-kitab-Nya, yang diringkas oleh Ibnu Rusyd
sebagai dalil Inayah dan dalil cipta atau ikhtira’.
Kedua dalil tersebut sesuai untuk
orang-orang awam dan filosuf dan bisa diterima oleh keduanya. Perbedaan antara
keduanya hanya bersifat kualitatif saja, yakni filosuf mempunyai kelebihan atas
orang awam tentang jumlah perkara yang diketahuinya. Kalau orang awam hanya
mencakup dengan pengetahuan pertama dari indera-indera untuk membuktikan adanya
Inayah dan Ikhtira dari Tuhan. Maka filosuf menampakan pengetahuan tersebut
dari pembuktian pikiran yang menyakinkan ( Burhan ).
1)
Dalil
Inayah
Apabila alam ini kita perhatikan,
maka kita akan mengetahui apa yang ada di dalamnya sesuai sekali dengan
kehidupan manusia dan makhluk-makhluk lain. Persesuaian ini bukan terjadi
secara kebetulan, tetapi menujukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur
yang di dasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan sebagaimana yang ditunjukkan oleh
ilmu pengetahuan modern.
Adanya siang dan malam, matahari dan
bulan, empat musim., hewan, tumbuh-tumbuhan dan hujan kesemuanya ini sesuai
dengan kehidupan manusia seakan-akan mereka itu dijadikan untuk manusia.
demikian para perhatian dan kebijaksanaan Tuhan. Nampak jelas dalam susunan
tubuh manusia dan hewan.
Dalil Inayah ini mempunyai kelebihan
atas dalil-dalil golongan Asy’ariyah bahwa karena dalil Inayah itu mengajak
kita kepada pengetahuan yang benar, bukan sekedar ada argumentasi, tapi
mendorong kita untuk memperbanyak penyelidikan dan menyingkap rahasia-rahasia alam,
bukan untuk menimbulkan kesulitan dan kejanggalan. Dalil Inayah juga mempunyai
kelebihan atas dalil golongan dalil tasawuf, yang membawa kita baik cepat
maupun lambat, kepada kemajuan kreatifitas dan tawakal yang bukan pada
tempatnya.
2)
Dalil
Ikhtira
Dalil ikhtira ini sama jelasnya
dengan dalil inayah karena adanya penciptaan nampak jelas pada hewan yang
bermacam-macam,
tumbuh-tumbuhan dan bagian-bagian alam lainnya. Makhluk-makhluk tersebut
tidak lahir dalam wujud dengan sendirinya. Gejala hidup pada beberapa makhluk
hidup yang berbeda-beda. Misalnya tumbuh-tumbuhan hidup, makan, berkembang, dan
berbuah. Hewan juga hidup tetapi mempunyai perasaan instink, dapat bergerak,
berkembang, makan dan mengeluarkan keturunan. Makhluk manusai juga berpikir.
Jadi pada masing-masing makhluk tersebut ada gejala hidup berlainan dan yang
menentukan macam pekerjaannya. Kesemuanya tidak terjadi secara kebetulan
tentulah tingkatan hidup tidak berbeda-beda. Kesemuanya ini menunjukkan adanya
pencipta yang menghendaki supaya sebagian makhluknya lebih tinggi daripada
sebagiannya yang lain.
Disamping kedua dalil itu, Ibnu Rusyd
juga mengemukakan dalil lain yaitu dalil gerak atau dalil penggerak. Pertama
yang diambilnya dari aristoteles. Dalil ini menyatakan bahwa alam semesta ini
bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung adanya
penggerak pertama yang tidak bergerak dan tidak berbenda yaitu Tuhan. Namun
Ibnu Rusyd tidak mengikuti pemikiran Aristoteles yang mengatakan bahwa gerakan
benda-benda langit adalah qadim, karena Ibnu Rusyd mengatakan bahwa benda-benda
langit gerakannya dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman, karena
zaman tidak mungkin mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman ini
kita anggap sebagai ukuran gerakannya. Jadi gerakan menghendaki adanya
penggerak pertama atau sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi wujud.
BAB III
KESIMPULAN
Ø Ibnu Rusyd merevisi buku Malikiah, Al-Muwatha,
disamping itu dia mempelajari matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat
dan ilmu pengobatan.
Ø Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosuf
yang menentang Al-Ghazali.
Ø Dalam bukunya itu Ibnu Rusyd membela kembali
pendapat-pendapat ahli filsafat Yunani dan Islam yang telah diserang
habis-habisan oleh Al-Ghazail dari sana dibantahnya.
Ø Ibnu Rusyd meneliti berbagai golongan yang
timbul dalam Islam. Menurut pendapat dia yang paling terkenal ada 4, yaitu :
Asy’ariyah, Mu'tazilah, Batiniah dan Hasyiwiah.
Ø Menurut Ibnu Rusyd Al-Ghazali telah mengisi
bukunya Tahafutu Al-Falasifah dengan pikiran-pikiran sofistis dan kata-katanya
tidak sampai kepada tingkat keyakinan serta tidak mencerminkan hasil
pemahamannya terhadap filsafat itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
v Mustofa. A. Drs. H., Filsafat Islam,
Pustaka Setia, Bandung, 1997.
v Nasution Harun, Prof. Dr., Falsafah dan
Mistisisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
0 komentar:
Posting Komentar