Pages

Rabu, 15 Februari 2012

biografi malik bin anas


BIOGRAFI MALIK BIN ANAS

1.      Biografi Malik bin Anas
Malik bin Anas mempunyai nama lengkap Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir Al-Asbahi. Imam Malik adalah anggota suku Dhu Asbah, sebuah sub suku dari Himyar, salah satu suku Qahtani yakni suku yang menguasai sebuah kerajaan besar pada masa jahiliyah.[1]
Imam Malik biasa dipanggil Abu Abdullah dan Al-Asbahi, nama julukan kakeknya. Nama sebenarnya adalah Al-Harits, silsilahnya sampai pada Ya’kub bin Qathan.[2]
Imam Malik dilahirkan di kota Madinah daerah negeri Hijaz pada tahun 93 H atau 712 M. pada masa Imam Malik dilahirkan, pemerintah Islam ada ditangan kekuasaan kepala negara Sulaiman bin Abdul Malik.
Kemudian setelah beliau menjadi seorang alim besar dan terkenal pada masa itu juga penyelidikan beliau tentang hukum keagamaan diakui dan diikuti oleh sebagian kaum muslimin. Buah hasil ijtihad beliau dikenal oleh banyak orang dengan sebutan madzhab Imam Maliki.[3]
Ayah kakeknya, Abu Amir adalah salah satu sahabat Nabi, ia ikut dalam seluruh peperangan yang diikuti Rasulullah SAW, kecuali pada perang Badar.
Kakeknya, Malik ibn Abi Amir, adalah salah seorang ulama besar tabi’in. ia adalah salah satu dari yang menulis “Mushaf” di masa Amirul Mukminin Utsman bin Affan.
Pamannya, Abu Suhayl ibn Malik adalah orang yang paling terkenal dalam pengetahuan dan periwayatannya. Sehingga jika dilihat dari silsilahnya Imam Malik merupakan anak keturunan dari mereka yang terkenal dalam pengetahuan dan periwayatan.[4]

2.      Guru-Guru Malik bin Anas
Imam Malik mempelajari ilmu pada ulama-ulama Madinah, diantaranya para tabi’in, para cerdik pandai dan para ahli hukum agama.
Imam Malik tumbuh sebagai seorang anak yang cerdas pikirannya, cepat menerima pelajaran, kuat ingatannya dan teliti. Dari kecil beliau membaca Al-Qur'an dengan lancar di luar kepala dan mempelajari pula tentang sunnah dan setelah dewasa beliau belajar kepada para ulama dan fuqaha.
Tidak mengherankan jika beliau dapat menyelesaikan pelajarannya pada usia yang sangat muda. Bahkan beliau sudah duduk meberikan fatwa pada usia 17 tahun. Ini bukan karena ambisi orang muda atau karena hasratnya untuk tampil, tetapi 70 orang imam telah bersaksi bahwa ia patut memberi fatwa dan mengajar.
Sebelum mulai belajar ilmu, terlebih dahulu beliau belajar tata krama pada :
  1. Rabi’ah
  2. Abdurrahman bin Hurmuz
Dalam belajar Al-Qur'an Imam Malik berguru pada Imam Nafi’ ibn Abdurrahman ibn Abi Nu’aym.
Selama menutut ilmu, Imam Malik dikenal sangat sabar. Beliau juga dipandang sebagai seorang yang ahli dalamberbagai cabang ilmu, khususnya ilmu hadits dan fiqih.
Dalam belajar hadits beliau berguru pada :
  1. Muhammad bin Shihab Az-Zuhri
  2. Abdullah ibn Muhammad ibn Hazm Al-Anshari
Tentang penguasaannya dalam hadits, Imam Malik pernah mengatakan : “Aku telah menulis dengan tanganku sendiri 10.000 hadits”.[5]
Imam Malik biasanya belajar dari orang yang ia pandang memiliki ketaqwaan, ketelitian, ingatan yang baik, pengetahuan dan pemahaman dari mereka yang benar-benar mengetahui dan bertanggung jawab.
Imam Malik sangat berhati-hati dalam menyampaikan hadits maupun dalam memberikan fatwa. Hadits yang diterima hanyalah jika disampaikan oleh orang yang terpercaya dan fatwanya baru diberikan setelah yakin bahwa masjid itu sudah tenang.

3.      Murid-Murid Malik bin Anas
Malik mempunyai banyak murid, yang diantaranya adalah para ulama. Hampir tidak ada seorang ulama pun yang tidak belajar kepadanya, baik guru-gurunya sendiri maupun teman-temannya.
Qadi I Yad menyebutkan lebih dari seribu orang ulama terkenal yang menjadi murid Imam Malik. Beberapa diantaranya adalah :
  1. Muhammad bin Muslim Al-Zuhri
  2. Rabi’ah bin Abdurrahman
  3. Yahya bin Said Al-Anshari
  4. Musa bin Uqbah
  5. Hisyam bin Urwah
  6. Nafi’ bin Abi Nu’aim Al-Anshari
  7. Muhammad bin Ajlan
  8. Salim bin Abi Umayyah
  9. Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Ziab
  10. Abdul Malik bin Juraih
  11. Muhammad bin Ishaq
  12. Sulaiman bin Mahran Al-A’masi
Dari angkatannya antara lain :
  1. Sufyan bin Said Al-Sauri
  2. Al-Awza’i Hammad bin Zaid
  3. Sufyan bin Uyaynah
  4. Hammad bin Salamah
  5. Abu Hanifah dan putranya Hammad
  6. Qadi Abu Yusuf
  7. Qadi Syuraik bin Abdullah
  8. Imam Syafi’i
  9. Abdullah bin Mubarak
  10. Muhammad bin Hasan Qadi
  11. Musa bin Tariq
  12. Walid bin Muslim
Dari kalangan teman-temannya antara lain :
  1. Abdullah bin Wahab
  2. Abdurrahman bin Qasim
  3. Asyhab bin Abdul Aziz
  4. Ziyadah bin Abdurrahman Al-Qurtubi
  5. Yahya bin Kasir Al-Laisi
  6. Abu Hasan bin Ali bin Ziyad Al-Tunisi
  7. Usd bin Furat
  8. Abdul Malik bin Abdul Aziz Al-Majsyun.

4.      Karya-Karya Malik bin Anas
Imam Malik banyak menghasilkan karya yang penting. Diantara karyanya adalah : Al-Muwatta’.
Al-Muwatta’ adalah karya Imam Malik yang paling populer. Kitab ini ditulis atas permintaan khalifah Abu Ja’far Al-Mansur yang dimaksudkan untuk dijadikan sumber legislasi negara.
Selain Al-Muwatta’, Imam Malik juga menulis beberapa karya yang cukup besar, kebanyakan dikemukakan dengan menyebutkan sanad yang sahih, diantaranya adalah :
a.       Syada’id Abdullah bin Umar
b.      Rukhas Abdullah bin Abbas
c.       Syawaz Abdullah bin Mas’ud
d.      Risalah fi Al-Qadr.
e.       Al-Radd ala Al-Qadariyah
f.       Kitab fi Al-Nujum wa Hisab Madar Al-Zaman
g.      Risalah fi Aqdiyah
h.      Tafsir Ghaib Al-Qur'an, dan
i.        Ijma’ Ahl Madinah.[6]
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, diantara pembukuan hadits para ulama yang paling populer adalah yang ditulis oleh Imam Malik yaitu Al-Muwatha’.
Kitab ini sebenarnya disusun dengan maksud sebagai kitab tentang fiqih Islam, sehingga didalamnya masih tercampur antara sabda Rasulullah SAW dengan yang lahinnya seperti ucapan sahabat, fatwa mereka maupun kata-kata Imam Malik sendiri, tetapi sarat dengan riwayat hadits Nabi SAW.
Adz-Dzahabi berkomentar mengenai kitab ini dengan mengatakan bahwa rangking pertama dari kitab hadits pada masa itu dan diletakkan setelah Al-Qur'an adalah Al-Muwatha’.[7]

5.      Wafatnya Malik bin Anas
Imam Malik meninggal dunia pada tahun 179 H di Madinah Al-Munawwarah. Beberapa orang yang ikut menyembayanginya antara lain : Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, yang menjabat sebagai gubernur Madinah waktu itu. Ia ikut mengantar dan mengusung jenazah Imam Malik.

6.      Setting Sosial Politik Pada Masa Malik bin Anas
Imam Malik hidup pada tahun 93 – 197 H, atau sekitar abad II H. Pada abad ini kekuasaan Bani Umayyah masih bercokol. Umar bin Abd Al-Aziz adalah khalifah pada permulaan abad ini. ia meninggal pada tahun 101 H.
Pada masa Umar bin Abd Al-Aziz dikenal sebagai masa paling cemerlang, paling stabil dan aman. Berbagai bentuk kezaliman dihentikan. Masyarakat dituntun kembali kepada petunjuk Rasulullah SAW dan para khulafa Al-Rasyidin. Caci-maki di mimbar-mimbar terhadap Ali bin AbiThalib ra. yang sebelumnya menjadi kebijakan politik, lambang kekuasaan dan tanda kesetiaan kepada Bani Umayyah dihapuskan.
Kebijakan baru ini berhasil memadamkan nyala api yang dikobarkan oeh pemerintahan lama yang terus terpendam dalam lubuk hati para pendukung Ali dan orang-orang yang beriman.
Pada abad II H ini muncul aktifitas luar biasa dari kaum Bani Abbasiyah. Mereka dapat mengejar dan menangkap Marwan bin Al-Hakam, khalifah terakhir Dinasti Umayyah, kemudian membunuhnya di Mesir tahun 132 H.
Bani Abbasiyah selanjutnya mendirikan dinasti baru di Timur sambil terus melakukan pengejaran, penangkapan dan pembasmian para pengikut Bani Umayyah.
Abad ini juga ditandai dengan semaraknya seminar dan diskusi yang berlangsung dikalangan ulama. Aktifitas ini mempunyai pengaruh besar bagi pengembangan budaya dan tradisi keilmuan dalam masyarakat Islam untuk pada gilirannya menghasilkan khazanah intelektual yang sangat besar.
Pada sisi lain, para pemimpin pemerintahan diberbagai wilayah juga memberikan motivasi dan dukungan cukup besar kepada para penulis dan berbagai aktifitas penulisan karya ilmiah. Kebijakanini memiliki dampak besar bagi dunia ilmu pengetahuan.












DAFTAR  PUSTAKA


1.      Malik bin Anas, Terjemahan Al-Muwatha’, Jakarta, Rajawali Pers, 1992.
2.      Abdullah Musthofa Al-Maraghi, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, Yogyakarta, LKPSM, 2001.
3.      M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab, Jakarta, Rajawali Pers, 1995.
4.      Ahmad Kuzari, Sejarah Tasyri’ Islam.




[1] Malik bin Anas, Terjemahan Al-Muwatha’, Jakarta, Rajawali Pers, 1992, hlm. Pendahuluan VI.
[2] Abdullah Musthofa Al-Maraghi, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, Yogyakarta, LKPSM, 2001, hlm. 79
[3] M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab, Jakarta, Rajawali Pers, 1995, hlm. 195.
[4] Malik bin Anas, op.cit., hlm. Pendahuluan VI
[5] Abdullah Musthofa Al-Maraghi, op.cit., hlm. 79.
[6] Abdullah Musthofa Al-Maraghi, Ibid, hlm. 81.
[7] Ahmad Kuzari, Sejarah Tasyri’ Islam, hlm. 93.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers