BIOGRAFI MALIK BIN
ANAS
1.
Biografi
Malik bin Anas
Malik bin Anas mempunyai nama
lengkap Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir Al-Asbahi. Imam Malik adalah
anggota suku Dhu Asbah, sebuah sub suku dari Himyar, salah satu suku Qahtani
yakni suku yang menguasai sebuah kerajaan besar pada masa jahiliyah.[1]
Imam Malik biasa dipanggil Abu
Abdullah dan Al-Asbahi, nama julukan kakeknya. Nama sebenarnya adalah
Al-Harits, silsilahnya sampai pada Ya’kub bin Qathan.[2]
Imam Malik dilahirkan di kota Madinah
daerah negeri Hijaz pada tahun 93 H atau 712 M. pada masa Imam Malik
dilahirkan, pemerintah Islam ada ditangan kekuasaan kepala negara Sulaiman bin
Abdul Malik.
Kemudian setelah beliau menjadi
seorang alim besar dan terkenal pada masa itu juga penyelidikan beliau tentang
hukum keagamaan diakui dan diikuti oleh sebagian kaum muslimin. Buah hasil
ijtihad beliau dikenal oleh banyak orang dengan sebutan madzhab Imam Maliki.[3]
Ayah kakeknya, Abu Amir adalah salah
satu sahabat Nabi, ia ikut dalam seluruh peperangan yang diikuti Rasulullah
SAW, kecuali pada perang Badar.
Kakeknya, Malik ibn Abi Amir, adalah
salah seorang ulama besar tabi’in. ia adalah salah satu dari yang menulis “Mushaf”
di masa Amirul Mukminin Utsman bin Affan.
Pamannya, Abu Suhayl ibn Malik adalah
orang yang paling terkenal dalam pengetahuan dan periwayatannya. Sehingga jika
dilihat dari silsilahnya Imam Malik merupakan anak keturunan dari mereka yang
terkenal dalam pengetahuan dan periwayatan.[4]
2.
Guru-Guru
Malik bin Anas
Imam Malik mempelajari ilmu pada
ulama-ulama Madinah, diantaranya para tabi’in, para cerdik pandai dan para ahli
hukum agama.
Imam Malik tumbuh sebagai seorang
anak yang cerdas pikirannya, cepat menerima pelajaran, kuat ingatannya dan
teliti. Dari kecil beliau membaca Al-Qur'an dengan lancar di luar kepala dan
mempelajari pula tentang sunnah dan setelah dewasa beliau belajar kepada para
ulama dan fuqaha.
Tidak mengherankan jika beliau dapat
menyelesaikan pelajarannya pada usia yang sangat muda. Bahkan beliau sudah
duduk meberikan fatwa pada usia 17 tahun. Ini bukan karena ambisi orang muda
atau karena hasratnya untuk tampil, tetapi 70 orang imam telah bersaksi bahwa
ia patut memberi fatwa dan mengajar.
Sebelum mulai belajar ilmu, terlebih
dahulu beliau belajar tata krama pada :
- Rabi’ah
- Abdurrahman bin Hurmuz
Dalam belajar Al-Qur'an Imam Malik
berguru pada Imam Nafi’ ibn Abdurrahman ibn Abi Nu’aym.
Selama menutut ilmu, Imam Malik
dikenal sangat sabar. Beliau juga dipandang sebagai seorang yang ahli
dalamberbagai cabang ilmu, khususnya ilmu hadits dan fiqih.
Dalam belajar hadits beliau berguru
pada :
- Muhammad bin Shihab Az-Zuhri
- Abdullah ibn Muhammad ibn Hazm Al-Anshari
Tentang penguasaannya dalam hadits,
Imam Malik pernah mengatakan : “Aku telah menulis dengan tanganku sendiri
10.000 hadits”.[5]
Imam Malik biasanya belajar dari
orang yang ia pandang memiliki ketaqwaan, ketelitian, ingatan yang baik,
pengetahuan dan pemahaman dari mereka yang benar-benar mengetahui dan
bertanggung jawab.
Imam Malik sangat berhati-hati dalam
menyampaikan hadits maupun dalam memberikan fatwa. Hadits yang diterima
hanyalah jika disampaikan oleh orang yang terpercaya dan fatwanya baru
diberikan setelah yakin bahwa masjid itu sudah tenang.
3.
Murid-Murid
Malik bin Anas
Malik mempunyai banyak murid, yang
diantaranya adalah para ulama. Hampir tidak ada seorang ulama pun yang tidak
belajar kepadanya, baik guru-gurunya sendiri maupun teman-temannya.
Qadi I Yad menyebutkan lebih dari
seribu orang ulama terkenal yang menjadi murid Imam Malik. Beberapa diantaranya
adalah :
- Muhammad bin Muslim Al-Zuhri
- Rabi’ah bin Abdurrahman
- Yahya bin Said Al-Anshari
- Musa bin Uqbah
- Hisyam bin Urwah
- Nafi’ bin Abi Nu’aim Al-Anshari
- Muhammad bin Ajlan
- Salim bin Abi Umayyah
- Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Ziab
- Abdul Malik bin Juraih
- Muhammad bin Ishaq
- Sulaiman bin Mahran Al-A’masi
Dari angkatannya antara lain :
- Sufyan bin Said Al-Sauri
- Al-Awza’i Hammad bin Zaid
- Sufyan bin Uyaynah
- Hammad bin Salamah
- Abu Hanifah dan putranya Hammad
- Qadi Abu Yusuf
- Qadi Syuraik bin Abdullah
- Imam Syafi’i
- Abdullah bin Mubarak
- Muhammad bin Hasan Qadi
- Musa bin Tariq
- Walid bin Muslim
Dari kalangan teman-temannya antara
lain :
- Abdullah bin Wahab
- Abdurrahman bin Qasim
- Asyhab bin Abdul Aziz
- Ziyadah bin Abdurrahman Al-Qurtubi
- Yahya bin Kasir Al-Laisi
- Abu Hasan bin Ali bin Ziyad Al-Tunisi
- Usd bin Furat
- Abdul Malik bin Abdul Aziz Al-Majsyun.
4.
Karya-Karya
Malik bin Anas
Imam Malik banyak menghasilkan karya
yang penting. Diantara karyanya adalah : Al-Muwatta’.
Al-Muwatta’ adalah karya Imam Malik
yang paling populer. Kitab ini ditulis atas permintaan khalifah Abu Ja’far
Al-Mansur yang dimaksudkan untuk dijadikan sumber legislasi negara.
Selain Al-Muwatta’, Imam Malik juga
menulis beberapa karya yang cukup besar, kebanyakan dikemukakan dengan
menyebutkan sanad yang sahih, diantaranya adalah :
a.
Syada’id
Abdullah bin Umar
b.
Rukhas
Abdullah bin Abbas
c.
Syawaz
Abdullah bin Mas’ud
d.
Risalah fi
Al-Qadr.
e.
Al-Radd
ala Al-Qadariyah
f.
Kitab fi
Al-Nujum wa Hisab Madar Al-Zaman
g.
Risalah fi
Aqdiyah
h.
Tafsir
Ghaib Al-Qur'an, dan
i.
Ijma’ Ahl
Madinah.[6]
Pada masa pemerintahan Bani
Abbasiyah, diantara pembukuan hadits para ulama yang paling populer adalah yang
ditulis oleh Imam Malik yaitu Al-Muwatha’.
Kitab ini sebenarnya disusun dengan
maksud sebagai kitab tentang fiqih Islam, sehingga didalamnya masih tercampur
antara sabda Rasulullah SAW dengan yang lahinnya seperti ucapan sahabat, fatwa
mereka maupun kata-kata Imam Malik sendiri, tetapi sarat dengan riwayat hadits
Nabi SAW.
Adz-Dzahabi berkomentar mengenai
kitab ini dengan mengatakan bahwa rangking pertama dari kitab hadits pada masa
itu dan diletakkan setelah Al-Qur'an adalah Al-Muwatha’.[7]
5.
Wafatnya
Malik bin Anas
Imam Malik meninggal dunia pada tahun
179 H di Madinah Al-Munawwarah. Beberapa orang yang ikut menyembayanginya
antara lain : Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas, yang menjabat sebagai gubernur Madinah waktu itu. Ia ikut
mengantar dan mengusung jenazah Imam Malik.
6.
Setting
Sosial Politik Pada Masa Malik bin Anas
Imam Malik hidup pada tahun 93 – 197
H, atau sekitar abad II H. Pada abad ini kekuasaan Bani Umayyah masih bercokol.
Umar bin Abd Al-Aziz adalah khalifah pada permulaan abad ini. ia meninggal pada
tahun 101 H.
Pada masa Umar bin Abd Al-Aziz
dikenal sebagai masa paling cemerlang, paling stabil dan aman. Berbagai bentuk kezaliman
dihentikan. Masyarakat dituntun kembali kepada petunjuk Rasulullah SAW dan para
khulafa Al-Rasyidin. Caci-maki di mimbar-mimbar terhadap Ali bin AbiThalib ra.
yang sebelumnya menjadi kebijakan politik, lambang kekuasaan dan tanda
kesetiaan kepada Bani Umayyah dihapuskan.
Kebijakan baru ini berhasil
memadamkan nyala api yang dikobarkan oeh pemerintahan lama yang terus terpendam
dalam lubuk hati para pendukung Ali dan orang-orang yang beriman.
Pada abad II H ini muncul aktifitas
luar biasa dari kaum Bani Abbasiyah. Mereka dapat mengejar dan menangkap Marwan
bin Al-Hakam, khalifah terakhir Dinasti Umayyah, kemudian membunuhnya di Mesir
tahun 132 H.
Bani Abbasiyah selanjutnya mendirikan
dinasti baru di Timur sambil terus melakukan pengejaran, penangkapan dan
pembasmian para pengikut Bani Umayyah.
Abad ini juga ditandai dengan
semaraknya seminar dan diskusi yang berlangsung dikalangan ulama. Aktifitas ini
mempunyai pengaruh besar bagi pengembangan budaya dan tradisi keilmuan dalam
masyarakat Islam untuk pada gilirannya menghasilkan khazanah intelektual yang
sangat besar.
Pada sisi lain, para pemimpin
pemerintahan diberbagai wilayah juga memberikan motivasi dan dukungan cukup
besar kepada para penulis dan berbagai aktifitas penulisan karya ilmiah.
Kebijakanini memiliki dampak besar bagi dunia ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Malik bin Anas, Terjemahan
Al-Muwatha’, Jakarta, Rajawali Pers, 1992.
2.
Abdullah Musthofa Al-Maraghi, Pakar-Pakar
Fiqh Sepanjang Sejarah, Yogyakarta, LKPSM, 2001.
3.
M. Ali Hasan,
Perbandingan Madzhab, Jakarta, Rajawali Pers, 1995.
4.
Ahmad
Kuzari, Sejarah Tasyri’ Islam.
[1] Malik bin Anas, Terjemahan Al-Muwatha’, Jakarta, Rajawali
Pers, 1992, hlm. Pendahuluan VI.
[2] Abdullah Musthofa Al-Maraghi, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah,
Yogyakarta, LKPSM, 2001, hlm. 79
[3] M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab, Jakarta, Rajawali Pers,
1995, hlm. 195.
[4] Malik bin Anas, op.cit., hlm. Pendahuluan VI
[5] Abdullah Musthofa Al-Maraghi, op.cit., hlm. 79.
[6] Abdullah Musthofa Al-Maraghi, Ibid, hlm. 81.
[7] Ahmad Kuzari, Sejarah Tasyri’ Islam, hlm. 93.
0 komentar:
Posting Komentar