A. Riwayat Hidup Dzun Nun Al-Mishri
Dzun Nun Al-Mishri adalah nama
julukan bagi seorang sufi yang tinggi, disekitar pertengahan abad ketiga
hijriyah. Nama lengkapnya Abu Al-Fardh Yazuban bin Ibrahim. Beliau dilahirkan
di kota Akhmim ( kawasan kota Mesir hulu
). Ia dilahirkan pada tahun 180 H / 796 M dan wafat pada tahun 246 H / 846 M.1)
Namun Tatfazani menuliskan bahwa tahun kelahirannya adalah 155 H / 770 M
sedangkan tempat meninggalnya adalah Mesir pada tahun 245 H / 860 M.2)
Dalam perjalanan hidupnya Al-Mishri
selalu berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Diantaranya berbagai
daerah di Mesir. Bait Al-Maqdis Baghdad, Mekkah, Hijaz, Syina, Pegunungan
Libanon, Anthokiah dan Lembah Kan’an. Ia hidup pada masa munculnya sejumlah
ulama terkemukan dalam bidang ilmu fiqh, hadits dan guru sufi sehingga ia dapat
berhubungan dan mengambil pelajaran dari mereka.
Al-Mishri adalah orang pertama yang
memberi tafsiran terhadap isyarat-isyarat tasawuf. Ia pula merupakan orang
pertama di Mesir yang berbicara tentang ahwal dan maqomat para wali dan orang
yang pertama memberi definisi tauhid dengan pengertian yang bercorak sufistik.
Ia mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan demikian tasawuf dan juga
disebut sebagai salah seorang peletak dasar-dasar tasawuf.
Al-Mishri hidup pada masa awal
pertumbuhan ilmu tasawuf ia pernah dipanggil menghadap kholifah Al-Mutawakil
karena adanya gelombang protes yang disertai dengan tuduhan zindiq. Tetapi ia
dibebaskan dan dipulangkan ke Mesir dengan penuh penghormatan. Kedudukannya
sebagai wali diakui secara umum tatkala ia meninggalkan dunia yang fana ini.3)
Tujuan tasawuf Dzun Nun Al-Mishri
ialah benci akan kemegahan dunia dan berjalan dalam garis yang ditentukan dalam
kitab Allah dan Sunnaturrasul, takut akan berpaling mengikuti nafsu syahwat.4)
B. Ajaran-Ajaran Tasawuf Dzun Nun Al-Mishri
- Demikian Dzun Nun Al-Mishri tentang ma’rifah
Al-Mishri merupakan pelopor paham
ma’rifat. Beliau berhasil memperkenalkan corak baru tentang ma’rifat dalam
bidang sufisme Islam.
Pertama, ia membedakan antara ma'rifat sufiah dan
aqliyah. Ma'rifat yang pertama menggunakan pendekatan gaib yang biasa digunakan
pada sufi, sedangkan ma'rifat yang kedua menggunakan pendekatan akal yang biasa
digunakan para teolog.
Kedua, menurut Al-Mishri, ma'rifat sebenarnya adalah
musyahadah qalbiyah ( penyaksian hati ).
Ketiga, teori-teorinya ini kemudian dianggap sebagai
jembatan menuju teori-teori Wahdat Asy-Syuhud dan ijtihad.
Pandangan-pandangan Al-Mishri tentang
ma'rifat :
1.
Sesungguhnya
ma'rifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan Tuhan sebagiamana yang
dipercaya orang-orang mukmin, bukan pula ilmu-ilmu Burhan dan Nazhar miliki
para hakim, mutakalimin dan ahli balaqhah, tetapi ma'rifat terhadap keesaan
Tuhan yang khusus dimiliki para wali Allah.
2.
Ma'rifat
yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya ma'rifat yang
murni seperti matahari tidak dapat dilihat kecuali dengan cahayanya.5)
Ma'rifat beliau dibagi menjadi 3
macam :
1.
Ma'rifat
mu’minin biasanya mengenai Tuhan karena memang demikian ajaran yang
diterimanya.
2.
Ma'rifat
Abu Mutakalimin dan Hukam mencari Tuhan dengan akalnya, maka dengan akallah
mereka dapat menyatakan adanya Tuhan, tetapi belum tentu dapat dirasainya atau
lezatnya.
3.
Ma'rifat
Muqaizbin mencari Tuhan dengan berpedoman kepada cinta yang dikaruniakan Tuhan
kepada-Nya.6)
- Dzun Nun Al-Mishri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga, yaitu :
1.
Pengetahuan
Awam
Yaitu pengetahuan bahwa Tuhan itu satu dengan
perantaraan ucapan.
2.
Pengetahuan
Ulama
Yaitu pengetahuan bawha Tuhan itu Esa, menurut logika
akal.
3.
Pengetahuan
Shufi
Yaitu pengetahuan bahwa Tuhan itu Esa dengan perantaraan
hati sanubari.
Menurut Harun Nasution pengetahuan
jenis pertama dan kedua belum dimasukkkan dalam kategori pengetauan haqiqi
tentang Tuhan. Keduanya belum disebut dengan ma'rifat, tetapi disebut dengan
ilmu. Sedangkan pengetahuan ketiga baru disebut dengan ma'rifat.
Dalam penjabaran rohani, Al-Mishri
mempunyai sistematika sendiri tentang jalan menuju tingkat ma'rifat. Dari
teks-teks ajarannya, Abdu
Al-Hamid Mahmud mencoba menggambarkan sistematika Al-Mishri sebagai
berikut :
a.
Ketika
ditanya tentang siapa sebenarnya orang bodoh itu ?. Al-Mishri menjawab : “orang
yang tidak mengenal jalan menuju Allah dan tidak ada usaha untuk mengenal-Nya”.
b.
Al-Mishri
mengatakan bahwa jalan itu ada dua macam, yaitu Thariq Al-Inabah, adalah jalan yang harus
dimulai dengan cara yang ikhlas dan benar, dan Thariq Al-Intiba’ adalah jalan
yang tidak mensyaratkan
apa-apa pada seorang karena merupakan urusan Allah semata.
c.
Disisi
lain Al-Mishri menyatakan bahwa manusia itu ada dua macam yaitu Darij dan
Wasil. Darij adalah orang yang berjalan menuju jalan Iman, sedangkan Wasil
adalah orang yang berjalan ( melayang ) di atas kekuatan ma'rifat.7)
Dzun Nun Al-Mishri juga menjelaskan
untuk mencapai kepada Allah dengan 4 syarat, yaitu :
1.
Mencintai
Allah dan Rasul-Nya.
2.
Membenci
yang bersifat materi.
3.
Mengikuti
petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
4.
Takut akan
berubah.8)
Sedangkan tanda orang yang arif ada 3
yaitu :
1.
Cahaya
ma'rifatnya tidak memadamkan cahaya kerendahan hatinya.
2.
Tidak
mengukuhi secara batiniyah ilmu yang bertentangan dengan hukum lahirnya.
3.
Nikmat
Allah yang banyak, tidak menggiringnya untuk melanggar batas-batas Allah.
- Pandangan Dzun Nun Al-Mishri tenang maqamat dan ahwal
Pandangan Al-Mishri tentang
maqamat, dikemukakan pada beberapa hal saja, yaitu : At-Taubah, Ash-Shabr,
At-Tawakal dan Ar-Ridha. Menurut Al-Mishri, ada dua macam taubat yaitu taubat
awam dan taubat khawas. Taubat orang awam yaitu taubat dari segala dosa, dan
taubat orang khawas ialah taubat dari segala kelalaian.
Lebih lanjut Al-Mishri membagi taubat
menjadi tiga tingkatan yaitu :
a.
Orang yang
bertabat dari dosa dan keburukannya.
b.
Orang yang
bertaubat dari kelalaian dan kealfaan mengingat Tuhan.
c.
Orang yang
bertaubat karena memandang kebaikan ketaatannya.
Keterangan Al-Mishri tenang maqam
Ash-Shabr ialah sabar dalam menghadapi cobaan.
Berkenaan dengan maqam At-Tawakal,
Al-Mishri mendefinisikannya sebagai berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa
memiliki daya dan kekuatan. Intinya adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada
Allah disertai perasaan tidak memiliki kekuatan.
Ketika ditanya tentang Ar-Ridha,
Al-Mishri menjawab bahwa,
Ar-Ridha adalah kegembiraan hati menyambut ketentuan Tuhan baginya.
Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Al-Qannad, yang mengatakan
bahwa rida itu adalah ketenangan hati dengan berlakunya ketentuan Tuhan.
Berkenaan dengan ahwal, Al-Mishri
menjadikan mahaldaal ( cinta kepada Tuhan ) sebagai urutan pertama dari keempat
ruang lingkup pembahasan tentang ma'rifat. Menurutnya, tanda-tanda orang yang
mencintai Allah adalah mengikuti kekasih-Nya, yakni Nabi Muhammad SAW dalam hal
akhlak, perbuatan, segala perintah dan sunnah Rasul, tidak mengabaikan
syari’at. Ia menyatakan bahwa ada tiga simbol mahabbah yaitu rida terhadap
hal-hal yang tidak disenangi, berprasangka baik terhadap sesuatu yang belum
diketahui, dan berlaku baik dalam menentukan pilihan dan hal-hal yang
diperingatkan.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa :
1.
Ajaran-ajaran
tasawuf Dzun Nun Al-Mishri :
a.
Ia
membedakan antara ma'rifat sufiah dan aqliyah
b.
Ma'rifat
sebenarnnya adalah musyahadah qalbiyah ( penyaksian hati ).
2.
Dzun Nun
Al-Mishri membagi ma'rifat menjadi 3 macam, yaitu :
a.
Ma'rifat
Mu’minin
b.
Ma'rifat
Mutaqallimin
c.
Ma'rifat
Maqarabin
3.
Pandangan
Dzun nun Al-Mishri tentang maqamat, dibagi menjadi beberapa hal yaitu
At-Taubah, Ash-Shabr, At-Tawakal dan Ar-Ridha.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Zuhri,
Amat, M.Ag, Ilmu Tasawuf, STAIN Pekalongan, 2004.
2.
Chusnan,
M.A. Drs, Ilmu Tasawuf, Surabaya / Jakarta : PT. Bina Ilmu, 1978.
3.
Anwar,
Rosihan, M.Ag, Solikhin Mukhtar, M.Ag, Ilmu Tasawuf, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2000.
1) Drs. Roshan Anwar, M.Ag dan Drs. Mukhtar Solikhin, M.Ag, Ilmu
Tasawuf¸ CV. Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. 123.
2) Amat Zuhri, M.Ag, Panduan
Kuliah Ilmu Tasawuf, hal. 43.
3) Drs. Rosihan Anwar, M.Ag dan
Drs. Mukhtar Solikhin, M.Ag, Op.Cit, hal. 123 – 124.
4) Drs. Chusnan, M.A, Ilmu
Tasawuf, PT. Bina Ilmu, Surabaya / Jakarta, 1978, hal. 44.
5) Drs. Rosihan Anwar, M.Ag, dan
Drs. Muchtar Solihin, M.Ag, Op.Cit, hal. 125.
6) Drs. Chusnan, M.A, Op.Cit,
hal. 44.
7) Drs. Rosihan Anwar, M.Ag, dan
Drs. Muchtar Solihin, M.Ag, Op.Cit, hal. 126 – 127.
8) Amat Zuhri, M.Ag, Op.Cit,
hal. 47.
1 komentar:
Syukron Katsiiron atas ilmunya ya...
semoga diberkahi Allah
Posting Komentar