PEMBAHASAN
A. Historiografi
Muhammad Iqbal lahir pada tanggal
22 Pebruari 1873 di Sialkot, Punjab dari keluarga yang nenek moyangnya berasal
dari lembah Kashmir. Setelah menamatkan sekolah dasar di kampung kelahirannya
pada tahun 1895 ia segera melanjutkan pelajarannya di Lahore. Ia telah mendapat
binaan dan gemblengan dengan jiwa muda yang berhati baja oleh Maulana Mir
Hasan, seorang ulama militan yang kawakan, teman ayahnya.
Iqbal telah pula memberanikan diri
mendeklamasikan sajaknya tentang Himalaya di hadapan para anggota
terkemuka organisai sastra di Lahore. Nama Iqbal semakin mencuat dan menjadi
terus bertambah populer di seluruh tanah air, setelah sajaknya dimuat dalam
majalah Maehan.
Seorang orientalis kenamaan Sir
Thomas W. Arnold yang memiliki pandangan yang lain terhadap Islam adalah
termasuk pula furunya. Ia melihat akan kecerdasan Iqbal dan mneyarankan agar
Iqbal sudi melanjutkan studinya ke Eropa. Saran tersebut dilaksanakan sehingga
pada tahun 1905 Iqbal melanjutkan studinya di Fakultas Hukum Universitas
Cambridge Inggris hingga kemudian memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu
tersebut.
Tertarik akan ilmu filsafat, ia juga
sempat mengenyam tingkat doktoral dalam filsafat modern pada Universitas Munich
di Jerman. Keberadaannya di negeri Barat, dimanfaatkan untuk menyelami
watak-watak dan sikap bangsa Barat. Ia berkesimpulan bahwa timbulnya kesulitan,
perebutan, keributan dan pertentangan di dunia ini lantaran sifat-sifat
individualisme dan egoisme yang bersemayam pada diri mereka serta paham
nasionalisme yang sempit. Ia telah menyaksikan bahwa dalam kebudayaan Barat,
citra susila telah digantikan dengan paham serba guna ( utilitarisme )
dalam bentuk kasar sehingga menjelma menjadi komersialisme dengan segala
akibat-akibatnya. Namun Iqbal juga mengagumi sikap dinamik bangsa Barat yang
tidak kenal malas.
B.
Filsafat
Iqbal
Di antara pemikiran-pemikiran
Iqbal yang menarik adalah tentang pentingnya arti dinamika dalam hidup. Tujuan
akhir setiap manusia ialah hidup, keagungan, kekuatan dan kegairahan. Semua
kemampuan manusia harus berada di bawah tujuan ini, dan nilai segalanya harus
ditentukan sesuai dengan kecakapan hidup yang dihasilkannya. Mutu seni yang
tinggi ialah yang dapat menggunakan kemajuan yang sedang tidur mendorong kita
menghadapi cobaan-cobaan manusiawi. Segala yang membawa pengaruh hidup,
kelesuan yang membawa kita menutup mata terhadap kenyataan di sekeliling kita,
yang karena itu saja hidup bergantung, maka itu adalah suatu ajakan yang akan
menjerumuskan orang ke dalam kehancuran dan maut.
Iqbal sangat menentang keras sikap
lamban, lemah dan beku yang dipandangnya sebagai penghambat kemajuan dan
kelajuan. Ia sangat menentang pengertian takdir yang telah menjadi salah
kaprah, seakan-akan sebagai bahan yang sudah terjadi. Untuk menjadi maju
manusia harus berjuang dengan gigih, berikhtiar memerangi alam sekitar serta
keadaan. Tahun 1927 Iqbal kembali berpolitik dan menjadi anggota Dewan
Legislatif Punyab, setelah satu dasawarsa ia pernah main politik ketika
bertekun diri mengembangkan falsafahnya yang kemudian muncul dalam karya-karya
besarnya. Dalam majelis itu ia banyak menyumbangkan pikiran yang amat berharga.
Dalam Liga Muslimin itu ia berkenalan dengan Quaid-i Azam Ali Jinnah, pencetus
gagasan didirikannya negara Pakistan. Dalam tahun 1930 ia menyampaikan
pendapatnya di depan Panitia Simon. Dalam tahun itu juga ia ditunjuk sebagai
ketua sidang tahunan Muslim Leaque. Sebagai seorang ketua, dalam pidato di
hadapan Muslim Leaque di Allahabad, Iqbal mengemukakan rencaanya dalam mencari
penyelesaian jalan buntu politik di anak benua India. Dengan mensitir pendapat
Renan, Iqbal mengemukakan bahwa manusia tidak dapat diperbudak baik oleh ras,
agama, batas-batas sungai atau oleh barisan gunung-gunung. Sekelompok besar
manusia, yang memiliki pikiran sehat dengan hati yang penuh semangat, dapat
saja membentuk kesadaran moral yang biasa disebut bangsa.
Dalam pidatonya itu, Iqbal
jauh-jauh sudah membayangkan perlunya umat Islam India dengan alasan-alasan
yang cukup logis mennetukan nasibnya sendiri. Oleh karena itu, tuntutan umat
Islam akan membentuk India Islam dalam wialyah India, sunguh merupakan tuntutan
yang adil dan masuk akal. Iqbal mengemukakan pula :
“Saya ingin sekali Punjab,
Morth-West Frontier Province, Sind dan Buluchistan tergabung dalam sebuah
negara. Pemerintahan sendiri ini di dalam kerjaaan British atau di luar
kerajaan British pembentukan Negara Islam di Barat Laut India yang dikonsolidir
tampak pada saya sebagai suatu tujuan terakhir umat Islam, sekurang-kurangnya
di Barat Laut India”.
Sekalipun Iqbal ahli dalam bidang
politik, menguasai seluk-beluknya, tetapi bukanlah ia seorang politikus, dan
akan lebih tepat bila dikatakan ahli pikir politik. “Iqbal was not
politician. Indeed, he has confessed his inability to be one. His mind was
incapable of the intrigues, trickeries and machinations, which constitute the
mental and moral equipment of the common run of politicians”.
Iqbal adalah seorang ahli pikir
politik kaliber besar yang sumbangan dan perjuangannya merupakan modal pokok
terbentuknya Negera Republik Islam Pakistan di Barat Laut India seperti yang
pernah dibayangkan oleh Iqbal atau seperti pada suratnya kepada Muhammad Ali
Jinnah tahun 1937, yang akhirnya menjadi Presiden pertama Pakistan berisi : .......
In these circumstances it is obvious that the only way to a peace ful India is
redistribution with its idea of single India federation is completely Hopeless.
A separate federation of Molem provice, reformed on the lines I have suggested
above, it the only course by which we can secure a peaceful India and save
Moslem from the domination of non-Moslems.
Disamping ahli pikir politik,
Iqbal juga ahli pendidikan dan pengacara yang dijabatnya sejak 1908 sampai
1937. Tujuannya hanya sekedar menarik hidup. Sebagai seorang pengacara yang
jujur dan ramah. Ia tidak pernah menerima suatu perkara kalau ia sudah yakin
bahwa perkara itu tidak akan dapat dibelanya.
Selama beberapa tahun terjun dalam
Departemen Pendidikan Punjab, ia memberi mata kuliah sastra Inggris dan Arab
serta filsafat. Pernah pula ia selama beberapa tahun menjabat Dekan Fakultas
Orient Studies dan ketua Departemen Studi-studi Filsafat. Ia juga aktif
berkecimpung dalam Islamic College di Lahore. Selama sidang-sidang Konperensi
Meja Bundar ia bekerja dalam berbagai kepanitiaan yang berhubungan dengan
perbaikan-perbaikan pendidikan di India.
Dalam perjalanan ke India Selatan
tahun 1928, ia diminta memberikan ceramah-ceramah di Madras, Hyderabad dan
Aligarh yang kemudian diterbitkan oleh Oxford University Press dengan judul The
Reconstruction of Religious Thought in Islam. Dalam buku ini banyak
ditemukan amanat spiritual Iqbal yang disampaikan pada zamannya. Bahkan pada
waktu buku tersebut terbit, telah menarik perhatian dunia, utamanya dari
kalangan kaum sarjana seperti Sir Dennison Ross dan Lord Lothian. Dalam
mukadimah The Metaphysics of Iqbal yang ditulis oleh Dr. Ishrat Hasan
Enver menyebutkan bahwa saya banyak mencurahkan perhatian pada tulisan-tulisan
filosofinya, terutama ceramah-ceramahnya yang tersusund alam The
Reconstruction of Religious Thought in Islam.
Iqbal ikut pula menjadi team perumus
undang-undang dasar untuk anak benua India, dalam Konperensi Meja Bundar di
London yang berlangsung tahun 1931 – 1932. dalam kunjungannya ke Eropa itu,
maka beberapa negara seperti Perancis, Italia dan Spanyol ikut mengundagnnya.
Di Paris sempat pula ia menemui Henri Bergson, seorang filosuf Perancis
terkenal. Dalam perjalanan pulang, ia singgah di Spanyol sambil melihat-lihat
peninggalan Islam di samping memberikan serangkaian ceramah di Madrid dan
Universitas Roma tentang kesenian Islam. Tetapi sayang, azam itu tidak sampai
terlaksana terkecuali Mesir yang sempat dikunjunginya, sehingga ia sempat
memberikan ceramah di gedung Pemuda Islam di Kairo.
Pengalamannya yang cukup luas
selama di Eropa serta pemahamannya yang cukup mendalam tentang Al-Qur'an, telah
mendorong dirinya untuk menyusun buku The Reconstruction of Moslem
Jurisprudence, di samping dikandung maksud hendak menulis buku the Book
of A Forgotten Prophet dalam bentuk puisi bahasa Inggris, akan tetapi
keinginan itu pun belum sampai terlaksana.
Sebagian besar karya Iqbal telah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Jerman, Perancis, Inggris, Arab,
Rusia dan Italia dan lain-lain. Sedang Iqbal sendiri menguasai beberapa bahasa,
selain bahasa Urdu dan Persia, juga bahsa Inggris, Perancis dengan baik, di
samping bahasa Arab dan Sansekerta.
Pengaruh Iqbal yang sedemikian
besar baik sebagai penyair maupun filosuf, namanya diabadikan guna memberi nama
beberapa lembaga di Jerman, Italia dan negara-negara lainnya.
Sebuah universitas tertua di Jepang,
sempat pula dalam tahun 1922 menganugerahi gelar Sir. Universitas Tokyo dan
beberapa waktu berselang menganugerahkan gelar Doktor anumerta di bidang
sastra, yang pertama kalinya dilakukan oleh Universitas Tokyo.
Dalam penderitaan sakit yang
begitu lama, Iqbal juga berpesan melalui syairnya :
Kukatakan padamu tanda seorang Mukmin
Bila maut datang, akan merekah senyum di bibir
Setengah jam sebelum menghembuskan
napas yang terakhir, ia masih sempat membisikkan sajaknya yang terkenal :
Melodi perpisahan boleh menggema atau tidak
Bunyi nafiri boleh bertiup lagi dari Hijaz atau tidak
Saat si Fakir telah sampai ke batas terakhir
Pujangga lain boleh datang atau tidak
Kata terakhir sekali ketika itu
yang terucapkan oleh Iqbal ialah Allah. Ketika itulah, fajar 21 April
1938 menjelang terbit menyinari kota Lahore, dunia kehilangan seorang pujangga
besar.
Jenazah Muhammad Iqbal dimakamkan
dekat pintu gerbang Masjid Shahi di Lahore Pakistan, dengan ucapan yang luar
biasa besarnya, di tengah-tengah ribuan para pengantar.
Ia meninggal dengan dengan banyak
meninggalkan kesan dan pesan, yang dapat dipelajari dan direnungkan oleh
generasi kemudian. Meskipun kembali ke liang lahat, namanya sudah terlanjur
terpahat dalam hati umat, khususnya dunia sastra.
Ali Jinnah pernah berkata :
“Pandangan-pandangan Iqbal sesuai dengan saya dan pada akhirnya
membawa saya dalam kesimpulan yang sama, sebagai hasil pengkajian dan
penelitian hati-hati tentang masalah-masalah konstitusional yang dihadapi India
menjelmakan pernyataan keinginan bersama kaum Muslimin India yang akhirnya
berwujud Revolusi Pakistan”.
Dua tahun sesudah wafatnya,
diterimalah apa yang disebut Revolusi Pakistan. Iqbal tak sempat menyaksikan
kelahiran Republik Islam Pakistan. Memang, pencetus ide atau gagasan, tidak semua
bisa menikmati, menyaksikan hasil karyanya. Tetapi namanya akan tetap abadi,
bersemayam dihati sang pemujanya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. A.
Mustofa, Filsafat Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1997.
0 komentar:
Posting Komentar