Pages

Rabu, 15 Februari 2012

biografi muhammad iqbal



PEMBAHASAN

A.    Historiografi

Muhammad Iqbal lahir pada tanggal 22 Pebruari 1873 di Sialkot, Punjab dari keluarga yang nenek moyangnya berasal dari lembah Kashmir. Setelah menamatkan sekolah dasar di kampung kelahirannya pada tahun 1895 ia segera melanjutkan pelajarannya di Lahore. Ia telah mendapat binaan dan gemblengan dengan jiwa muda yang berhati baja oleh Maulana Mir Hasan, seorang ulama militan yang kawakan, teman ayahnya.
Iqbal telah pula memberanikan diri mendeklamasikan sajaknya tentang Himalaya di hadapan para anggota terkemuka organisai sastra di Lahore. Nama Iqbal semakin mencuat dan menjadi terus bertambah populer di seluruh tanah air, setelah sajaknya dimuat dalam majalah Maehan.
Seorang orientalis kenamaan Sir Thomas W. Arnold yang memiliki pandangan yang lain terhadap Islam adalah termasuk pula furunya. Ia melihat akan kecerdasan Iqbal dan mneyarankan agar Iqbal sudi melanjutkan studinya ke Eropa. Saran tersebut dilaksanakan sehingga pada tahun 1905 Iqbal melanjutkan studinya di Fakultas Hukum Universitas Cambridge Inggris hingga kemudian memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu tersebut.
Tertarik akan ilmu filsafat, ia juga sempat mengenyam tingkat doktoral dalam filsafat modern pada Universitas Munich di Jerman. Keberadaannya di negeri Barat, dimanfaatkan untuk menyelami watak-watak dan sikap bangsa Barat. Ia berkesimpulan bahwa timbulnya kesulitan, perebutan, keributan dan pertentangan di dunia ini lantaran sifat-sifat individualisme dan egoisme yang bersemayam pada diri mereka serta paham nasionalisme yang sempit. Ia telah menyaksikan bahwa dalam kebudayaan Barat, citra susila telah digantikan dengan paham serba guna ( utilitarisme ) dalam bentuk kasar sehingga menjelma menjadi komersialisme dengan segala akibat-akibatnya. Namun Iqbal juga mengagumi sikap dinamik bangsa Barat yang tidak kenal malas.

B.     Filsafat Iqbal
Di antara pemikiran-pemikiran Iqbal yang menarik adalah tentang pentingnya arti dinamika dalam hidup. Tujuan akhir setiap manusia ialah hidup, keagungan, kekuatan dan kegairahan. Semua kemampuan manusia harus berada di bawah tujuan ini, dan nilai segalanya harus ditentukan sesuai dengan kecakapan hidup yang dihasilkannya. Mutu seni yang tinggi ialah yang dapat menggunakan kemajuan yang sedang tidur mendorong kita menghadapi cobaan-cobaan manusiawi. Segala yang membawa pengaruh hidup, kelesuan yang membawa kita menutup mata terhadap kenyataan di sekeliling kita, yang karena itu saja hidup bergantung, maka itu adalah suatu ajakan yang akan menjerumuskan orang ke dalam kehancuran dan maut.
Iqbal sangat menentang keras sikap lamban, lemah dan beku yang dipandangnya sebagai penghambat kemajuan dan kelajuan. Ia sangat menentang pengertian takdir yang telah menjadi salah kaprah, seakan-akan sebagai bahan yang sudah terjadi. Untuk menjadi maju manusia harus berjuang dengan gigih, berikhtiar memerangi alam sekitar serta keadaan. Tahun 1927 Iqbal kembali berpolitik dan menjadi anggota Dewan Legislatif Punyab, setelah satu dasawarsa ia pernah main politik ketika bertekun diri mengembangkan falsafahnya yang kemudian muncul dalam karya-karya besarnya. Dalam majelis itu ia banyak menyumbangkan pikiran yang amat berharga. Dalam Liga Muslimin itu ia berkenalan dengan Quaid-i Azam Ali Jinnah, pencetus gagasan didirikannya negara Pakistan. Dalam tahun 1930 ia menyampaikan pendapatnya di depan Panitia Simon. Dalam tahun itu juga ia ditunjuk sebagai ketua sidang tahunan Muslim Leaque. Sebagai seorang ketua, dalam pidato di hadapan Muslim Leaque di Allahabad, Iqbal mengemukakan rencaanya dalam mencari penyelesaian jalan buntu politik di anak benua India. Dengan mensitir pendapat Renan, Iqbal mengemukakan bahwa manusia tidak dapat diperbudak baik oleh ras, agama, batas-batas sungai atau oleh barisan gunung-gunung. Sekelompok besar manusia, yang memiliki pikiran sehat dengan hati yang penuh semangat, dapat saja membentuk kesadaran moral yang biasa disebut bangsa.
Dalam pidatonya itu, Iqbal jauh-jauh sudah membayangkan perlunya umat Islam India dengan alasan-alasan yang cukup logis mennetukan nasibnya sendiri. Oleh karena itu, tuntutan umat Islam akan membentuk India Islam dalam wialyah India, sunguh merupakan tuntutan yang adil dan masuk akal. Iqbal mengemukakan pula :
“Saya ingin sekali Punjab, Morth-West Frontier Province, Sind dan Buluchistan tergabung dalam sebuah negara. Pemerintahan sendiri ini di dalam kerjaaan British atau di luar kerajaan British pembentukan Negara Islam di Barat Laut India yang dikonsolidir tampak pada saya sebagai suatu tujuan terakhir umat Islam, sekurang-kurangnya di Barat Laut India”.
Sekalipun Iqbal ahli dalam bidang politik, menguasai seluk-beluknya, tetapi bukanlah ia seorang politikus, dan akan lebih tepat bila dikatakan ahli pikir politik. “Iqbal was not politician. Indeed, he has confessed his inability to be one. His mind was incapable of the intrigues, trickeries and machinations, which constitute the mental and moral equipment of the common run of politicians”.
Iqbal adalah seorang ahli pikir politik kaliber besar yang sumbangan dan perjuangannya merupakan modal pokok terbentuknya Negera Republik Islam Pakistan di Barat Laut India seperti yang pernah dibayangkan oleh Iqbal atau seperti pada suratnya kepada Muhammad Ali Jinnah tahun 1937, yang akhirnya menjadi Presiden pertama Pakistan berisi : ....... In these circumstances it is obvious that the only way to a peace ful India is redistribution with its idea of single India federation is completely Hopeless. A separate federation of Molem provice, reformed on the lines I have suggested above, it the only course by which we can secure a peaceful India and save Moslem from the domination of non-Moslems.
Disamping ahli pikir politik, Iqbal juga ahli pendidikan dan pengacara yang dijabatnya sejak 1908 sampai 1937. Tujuannya hanya sekedar menarik hidup. Sebagai seorang pengacara yang jujur dan ramah. Ia tidak pernah menerima suatu perkara kalau ia sudah yakin bahwa perkara itu tidak akan dapat dibelanya.
Selama beberapa tahun terjun dalam Departemen Pendidikan Punjab, ia memberi mata kuliah sastra Inggris dan Arab serta filsafat. Pernah pula ia selama beberapa tahun menjabat Dekan Fakultas Orient Studies dan ketua Departemen Studi-studi Filsafat. Ia juga aktif berkecimpung dalam Islamic College di Lahore. Selama sidang-sidang Konperensi Meja Bundar ia bekerja dalam berbagai kepanitiaan yang berhubungan dengan perbaikan-perbaikan pendidikan di India.
Dalam perjalanan ke India Selatan tahun 1928, ia diminta memberikan ceramah-ceramah di Madras, Hyderabad dan Aligarh yang kemudian diterbitkan oleh Oxford University Press dengan judul The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Dalam buku ini banyak ditemukan amanat spiritual Iqbal yang disampaikan pada zamannya. Bahkan pada waktu buku tersebut terbit, telah menarik perhatian dunia, utamanya dari kalangan kaum sarjana seperti Sir Dennison Ross dan Lord Lothian. Dalam mukadimah The Metaphysics of Iqbal yang ditulis oleh Dr. Ishrat Hasan Enver menyebutkan bahwa saya banyak mencurahkan perhatian pada tulisan-tulisan filosofinya, terutama ceramah-ceramahnya yang tersusund alam The Reconstruction of Religious Thought in Islam.
Iqbal ikut pula menjadi team perumus undang-undang dasar untuk anak benua India, dalam Konperensi Meja Bundar di London yang berlangsung tahun 1931 – 1932. dalam kunjungannya ke Eropa itu, maka beberapa negara seperti Perancis, Italia dan Spanyol ikut mengundagnnya. Di Paris sempat pula ia menemui Henri Bergson, seorang filosuf Perancis terkenal. Dalam perjalanan pulang, ia singgah di Spanyol sambil melihat-lihat peninggalan Islam di samping memberikan serangkaian ceramah di Madrid dan Universitas Roma tentang kesenian Islam. Tetapi sayang, azam itu tidak sampai terlaksana terkecuali Mesir yang sempat dikunjunginya, sehingga ia sempat memberikan ceramah di gedung Pemuda Islam di Kairo.
Pengalamannya yang cukup luas selama di Eropa serta pemahamannya yang cukup mendalam tentang Al-Qur'an, telah mendorong dirinya untuk menyusun buku The Reconstruction of Moslem Jurisprudence, di samping dikandung maksud hendak menulis buku the Book of A Forgotten Prophet dalam bentuk puisi bahasa Inggris, akan tetapi keinginan itu pun belum sampai terlaksana.
Sebagian besar karya Iqbal telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Jerman, Perancis, Inggris, Arab, Rusia dan Italia dan lain-lain. Sedang Iqbal sendiri menguasai beberapa bahasa, selain bahasa Urdu dan Persia, juga bahsa Inggris, Perancis dengan baik, di samping bahasa Arab dan Sansekerta.
Pengaruh Iqbal yang sedemikian besar baik sebagai penyair maupun filosuf, namanya diabadikan guna memberi nama beberapa lembaga di Jerman, Italia dan negara-negara lainnya.
Sebuah universitas tertua di Jepang, sempat pula dalam tahun 1922 menganugerahi gelar Sir. Universitas Tokyo dan beberapa waktu berselang menganugerahkan gelar Doktor anumerta di bidang sastra, yang pertama kalinya dilakukan oleh Universitas Tokyo.
Dalam penderitaan sakit yang begitu lama, Iqbal juga berpesan melalui syairnya :
Kukatakan padamu tanda seorang Mukmin
Bila maut datang, akan merekah senyum di bibir
Setengah jam sebelum menghembuskan napas yang terakhir, ia masih sempat membisikkan sajaknya yang terkenal :
Melodi perpisahan boleh menggema atau tidak
Bunyi nafiri boleh bertiup lagi dari Hijaz atau tidak
Saat si Fakir telah sampai ke batas terakhir
Pujangga lain boleh datang atau tidak
Kata terakhir sekali ketika itu yang terucapkan oleh Iqbal ialah Allah. Ketika itulah, fajar 21 April 1938 menjelang terbit menyinari kota Lahore, dunia kehilangan seorang pujangga besar.
Jenazah Muhammad Iqbal dimakamkan dekat pintu gerbang Masjid Shahi di Lahore Pakistan, dengan ucapan yang luar biasa besarnya, di tengah-tengah ribuan para pengantar.
Ia meninggal dengan dengan banyak meninggalkan kesan dan pesan, yang dapat dipelajari dan direnungkan oleh generasi kemudian. Meskipun kembali ke liang lahat, namanya sudah terlanjur terpahat dalam hati umat, khususnya dunia sastra.
Ali Jinnah pernah berkata :
“Pandangan-pandangan Iqbal sesuai dengan saya dan pada akhirnya membawa saya dalam kesimpulan yang sama, sebagai hasil pengkajian dan penelitian hati-hati tentang masalah-masalah konstitusional yang dihadapi India menjelmakan pernyataan keinginan bersama kaum Muslimin India yang akhirnya berwujud Revolusi Pakistan”.
Dua tahun sesudah wafatnya, diterimalah apa yang disebut Revolusi Pakistan. Iqbal tak sempat menyaksikan kelahiran Republik Islam Pakistan. Memang, pencetus ide atau gagasan, tidak semua bisa menikmati, menyaksikan hasil karyanya. Tetapi namanya akan tetap abadi, bersemayam dihati sang pemujanya.

DAFTAR  PUSTAKA


Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1997.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers