BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad at-Tusi Al-Ghazali. Lahir pada tahun 450 H / 1058 M, di sebuah
desa kecil bern ama Ghazalah Thabaran, bagian
dari kota Tus (sekarang dekat Meshed )
wilayah khurasan (Iran ).[1]
Al-Ghazali pertama belajar ilmu agama
di kota Thus.
Kemudian meneruskan di Jurjan dan akhirnya di naisabut dan belajar pada Imam
Al- Juwaini, karena kecerdasan dan kemaunya, kemudian Al- Juwaini memberi gela r “Bahrun Mughriq”
yaitu laut yang menenggelamkan. Kemudian ia berkunjung kepada Nidzam Al-Mulk di
kota Mu’asar dan ia mendapat kehormatan dan
penghargaan yang besar (professor) pada perguruan tinggi Nizamiyah yang berada
di kota Baghdad [3].
Pada tahun 488 H, Al-Ghazali pergi ke
Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan melanjutkan perjalanan ke Damaskus untuk
menetap beberapa lama dan beribadah di Masjid al-Umawi. Pada saat itulah ia
sempat mengarang kitab Ihya Ulumuddin. Beliau wafat pada tanggal 14 Jumadil
Akhir tahun 505 H / 18 Desember 1111 M dalam usia ∙± 55 tahun, di desa Tabaran
dekat Tus.[4]
B. Situasi Sosial Politiknya
Dari segi politik di dunia Islam
bagian Timur, eksistensi Dinasti Abbasiyah masih diakui, hanya saja kekuasaan
efektifnya berada ditangan para sultan yang membagi wilayah tersebut menjadi
beberapa daerah kesulitan yang independen.
Pada masa Al-Ghazali bukan saja telah
terjadi disintegrasi dibidang politik umat Islam, tetapi juga di bidang sosial
keagamaan. Umat Islam ketika itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan madhab
fiqih dan aliran kalam.
Peranan Fanatisme madhab dan aliran
dalam masy tersebut banyak melibatkan para ulama. Hal ini erat kaitannya dengan
status ulama yang menempati strata tertinggi dalam stratifikasi sosial waktu
itu, dibawah status para penguasa. Status ini, oleh sebagian sufi digunakan
untuk mendapatkan kemuliaan hidup dan kemuliaan dengan sarana kehidupan sufi
yang mereka tonjolkan.
Konflik sosial yang terjadi
dikalangan umat Islam pada masa Al-Ghazali yang bersumber dari perbedaan
fersepsi terhadap ajaran agama, sebenarnya berpangkal dari adanya sejak
beberapa abad sebelumnya. Unsur-unsur cultural non islami masuk kedalam
pemikiran Islam. Yang pada gilirannya mengkristal dalam berbagai aliran dan
paham keagamaan yang dalam berbagai aliran dan paham keagamaan yang dalam
aspek-aspek tetepai saling bertentangan.
Di antara unsur cultural yang paling
berpengaruh pada masa Al-Ghazali ialah filsafat, baik filsafat, baik filsafat
Yunani, maupun filsafat Ind ia
dan Persia .
Al-Ghazali telah menasihatkan agar
mengajarkan ilmu-ilmu yang sangat diperlukan untuk kehidupan manusia yang dapat
mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan sosial.[5]
C. Karya-Karyanya
Karya-karya Al-Ghazali tidak kurang
dari 70 karya-karya yang meliputi ilmu pengetahuan, beberapa di antaranya
sebagai berikut :
- Sumbangan terbesar Al-Ghazali adalah Ihya Ulumuddin. Dalam analisa mengenai masalah-masalah penting agama, dan mengenai ilmu pengetahuan, buku ini merupakan salah satu maha karya dunia. Beberapa Sufi memandangnya sebagai buku terbaik setelah Al-Qur’an dan hadits.[6]
- Buku Yang Lain
a.
Ayyuhal
Walad, sebuah buku tentang akhlaq.
b.
AL - Munqizu Min
Ad-Dalal, Penyelamat dan kesesatan.
c.
Maqosidul
Falasifah dan Tahafutul Falasifah, buku tentang Filsafat.
d.
Mizanul
‘Amal dan Miyarul Il mi[7].
e.
Fatihatul
Ulum
f.
Al-I’tiqod
g.
Rauda at
Talibin
h.
Al-Ma’arif
Al-Aqila
i.
Ar-Risalah
al-Laduniya, dll
3.
Selain
buku-bukunya, Al-Ghazali juga menulis banyak puisi, dia juga sangat menyukai
lagu-lagu, tapi hanya lagu-lagu yang menumbuhkan semangat.[8]
D. Pemikirannya
1. Teori
Pemikiran
Al-Ghazali termasuk ke dalam kelompok
Sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena
pendidikanlah yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan
pemikirannya.
Dalam masalah pendidikan Al-Ghazali
lebih cenderung berpaham empirisme. Menurutnya seorang anak didik tergantung
pada oran gtuanya,
hati seorang itu bersih, murni laksana permata yang amat berharga, sederhana
dan bersih dari gambaran apapun.
Pentingnya pendidikan ini didasarkan
pada perjalanan hidup Al-Ghazali sendiri, yaitu sebagai oran gyang tumbuh menjadi ulama besar yang
menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang disebabkan oleh pendidikan[9]
2. Ide
Pokok Pemikiran
Dalam bidang pendidikan khususnya
ilmu pengetahuan, Al-Ghazali berkesimpulan bahwa ilmu yang paling sempurna
adalah ilmu agama dalam segala cabangnya, karena ia hanya dapat dikuasai
melalui akal yang sempurna dan daya tangkap yang jernih. [10]
Al-Ghazali merumuskan pendidikan,
yaitu proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya
melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran
secara bertahap.
Hasil pemikirannya antara lain :
1.
Tujuan
Pendidikan
Menurutnya tujuan pendidikan adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan,
kemegahan dan mendapatkan kedudukan yang menghasilkan uang, karena jika tujuan
pendidikan itu diarahkan bukan mendekatkan diri kepada Allah, maka akan
menimbulkan kebencian, kedengkian dan permusuhan[11]
2.
Guru
(Pendidik)
Ciri-ciri pendidik yang boleh
melaksanakan pendidikan :
a.
Guru harus
mencintai muridnya, seperti mencintai anaknya sendiri.
b.
Guru
jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari pekerjaannya
(Mengajar).
c.
Guru harus
memberikan contoh yang baik kepada muridnya, dll.
3.
Murid
a.
Memuliakan
guru dan bersikap rendah hati serta tidak takabur
b.
Mengetahui
nilai pengetahuan dari segala manfaat yang ia peroleh[12]
4.
Kurikulum
Yang wajib dipelajari oleh murid
menjadi tiga kelompok :
a.
Ilmu yang
tercela, seperti : Ilmu sihir.dll
b.
Ilmu yang
terpuji, seperti : Ilmu Tauhid, dll.
c.
Ilmu
terpuji pada tara f tertentu, yang tidak boleh
diperdalam, seperti : Filsafat.
5.
Metode
Metode yang digunakan Al-Ghazali
adalah dengan menggunakan metode menghafal dan memahami apa yang telah
diajarkan[13]
KESIMPULAN
Dari ur aian
di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Ghazali adalah salah satu dari filosof besar
dalam Islam dan seorang ulama desa yang menaruh perhatian yang cukup tinggi
terhadap pendidikan. Corak pendidikan yang dikembangkan nampa k dipengaruhi oleh pandangannya tentang
tasawuf dan fiqih.
Konsep pendidikan dikemukakan dan komprehensif juga
secara konsisten sejalan dengan sikap kepribadiannya sebagai seorang Sufi.
Al-Ghazali mempunyai kecenderungan pragmatis yang
menguasai pikirannya, meskipun ia seorang filosof Sufi, ia selalu berbicara
bagaimana mencapai kebahagiaan akhirat, tetapi pikiran pragmatisnya tidak
membuat ia lupa pada kebahagiaan dunia.
[1] Abdul Khalik dkk, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1999).
[2] Drs. H. Ahmad Syadali dkk, Filsafat Umum, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), hal
178.179.
[3] Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam, (CV. Pustaka Setia : Bandung , 1997), hal
214-215
[4] Drs. Purwantana dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya, 1991), hal 166.
[5] Prof. Fathiah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidkan Al-Ghazali, (Jakarta : P3M), hal. 65.
[6] M. Atiqul Haqul, Seratus Pahlawan Muslim Yang Mengubah Dunia,
(Yogyakarta : Diglosia, 2007), hal 55.
[7] Drs. H. Busyari Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filosof Muslim,
(Yogyakarta : Al- Amin Press, 1997, Cet 1), hal 81.
[8] Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsafat Muslim, Pembuka Pintu Gerbang,
(Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2004), hal. 144-154.
[9] Drs. H. Abuddin Nafa, MA., Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta : Logos Wacana Il mu, 1997), hal
161-163.
[10] Ihya Ulumuddin, Juz I, hal 13.
[11] Drs. Abuddin Nata ,
MA , Op.Cit., hal. 152-163.
[12] Drs. Abuddin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar :1998), hal 62.
[13] Ibid, hal 89-96.
0 komentar:
Posting Komentar