BAB II
1.
BIOGRAFI
AL-FARABI
Al-Farabi selalu
berpindah tempat tinggal dari waktu ke waktu. Dimasa kecilnya ia dikenal rajin
belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab, bahasa
Turki, dan bahasa Persi di kota
kelahirannya, Farab. Setelah besar, Al-Farabi pindah ke Baghdad
dan tunggal di sana
sekitar 20 tahun lamanya. Di sini ia memperdalam filsafat, logika matematika, etika,
ilmu politik dan lain sebagainya. Dari Baghdad
Al-Farabi pindah ke Harran (Iran ).
Di sana ia
belajar filsafat Yunani kepada beberapa oran g
ahli, di antaranya Yuhana dan Hailan. Tak lama kemudian meninggalkan Harran dan
kembali ke Baghdad .
Selama di Bagdad ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan
menulis. Al-Farabi mengarang buku tentang logika, fisika, ilmu jiwa,
metafisika, kimia, ilmu politik, musik dan lain-lain. Tetapi kebanyakan
karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang dalam peredaran dan
diperkirakan tersisa sekitar 30 buah.[1]
Menurut banyak
sumber, ia bisa menguasai 70 bahasa dunia dan karenanya Al-Farabi dikenal
menguasai banyak cabang keilmuan. Dalam bidang ilmu pengetahuan, keahlian yang
paling menonjol ialah dalam ilmu mantiq (Logika).
Di bidang filsafat
Al-Farabi tergolong didalam kelompok filsafat kemanusiaan. Ia lebih
mementingkan soal-soal kemanusiaan seperti akhlak (etika) terhadap intelektual
politik dan seni. Dan menurut Prof. Gilson menyatakan bahwa ia amat mencintai
tokoh filsafat ( Plato dan Aristoteles). Filsafat Al-Farabi sebenarnya
merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo Pl atonisme dengan pikiran keislaman
yang jelas dan aliran Syiah Imamiah. Dalam soal mantiq dan filsafat fisika
umpamanya, ia pengikut pemikiran-pemikiran Aristoteles. Sedan gkan dalam lapangan metafisika Al-
Farabi mengikuti jejak Plotinus[2].
Al-Farabi dapat
juga dipandang sebagai pelopor klasifikasi ilmu pengetahuan. Ia membuat
klasifikasi ilmu ke dalam tujuh bagian, yaitu : Logika, Percakapan (Ilmu Al
Lisan), Matematika, Fisika, Metafisika, Po litik
dan ilmu agama.[3]
Abu Nasfir ahli
pula dalam bidang ilmu musik dialah yang meletakan dasar-dasar pertama ilmu
fisik dalam sejarah. Karenanya ia diberi gela r
“Guru Pertama” dalam ilmu musik. Musik telah dikenal semenjak zaman phytagoras
telah membuet ikhtisarnya menjadi beberapa bagian harmoni. Al Farobi berusaha
menyempurnakan ilmu musik & menerangkan di mana kekurangan-kekurangan
phytagoras.[4]
2.
GURU
& MURID AL FARABI
Dalam perjalanan Al Farabi, ia berguru pada banyak ilmuwan, seperti :
Ø Yuhana Ibnu Hailan,
ini adalah guru Al Farabi ketika berada di Harran, Iran. Al Farabi belajar
filsafat Yunani kepada gurunya tersebut.
Ø Abu Bisfir Matta Ibn
Yunnus, kepadanya Al Farbi juga belajar tentang filsafat.
Ø Abu Ibn Saroj,
kepadanya Al Farabi belajar bahasa, sehingga dikatakan bahwa Al Farabi
menguasai 70 bahasa dunia.
Murid-murid Al Farabi, antara lain :
o
Yahya Ibnu A’di
o
Ibrahim
o
Yang terkenal adalah Ar Razi. (Abu Bakar Muhammad
Ibn Zakaria Ibn Yahya Al Razi) atau ibarat biasa dikenal dengan Rhazes. Lahir
di Ray dekat Teheran (1 Sya’ban 251 H / 805 M). Ar Razi adalah seorang
rasionalis murni yang memiliki pemikiran tentang logika, metafisika. Dengan
doktrinnya 5 yang kekal, yaitu : Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama, Ruang
Absolut dan Zaman Absolut.[5]
3. SITUASI SOSIAL
POLITIK PADA MASANYA
Kehidupan Al-Farabi dapat dibagi menjadi 2 periode yang pertama dari sejak
lahir sampai ia berusia lima puluh tahun. Dengan
informasi yang tidak memadai ini, kita dapat mengetahui keluarganya, masa kan ak-kanaknya, masa remajanya.
Telah diyakini bahwa ia lahir sebagai
seorang turki, ayahnya seorang jendral, dan ia sendiri bekerja sebagai
hakim untuk beberapa lama Al Farabi tinggal di Bagdad
pada masa zaman kholifah Abbasiyyah “Al Muktadir (950).
Pada awal abad ke 3
H / ke 9 M di Farab berlangsung gera kan
kebudayaan dan pemikiran yang meluas bersama dengan pengenalan Islam dan pada
saat itu terkenal pula seorang ahli bahasa Al Jauhari, yang telah menulis buku
“Al Shiha”, salah seorang yang sezaman dengan Al Farabi.
Pendidikan dasarnya
ialah keagamaan da bahasa, ia mempelajari fiqh, hadist, dan tafsir Al-Qur'an.
Ia mempelajari bahasa arab, Turki, dan Persia . Ia tidak mengabaikan
manfaat yang dapat diperoleh dari
studi-studi rasional yang berlangsung pada hidupnya, seperti matematika dan
filsafat. Meskipun tampaknya
ia tidak berpaling keduanya sampai kemudian. Dan tidak ketika ia demikian tertarik
dengan studi rasional, ia tidak puas dengan apa yang diperolehnya di kota
kelahirannya, terdorong oleh keinginan intelektualnya itu maka ia meninggalkan
rumahnya dan mengembara menuntut ilmu pengetahuan.
Periode kedua kehidupan Al Farabi adalah periode usia tua dan kematangan
penuh. Bagdad sebagai pusat belajar yang termuka pada abad ke 4 H / 10 M, mirip
tempat yang pertama yang dikunjunginya, disana ia berjumpa dengan sarjana dari
berbagai bidang diantaranya para filosof dan penerjemah. Ia tertarik untuk
mempelajari logika, dan diantara ahli-ahli logika terkenal dari Bagdad yaitu
Abu Bisyr Matta Ibn Yunnus, yang dipandang orang sebagi ahli logika paling
terkemuka pada zamannya. Untuk beberapa lama Al Farabi belajar logika
kepadanya. Ia mengungguli gurunya dan karena pencapaiannya yang gemilang di
bidang ini, ia memperoleh sebutan ”guru kedua”.
Al Farabi bermukim selam dua puluh tahun di Bagdad dan kemudian tertarik
oleh pusat kebudayaan lain di Aleppo. Disana tempat-tempat orang brilian dan
para sarjana, istana saif al daulah, berkumpul para penyair, ahli bahasa,
filosof dan sarjana kenamaan lainnya. Meski ada simpati kuat keakraban dari
istana tersebut, namun tidak ada rasa prasangka di dalam orang-orang Persia,
Turki dan Arab berdiskusi dan berdebat, sepakat adalah berbeda pendapat tanpa
mencari keuntungan pribadi dalam menutut ilmu pengetahuan. Di istana tersebut
Al Farabi tinggal, dan merupakan orang pertama dan terkemuka, sebagai sarjana
dan pencari kebenaran, kehidupan yang gemerlap dan megah di istana itu tidak
mempengaruhinya dan dalam pakaian suki ia membebani dirinya dengan tugas berat
seorang sarjana dan pengajar. Ia menulis buku-buku artikel-artikel dalan
suasana gemercikan air sungai dan di bawah dedaunan pepohonan yang rindang.
Kecuali beberapa perjalanan singkatnya ke luar negeri Al Farabi bermukim di
Syiria hingga wafat pada tahun 339 H / 950 M. Ibnu Usaibi’ah menyebutkan bahwa
Al Farbi mengunjungi mesir menjelang akhir hayatnya. Hal ini mungkin karena
Mesir dan Syiria mempunyai hubungan yang kuat di sepanjang rentangan sejarah
yang cukup panjang dan kehidupan kebudayaan Mesir pada masa Thuntunniyah
Iktisyidiyyah mempunyai pesona. Tetapi tersiarnya kabar terbunuhnya Al Farabi
oleh beberapa perampok dalam perjalanannya antara Damaskus Asgalan sebagaimana dikutip Al Baihqi adalah rekaan
belaka. Al Farabi mencapai posisi yang sangat terpuji di istana Saif Al Daulah,
sampai-sampai sang raja bersama sang pengikut dekatnya mengantarkanya
jenazahnya kepemakamannya sebagai perhormatan atas kematian seorang sarjana
terkemuka.[6]
4. KARYA-KARYA AL
FARABI
1. Agrad Al Kitab Ma
Ba’da Al Tabi’ah (intisari buku metafisika).
2. Al Jam’u Ba’na Ra’yai
Al Hakimaini (mempertemukan dua pendapat filsuf plato dan aristoteles).
3. ’Uyun Al Masa’il
(pokok-pokok persoalan)
4. (pikiran-pikiran
pendidikan kota)
5. Ihsa Al Ulmu
(statistik ilmu)[7]
6. Al Madmatul Fadsilah
(negeri utama)
7. Risalah Assiyassiyah
8. Assammarotul
Mardliyayah
9. Al Majau[8]
Dalam bidang fisika :
1. On Vacum
2. Againt Astrology
Dalam bidang metafisika :
1.
About The
Scope Of Aristoles Metaphysizs
2.
On The One
(fild wahid & wahda)
5. PEMIKIRAN AL
FARABI
Berangkat dari metode paripatetik atau perjalanan ilmiah (orang yang suka berkeliling),
maka AL Farabi menggunakan teori analitic generatif yaitu menguraikan sesuatu
yang bersifat umum.
Untuk menjadi seorang yang punya nama di mata dunia tentulah tidak
membalikan telapak tangan. Ia harus memnepuh perjalanan panjang. Dan harus dalam
perjalan hidupnya, Al Farabi mempunyai pemikiran tentang pendidikan, yaitu :
Dalam buku ”Risalah Fisiyah” mangatakan :
1. Anak Membawa Sifat
Baik Dan Buruk.
Maka perlu diperhatikan faktor pembawaan dan tabiat anak-anak sebelum
pendidikan. Anak-anak berbeda pembawaanya satu sama lain. Oleh karena itu apa
yang diajarkan harus disesuaikan dengan perbedaan pembawaan dan kemampuan itu.
Karena diantara anak-anak yang berwatak buruk itu akan dipergunakan untuk
tujuan perbuatan-perbuatan buruk, maka seharusnya pendidikan membawa mereka ke
dalam pembinaan. Pemberian pelajaran yang mungkin dipergunakannya untuk tujuan
yang buruk, hendaknya dicegah secepat mungkin dengannnn pendidikan akhlaq.
2. Melakukan Pembinaan
Diri (Tafakur)
Pembinaan diri pribadi ke arah jalan yang terbaik yaitu agar mengadukan kal
ihwal kepada pejabat-pejabat pemerintah dari mereka baiklangsung disaksikannya
adalah tidak langsung dari apa yang didengarkannya dan lalu dia memperhatikan
sungguh-sungguh menganilis semua yang diketahuinya itu diklasifikasikan antara
kebaikan dan keburukannya. Antara yang manfaat dan mudharot terhadap mereka
sesudah itu hendaklah ia berijtihad sungguh-sungguh untuk mengambil mana
kebaikannya. Untuk memperolehnya hendaklah ia bersungguh-sungguh pula menghadiri
mana yang buruk, agar dia aman dari kemadhoratannya dan selamat dari mala
petaka sebagaimana bangsa itu selamat. dari kenyataan di atas dapat dipahami
pendapat Al Farabi bahwa kriteria kebaikan dapat diangkat dari sejarah
pengalaman manusia.[9]
3. Anak Berbeda Dalam
Pemahaman / Kecerdasan
Dari banyak anak di dunia, ada pula anak yang lemah kecerdasannya, yang
sulit untuk dikembangkan kepada anak golongan ini diberikan mata pelajaran yang
sesuai dengan kondisi mereka. Namun banyak pula dari anak-anak itu yang
mempunyai akahlak luhur, pribadi yang baik. Kepada mereka itu haruslah
diberikan pendidikan dan pengajaran sebanyak-banyaknya sesuai dengan bakat
pembawaan mereka.[10]
4. Kekuatan Jiwa Manusia
Al Farabi membagi kekuatan-kekuatan jiwa ke dalam beberapa bagian, yaitu :
a) Kekuatan gizi
(Quwwatul ghariyah)
Dengan kekuatan ini manusia
menghisab makanan (gizi)
b) Kekuatan indrawi
(Quwwatul Hassah)
Kekuatan indrawi timbul
setelah kekuatan gizi. Dengan kekuatan indrawi manusia sanggup mengindra.
Kekuatan pengindraan mempunyai sentral dan cabang-cabang yang disebut panca
indra. Otak sebagai sentral yang bertugas menghimpun seluruh apa yang
ditangkap, pancaindra seutuhnya.
c) Kekuatan imajinasi
(mutakhayyilah)
Berfungsi menyimpan dan
memelihara segala yang diterima alat-alat indrawi
d) Kekuatan nathiqoh
Dengan daya ini seseorang
dapat berpikir tentang hal-hal yang abstrak, membentuk pengertian-pengertian
atau dengan kata lain dapat membuat keputusan yang mantap.[11]
BAB III
PENUTUP
Dari pemikiran Al-Farabi
tersebut kita dapat mengambil pelajaran
tentang :
1. Mengajar hendaknya
dengan melihat kemampuan anaknya.
2. Guru menyajikan
kepada peserta didik tentang sesuatu yaitu penempatan setiap anak pada tempat
yang wajar.
3. Guru memilih mata
pelajaran yang dapat diterima.
4. Guru berbicara dengan
peserta didik sesuai dengan akalnya, dengan daya yang dimengerti dan bahasa
yang serasi.
5. Tujuan utama adalah
pembentukan moral yang tinggi.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa
jika kita menyelesaikan pendidikan dengan minat dan instink anak yang berbeda,
anak itu akan menjadi orang dewasa yang menguasai disiplin, pengetahuan dan
kebudayaan yang diperlukan dalam hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Busyairi Madjid, H. Drs., Konsep
Kependidikan Para Filosof Muslim, Yogyakarta : Al-Amin Press, 1997.
Harun Nasution, Dr. Prof, Filsafat
dan Mistsisme Dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1973.
MM. Syarif, MA, Para
Filosof Muslim, Bandung : Mizan, 1998.
Van Hoeve, Ensiklopedi
Islam, Jakarta : PT. Ichtiar Baru, 1993.
[1] Van Hoeve, Ensikopedi Islam, ( Jakarta : PT. Ikhtiar Baru 1993), hlm.331
[2] Ibid, hlm. 332
[3] Drs. H. Busyairi Madjid, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim,
(Yogyakarta : Al-Amin Press, 1997), hlm. 15.
[5] Prof. Dr. Harun Nasution, Filsafat dan
Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), hlm. 21.
[6] M.M. Syarif, MA, Para Filosof Muslim,
(Bandung : Mizan, 1998), hlm. 5.
[7] Van Hoeve, Ensiklopedi ..., hlm. 331.
[8] Busyairi Madjid, Konsep Pendidikan
...., hlm. 19.
[9] Busyairi Madjid, Konsep Pendidikan
...., hlm. 20.
0 komentar:
Posting Komentar