BIOGRAFI AHMAD BIN HAMBAL
1.
Biografi
Ahmad bin Hambal
Nama lengkap imam besar ini ialah
Ahmad bin Hambal bin Hilal bin Usd bin Idris bin Abdullah bin Usd bin Idris bin
Abdullah bin Hayyan ibn Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasit bin Mazin bin
Syaiban. Panggilan sehari-hari, Abu Abdullah.
Ahmad lahir di Baghdad Irak tahun 164
H / 780 M. Ayahnya mnejabat sebagai Walikota Sarkhas dan pendukung pemerintahan
Abbasiyah. Sejak kecil, Al-Imam Al-Faqih Al-Muhaddis ini sudah kelihatan
cerdas. Ia mulai belajar hadits pada usia 16 tahun.
Ahmad bin Hambal wafat pada tahun 241
H / 855 M. Jasadnya dikuburkan di pemakaman Bab Harb. Harb yang nama sebenarnya
Harb bin Abdullah adalah salah seorang sahabat Abu Ja’far Al-mansur
2.
Guru-Guru
Ahmad bin Hambal
Tahun 183 H, ia berangkat ke Kufah.
Tahun 186 H ke Basrah, kemudian ke Makkah tahun 197 H. Negara-negara dan
kota-kota lain yang pernah disinggahinya adalah Syam ( Siria ), Yaman, Maroko,
AlJazair, Persia, Khurasan dan lain-lain. Semuanya dilakukan dalam rangka
menuntut ilmu. Guru-gurunya antara lain :
a.
Sufyan bin
Uyaynah
b.
Ibrahim
bin Sa’ad
c.
Yahya bin
Sa’id Al-Qattan
d.
Husyaim
bin Basyir
e.
Mu’tamar
bin Sulaiman
f.
Ismail bin
Aliyah
g.
Waqf bin
Al-Jarrah
h.
Abd
Al-Rahman Al-Mahdi
i.
Imam
Al-Syafi’i.
Guru yang disebut terakhir inilah
yang berperan besar galam pembentukan keilmuan Ahmad bin Hambal. Ia selalu
mengikuti kuliah-kuliah Al-Syafi’i dalam kajian fiqh dan ushul fiqh sejak tahun
195 H sampai tahun 197 H, baik waktu Al-Syafi’i di Baghdad maupun dalam
perjalanannya.
3.
Murid-Murid
Ahmad bin Hambal
Diantara sekian banyak orang yang
belajar pada Ahmad bin Hambal adalah Abdullah bin Ahmad, putranya sendiri :
a.
Abdullah
bin Sa’id Al-Wahsyi
b.
Ahmad bin
Al-Hasan Al-Tirmidzi
c.
Ahmad bin
Saleh Al-Misri
d.
Hasan bin
Sabah Al-Wasiti
e.
Abd
Al-Wahhab bin Abd Al-Hakam Al-Warag
f.
Ishaq bin
Hambal
g.
Ishaq bin
Ibrahim Al-Baghwi
h.
Abu Dawud
Al-Marwazi
i.
Muhammad
bin Isma’il Al-Tirmidzi
j.
Al-Hasan
bin Al-Iskafi
k.
Al-Hasan
bin Muhammad Al-Anmati.
4.
Karya-Karya
Ahmad bin Hambal
Sebenarnya Ahmad bin Hambal tidak
banyak menulis pikiran-pikirannya. Orang yang berperan besar dalam menulis
pemikirannya adalah para muridnya, terutama anaknya sendiri, Abdullah. Berbagai
pikiran, fatwa maupun pendapat sang guru dikumpulkan dengan baik.
Diantara kumpulan fatwa Ahmad bin
Hambal antara lain ditulis dalam hukum yang diberi judul Musnad. Buku
ini memuat 30.000 hadits Nabi SAW. Bab-babnya ditulis berdasarkan nama sabahat
Nabi SAW. Mengenai karya ini, Ahmad mengatakan kepada anaknya : “Peliharalah
kitab ini baik-baik, kelak ia akan menjadi panduan orang”.
Menurut Hambal bin Ishaq, kitab ini
dia tulis bersama-sama Saleh dan Abdullah. Setelah itu Ahmad bin Hambal
membacakannya kepada kami bertiga dan tidak ada orang lain.
Ahmad bin Hambal ketika itu
mengatakan : “Isi kitab ini aku pilih dari 750.000 Hadits. Apabila ada
perbedaan pendapat dikalangan kaum muslimin, mereka diharapkan dapat kembali
kepada kitab ini, lalu mereka ambil. Diluar itu tidak dapat dijadikan hujjah
( argumen )”.
Abdullah sendiri mengumpulkan
hadits-hadits tersebut pada waktu masih kuliah kepada ayahnya. Kitab musnad ini
telah dicetak sejak tahun 1311 H di Kairo dalam 6 jilid.
Karangan Ahmad bin Hambal yang lain
adalah :
- Kitab Al-Tafsir, didalamnya terhimpun 120.000 hadits.
- Kitab Al-Salat, dicetak tahun 1323 H oleh Al-Khanji.
- Al-Radd ala Al-Zanadiqa
- Al-Radd ala Al-Jahmiyah
- Fada’il Al-Sahabat.
- Al-Manasik Al-Kabir.
- Al-Manasik Al-Saghir
- Al-Sunan.
Kitab yang terakhir ini
mengetengahkan prinsip-prinsip akidah Ahmad bin Hambal. Sementara itu, beberapa
tulisan yang memuat pikiran-pikiran yang dihimpun oleh para muridnya angata
lain :
a.
Masail
Hambal
b.
Masa’il
Dawud
Keduanya dicetak pada tahun 1353 H oleh percetakan
Al-Manar.
5.
Wafatnya
Ahmad bin Hambal
Ahmad bin Hambal wafat pada tahun 241
H / 855 M. jasadnya dikubur di pemakaman Bab Harb. Harb yang nama sebenarnya
Harb bin Abdullah adalah salah seorang sahabat Abu Ja’far Al-Mansur. Pemakaman
yang sampai saat ini masih dikunjungi para peziarah ini sekarang dikenal dengan
nama Al-Harbiyah.
Masyarakat yang ikut mengantar
jenazah imam besar ini diperkirakan mencapai 800.000-an satu jumlah yang cukup
besar ketika itu. Ini memperlihatkan betapa Ahmad bin Hambal sangat dicintai
masyarakatnya.
6.
Setting
Sosial Politik Pada Masa Ahmad bin Hambal
Ketika aliran Mu’tazliah menguasai
pemerintahan Ma’mun bin Harun Al-Rasyid, tahun 198 H, para pengikut aliran ini
mengajukan tuntutan kepada pemerintah agar memaksa para pengikut Ahlusunnah
menerima ideologi mereka.
Pada waktu itu kepemimpinan
Mu’tazliah Baghdad dipegang oleh Qadi Al-Qudah Ahmad bin Dawud. Karena
persamaan ideologi, tikoh ini sangat dekat dengan Khalifah Ma’mun.
Ahmad Dawud mendesak Ma’mun agar
ajaran Mu’tazilah tentang kemakhlukan Al-Qur'an dapat dipaksakan kepada
seluruh rakyatnya. Kebijakan ini mendapat reaksi keras dari para ahli fiqh
aliran Ahlusunnah.
Apa yang dilakukan oleh Ahmad bin
Dawud ini sebenarnya merupakan fitnah, satu upaya yang sia-sia dan tidak
bermanfaat bagi kepentingan agama maupun negara.
Perdebatan mengenai persoalan ini
adalah sia-sia. Tokoh utama yang menentang secara vokal terhadap kebijakan
tersebut adalah Ahmad bin Hambal. Ma’mun mendapat informasi mengenai sikap dan
pendirian Ibnu Hambal ini.
Lalu ia segera meminta agar Ahmad
didatangkan ke Tarsus, kediaman Ma’mun saat itu. Ahmad bin Hambal pun datang
dengan tangan dan kaki yang diikat rantai. Tetapi kematian menjemput Ma’mun
terlebih dahulu, sebelum Ibnu Hambal sampai. Maka Ahmad bin Hambal pun
dikembalikan ke Baghdad untuk dipenjara di sana.
Mu’tasim yang menggantikan Ma’mun
tahun 218 H, masih melanjutkan kebijakan pendahuluannya. Ia pun melakukan
praktek-praktek intimidasi dan penyiksaan secara kejam termasuk terhadap Ahmad
bin Hmbal untuk memaksanya mengakui paham kemakhlukan Al-Qur'an diatas.
Tetapi penyiksaan ini tidak mampu
menyurutkan dan merubah pendirian sang imam. Bahkan semakin keras penyiksaan
itu dikenakan terhadapnya, maka semakin kuat pula pendiriannya.
Upaya-upaya memaksa Ahmad bin Hambal
tidak hanya dilakukan dengan cara kekerasan, melainkan juga dengan rayuan dan
bujukan. Namun begitu, sang imam tetap tidak bergeming sedikitpun.
Tahun 277 H, Mu’tasim digantikan oleh
Al-Wasiq. Kebijakan politik penguasa ini terhadap Ahmad menunjukkan ada
perubahan. Ia lebih lunak daripada dua pendahulunya. Tuntutan Al-Wasiq terhadap
Ahmad bin Hmbal hanya agar ia tidak terlalu vokal. Keadaan ini berlangsung
sampai ia digantikan oleh Mutawakkil, tahun 232 H.
Khalifah baru ini bukan pendukung
ideologi Mu’tazilah, tetapi sebaliknya. Dengan kekuasaan ditangannya, ia bukan
saja membela paham Ahlusunnah, melainkan juga membasmi para pengikut Mu’tazilah.
Sejak saat itu Ahmad bin Hambal menjadi teman dekat dan penasehat Khalifah.
Walaupun begitu, ia tetap saja
sederhana dan dapat menjaga diri. Pemberian
Mutawakkil kepada keluarganya dihindari, lebih-lebih untuk dirinya
sendiri.
Dengan demikian, Mihnah yang
telah berlangsung sejak 218 H sampai 233 H, berakhir sudah. Ujian berat ini
ternyata melahirkan emas yang sangat berharga, cemerlang dang bernilai tinggi.
Ia adalah Ahmad bin Hambal, simbol tokoh yang teguh dalam mempertahankan
prinsip dan kebenaran yang diyakininya. Ia ikhlas, sabar dan jujur.
0 komentar:
Posting Komentar