B. PEMBAHASAN
- Biografi Nurcholish Madjid
Nurcholis lahir di Mojoanyar
Jombang pada tanggal 17 Maret 1939. Lingkungan keluarganya termasuk kalangan
yang taat beragama, bahkan ayahnya adalah seorang pembela Masyumi yang gigih.
Disamping pendidikan awalnya pada madrasah diniyah milik keluarga, ia masuk
juga pada sekolah rakyat. Setelah itu ia masuk ke pesantren Darul Ulum Rejoso
Jombang selama 2 tahun. Seusai dia lulus dari pesantren modern “Darussalam”
Gontor Ponorogo, ia masuk ke IAIN Jakarta mengambil Fakultas Adab.
Pada tahun 1968 atas undangan
Departemen Negeri AS, Nurcholish berkesempatan untuk mengunjungi negeri
tersebut. Pada tahun 1970 merupakan masa-masa awal penbentukan intelektualnya,
yang kemudian dimatangkan dalam tulisannya di berbagai media. 1)
a.
Pengertian
modernisasi
Pengertian
yang mudah tentang modernisasi ialah pengertian yang identik dengan pengertian
rasionalisasi. Dan hal itu berarti proses perombakan pola berpikir dan tata
kerja lama yang tidak aqliyah dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata
kerja baru yang aqliyah.
Seseorang
sering menyamakan arti modernisasi dengan westernisasi. Padahal westernisasi
itu memiliki makna hidup dengan gaya kebarat-baratan bukan pemikiran yang
jernih. Kegunaannya ialah untuk memperoleh daya guna dan efisiensi yang
maksimal. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutahir manusia
dibidang ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan itu tidak lain ialah
hasil pemahaman manusia terhadap hukum-hukum obyektif yang menguasai alam.
Orang yang bertindak menurut ilmu pengetahuan, berarti ia bertindak melawan
hukum alam yang berlaku. Oleh karena itu ia tidak melawan hukum alam malahan
menggunakan hukum alam itu sendiri. Jadi sesuatu yang disebut modern kalau ia
bersifat rasional, ilmiah dan bersesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku dalam
alam. Contoh : sebuah mesin hitung termodern dibuat dengan rasionalitas yang
maksimal.2)
Singkatnya
bahwa modernisasi adalah suatu keharusan malahan kewajiban yang mutlak.
Modernisasi merupakan pelaksanaan perintah dan ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Dan
modernisasi yang dimaksudkan disini adalah menurut pengertian di atas, dasar
sikap itu ialah sebagai berikut :
Ø Allah menciptakan seluruh alam ini dengan hak
bukan batil. ( Q.S. 16 : 3, 38 : 27 ).
Ø Dia mengaturnya dengan peraturan ilahi
sunatullah yang menguasai dan pasti. ( Q.S. Al-Ara’f ayat 54 dan Q.S. Al-Furqon
ayat 2 ).
Ø Manusia diperintah oleh Allah untuk mengamati
dan menelaah hukum-hukum yang ada dalam ciptaannya. ( Q.S. 10 : 101 ).
Ø Allah menciptakan seluruh alam raya untuk
kepentingan manusia, kesejahteraan hidup dan sebagai rahmat-Nya, akan tetapi hanya
golongan manusia yang berpikir atau berrasional yang akan mengerti dan kemudian
memanfaatkan karunia itu.
Ø Karena adanya perintah untuk mempergunakan akal
pikiran, maka Allah melarang segala sesuatu yang menghambat perkembangan
pemikiran, yaitu berupa pewarisan membuta terhadap tradisi-tradisi lama yang
merupakan cara berpikir dan tata kerja generasi sebelumnya. ( Q.S. 2 : 170, 43
: 22 – 25 ).
Ø Sebagai buatan Tuhan alam ini adalah baik,
menyenangkan ( mendatangkan kebahagian duniawi dan harmonis ). ( Q.S. 21 : 7,
67 : 3 ).
Dengan
demikian kiranya menjadi mantaplah keyakinan kita, bahwa modernisasi yang
berarti rasionalisasi untuk memperoleh daya guna dalam berpikir dan bekerja
yang maksimal guna membahagiakan umat manusia, adalah perintah Tuhan yang imperative
dan mendasar. Modernisasi berarti berpikir dan bekerja menurut fitrah atau
sunatullah yang hak. Sunatulalh telah mengejawantahkan dirinya dalam hkum alam
sehingga untuk dapat menjadi modern manusia harus mengerti hukum yang berlaku
dalam alam itu.
Demikianlah
modernitas yang nampaknya hanya mnegandung kegunaan praktis yang langsung pada
hakekatnya mengandung arti yang lebih mendalam lagi, yaitu pendekatan kepada
kebenaran mutlak kepada Allah. Jadi agaknya mengejutkan bahwa modernitas
mendekatkan kepada pendekatan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Demikianlah
sifat modernitas dan sifat ilmu pengetahuan yang menjadi unsur mutlaknya. Ilmu
pengetahuan selain memberikan kegunaan-kegunaan praktis karena kekuatannya
untuk mengantarkan manusia keinsyafan yang lebih mendalam tentang alam raya
ini.
b.
Tantangan
modernitas
Sejalan
dengan paparan Bernard Lewis, toleransi dan pluralisme adalah hal baru bagi
semua agama. Keduanya adalah nilai-nilai modern dan keduanya juga bagian dari
tantangan modernitas.
Kemampuan
Islam mengadaptasikan diri dengan tuntutan kebudayaan modern juga diakui oleh
sejumlah ilmuwan sosial. Salah satunya adalah Erneste Gelnem ia menegaskan
bahwa tradisi besar Islam dapat dimodernisasi dan upaya modernisasi itu dapat
dilakukan serempak dengan kemurniannya. Modernisasi Islam yakni adaptasinya
dengan lingkungan era modern, harus berlangsung tanpa merusak keaslian dan
orientitasnya sebagai agama wahyu.3)
- Biografi Fazlur Rahman
Rahman dilahirkan pada 1919 M, ketika
anak benua Indo – Pakistan masih belum terpecah ke dalam dua negara merdeka,
disebuah daerah yang kini terletak di Barat Laut Pakistan. Anak benua ini
memang terkenal dengan sederetan pemikir liberalnya seperti Syaikh Waliullah
Sir Sayyid, Amir Ali dan Iqbal. Dengan latar belakang semacam ini, tidaklah
mengherankan jika Rahman kemudian berkembang menjadi seorang pemikir liberal
dan radikal dalam peta pembaharuan Islam.
Ia dibesarkan dalam sebuah keluarga
dengan tradisi madzhab Hanafi, sebuah madzhab Sunni yang lebih bercorak
rasionalistis dibandingkan dengan tiga madzhab Sunni lainnya – Syafi’i, Maliki,
dan Hambali. Meskipun dibesarkan di kalangan tradisionalis bermadzhab Hanafi,
namun Rahman – sejak berumur belasan tahun – telah melepaskan diri dari lingkup
pemikiran yang sempit di dalam batas madzhab-madzhab Sunni dan mengembangkan
pemikirannya secara bebas.
Disamping memperoleh pendidikan
secara formal di madrasah, Rahman juga menerima pelajaran keagamaan dari
ayahnya, seorang “kiyai” yang berasal dari Deoban – sebuah madrasah tradisional
paling bergengsi di anak benua Indo – Pakistan.
Setlah menamatkan pendidikan
menengah, Rahman melanjutkan studinya di Departemen Ketimuran Universitas
Punjab. Pada tahun 1942 ia berhasil menyelesaikan pendidikan akademisnya di
Universitas tersebut dan memperoleh gelar MA. dalam sastra Arab. Ketika telah
mearih gelar tersebut dan tengah belajar untuk program Phd. di Lahore, Rahman
pernah diajak Mawdudi bergabung dengan jama’at islami teatpi ia menolaknya.
Karena mutu pendidikan tinggi Islam di India ketika itu amat rendah, Rahman
memutuskan untuk melanjutkan studinya ke Inggris pada tahun 1946 yaitu di
Universita Oxford. Di Universitas terkenal ini, selain mengambil dan mengikuti
kuliah-kuliah formal ia giat mempelajari bahasa-bahasa Barat.
Pada tahun 1950, Rahman berhasil
merampungkan studi doktoralnya di Oxford dengan mengajukan sebuah disertasi
tentang Ibn Sina. Dua tahun kemudian Oxford University Press menerbitkan
terjemahan Inggrisnya dari karya monumental Ibn Sina, kitab An-Najat, dengan
judul Avicenna’ Psychology.4)
a.
Modernisasi
intelektual
Tantangan modern dihadapkan pada
lembaga-lembaga sosial Islam, seperti hukum-hukum perkawinan dan perceraiannya,
namun tantangan ini memiliki proporsi-proporsi yang murni intelektual, karena
suatu perubahan dalam adat-istiadat sosial tentu melibatkan suatu pemikiran
kembali etika sosial, yang menyentuh ide-ide yang fundasional tentang keadilan
sosila tetapi terpisah dari ini semua juga terdapat program-program yang
ditimbulkan oleh teori-teori ilmiah dan filosofis Barat modern tentang
kepercayaan-kepercayaan agama yang khususnya yang menyangkut Tuhan, hubungannya
dengan alam, manusia dan hidup di akhirat.
Perkembangan-perkembangan intelektual
menghasilkan proporsi modernis yang lebih lanjut bahwa Islam telah menghasilkan
suatu peradaban yang progresif dan dalam kenyataannya telah menjadi instrumen
dalam mengeluarkan abad modern dari kegelapan masa purba.
Sementara itu,
perkembangan-perkembangan yang lebih komplek terus terjadi di masyarakat Islam.
Modernisme Islam yang awal, mencanangkan suatu integrasi ide-ide
lemabga-lembaga modern yang dasar-dasar Islam, sebagian telah mendorong
mengalirnya ide-ide dan pendidikan Barat, dan sebagian telah menjadi
yustifikasi bagi dampak intelktual Barat yang telah ada dan yang tidak dapat
tidak bagaimanapun juga pasti akan datang.
b.
Modernisme
Politik
Sejak mulai terasanya
dampat-dampak ekspansi Barat pada negeri-negeri muslim, kaum muslimin, setelah
kegeagalan perlawanan militer dan politik mereka yang awal terhadap Barat, lalu
mencurahkan perhatiannya pada masalah organisasi politik yang efektif.
Gokalp menulis : Untuk menciptakan
kesatuan politik Islam yang benar-benar efektif, semua negara-negara muslim
haruslah merdeka lebih dahulu ..... apakah itu mungkin pada saat sekarang ini ?
bila tidak sekarang, kita harus menunggu. Mengomentari hal ini Iqbal mengatakan
untuk saat ini setiap bangsa muslim mesti menyelami kedalaman dirinya sendiri
.... sampai semuanya menjadi kuat dan berkuasa untuk membentuk sebuah keluarga
republik-republik yang hidup.
c.
Modernisme
dan Masyarakat
Bersama dengan masalah modernisme
politik hukum, juga terjadi perjuangan ke arah perubahan sosial budaya dan
penyesuaian dengan etika sosial yang baru. Dalam kritik Barat modern atas way
of life Islam, dalam pemikiran Islam modern dan dalam apologetika yang
menyusunnya, sesungguhnya tempat sentral diduduki oleh lembaga-lembaga sosial
Islam tradisional khususnya hukum-hukum perkawinan dan perceraian Islam dan
kedudukan wanita di masyarakat pada umumnya.
C. KESIMPULAN
Bahwa pengertian modernisasi ialah
identik dengan pengeritan rasionalisasi, yang merubah pola berpikir tata kerja
dan yang tidak masuk akal kemudian dirubah dengan tata kerja yang baru yang
secara aqliyah atau yang dapat diterima oleh akal.
Bahwa
modernisasi yang berarti rasionalisasi untuk memperoleh daya guna dalam
berpikir dan bekerja yang maksimal guna membahagiakan umat manusia, adalah
perintah Tuhan yang imperative dan mendasar. Modernisasi berarti berpikir dan
bekerja menurut fitrah atau sunatullah yang hak. Sunatulalh telah
mengejawantahkan dirinya dalam hkum alam sehingga untuk dapat menjadi modern
manusia harus mengerti hukum yang berlaku dalam alam itu ( perintah Tuhan ).
Pemahaman
manusia terhadap hukum-hukum alam, melahirkan ilmu pengetahuan, sehingga modern
berarti ilmiah berarti pula rasional, maka setiap raisonal ialah memperoleh
daya guna yang maksimal untuk memanfaatkan alam bagi kebahagiaan manusia.
modernisasi juga berarti progresif dan dinamis. Jadi tidak dapat bertahan
kepada sesuatu yang telah ada, dan karena itu bersifat merombak dan melawan
tradisi-tradisi yang terang-terangan tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada dalam hukum alam, tidak rasional, tidak rasional, tidak ilmiah,
sekalipun di pihak lain juga ada keharusan menerima dan meneruskan, kemudian
mengembangkan warisan generasi sebelumnya yang mengandung nilai kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Drs.
Ahmad Amir Aziz, M.Ag, Neo-Modernisme Islam di Indonesia : Gagasan Sentral
Nurcholish Madjid dan Aburrahman Wahid, Mataram : Rineka Cipta, 1999.
Ø Nurcholish
Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung : Mizan, cet. XII,
1999.
Ø Mark
R. Woodward, Jalan Baru Islam, Bandung : Mizan, cet. II, 1999.
Ø Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan
Modernitas : Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung : Mizan,
cet.I, 1989.
1) Drs. Ahmad Amir Aziz, M.Ag, Neo-Modernisme Islam di Indonesia :
Gagasan Sentral Nurcholish Madjid dan Aburrahman Wahid, Mataram : Rineka
Cipta, 1999, hal. 22.
2) Nurcholish Madjid, Islam
Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung : Mizan, cet. XII, 1999, hal. 172.
3) Mark R. Woodward, Jalan
Baru Islam, Bandung : Mizan, cet. II, 1999, hal. 107.
4) Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas : Studi Atas
Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung : Mizan, cet.I, 1989, hal. 102.
0 komentar:
Posting Komentar