PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN FILSAFAT DI DUNIA BARAT
1.
IBNU
BAJJAH
A. Sejarah Singkat Kehidupannya
Nama asli Ibnu Bajjah adalah Abu
Bakar Muhammad Ibn Yahya
Al-Sha’igh. Di dunia Barat ia terkenal dengan sebutan Avempace.
Dia berasal dari keluarga Al-Tujib. Maka ia terkenal dengan sebutan Al-Tujibi.
Ibnu Bajjah lahir pada abad 11 M atau abad V H, di kota Saragossa dan sampai
besar. Dia dapat menyelesaikan jenjang akademisnya, juga di kota Saragossa. Maka
ketika pergi ke Granada, dia telah menjadi seorang sarjana bahasa dan sastra
Arab dan dapat menguasai dua belas macam ilmu pengetahuan.2)
B. Hasil Karyanya
Beberapa karya Ibnu Bajjah antara
lain :
1.
Risalat
Al-Wada’ : berisi tentang ilmu pengetahuan
2.
Tardiyah : berisi tentang syair pujian
3.
Kitab
Al-Nafs : berisi tentang catatan dan pendahuluan dalam
bahasa Arab
4.
Tadbir
Al-Mutawahhid : ( Rezim Satu Orang )
5.
Risalah-risalah
Ibnu Bajjah yang berisi tentang penjelasan-penjelasan atas risalah-risalah
Al-Farabi dalam masalah logika.
6.
Karya-karya
yang disunting oleh Asin Palacios dengan terjemahan bahasa Spanyol dan
catatan-catatan yang diperlukan : (i) kitab Al-Nabat, Al-Andalus jilid V,
1940, (ii ) Risalah Ittishal Al-Aql Bi Al-Insan, Al-Andalus, jilid
VII, 1942; (iii) Risalah Al-Wada’, Al-Andalus, jilid VII 1943;
(iv) Tadbir Al-Mutawahhid dengan judul El-Regimen Del Solitario,
1946.
7.
Majalah Al-Majama’
Al-‘Ilm Al-‘Arabi.3)
Jika kita memegangi apa yang
dinukilkan oleh Munk, maka kita bisa menetapkan bahwa teori Al-Ittishal
Al-Farabi mendapat kehormatan besar di tangan Ibnu Bajjah. Dan
bukunya : Tadbir Al-Mutawwahid, bermaksud menetapkan bahwa manusia bisa
berhubungan dengan akal fa’al dengan perantaraan ilmu ( pengetahuan ) dan
pembangunan potensi manusia.4) Segala
keutamaan dan perbuatan moral diarahkan untuk memimpin dan menguasai jiwa
manusia mengalahkan jiwa hayawaniah. Secara global seseorang harus mengupayakan
perjuangannya untuk berhubungan dengan alam atas, baik secara bersama-sama
dengan masyarakat maupun secara terpisah. Sehingga jika masyarakat baik,
berarti ia telah memberikan andil di dalam berbagai macam uruannya, tetapi jika
masyarakat tidak bisa maka ia harus menyepi dan menyendiri.5)
Di sini tampak bahwa Ibnu Bajjah terpengaruh oleh sufi-sufi Muslim di atas
keterpengaruhannya dengan Al-Farabi, karena orang yang terakhir ( Al-Farabi – pent
) tidak mengajark kepada kesatuan saja; dan di antara syarat-syarat negeri
utama menurut Al-Farabi, ialah individu-individu harus digiring menuju
kebahagiaan jika mereka tidak mencapainya. Dan buku Tadbir Al-Mutawwahid secara
global merupakan pembelaan terhadap karangan-karangan Al-Farabi
dan Ibnu Sina, kecuali bagian yang khusus berkenaan dengan sistem menyepi
dan menyendiri, karena ini adalah kecenderungan tasawuf an sich
yang menguasainya.
C. Ajaran Filsafatnya
Ibnu Bajjah adalah ahli yang
menyadarkan pada teori dan praktik
ilmu-ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi
spekulatif seperti logika, filsafat alam dan metafisika, sebagaimana yang
dikatakan De Boer dalam The History of Philosophi in Islam, bahwa
dia benar-benar sesuai dengan
Al-Farabi dalam tulisan-tulisannya logika dan secara umum setuju dnegannya,
bahkan dengan doktrin-doktrin fisika dan metafisikanya.
1.
Materi dan
bentuk
Pendapat De Boer bahwa : “Ibnu Bajjah
memulai deasumsi bahwa materi itu tidak bisa bereksistensi tanpa adanya bentuk
sedangkan bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya, tanpa harus ada materi”.
Tapi pernyataan ini salah. Menurut Ibnu Bajjah materi dapat bereksistensi harus
ada bentuk. Dia berargumen jika materi berbentuk, maka ia akan berbagi menjadi materi
dan bentuk dan begitu seterusnya, ad infinitum. Ibnu Bajjah menyatakan
bahwa Bentuk Pertama merupakan suatu bentuk abstrak yang bereksistensi
dalam materi yang dikatana sebagai tidak mempunyai bentuk.
2.
Etika
Tindakan manusia menurut Ibnu
Bajjah menjadi dua yakni : tindakan hewani dan tindakan manusiawi.
Pertama, tindakan hewani, timbul dikarenakan adanya motif naluri atau
hal-hal lain yang berhubungan dengannya, baik dekat maupun jauh.
Kedua,
tindakan manusiawi, timbul dikarenakan adanya pemikiran yang lurus dan keamanan
yang bersih dan tinggi.
3.
Akal Dan
Pengetahuan
Menurut Ibnu Bajjah, pengetahuan
yang benar dapat diperoleh melalui akal dan akal ini merupakan satu-satunya
sarana yang dapat mewujudkan untuk mencapai kemakmuran dan membangun
kepribadiannya. Dengan demikian akal merupakan bagian yang terpenting bagi
manusia.
Akal manusia setapak demi setapak
mendekati akal pertama dengan :
-
Meraih
pengetahuan yang didasarkan pada bukti, yang dalam hal ini akal paling tinggi
direalisasikan sebagai bentuk.
-
Memperoleh
pengetahuan tanpa mempelajarinya atau berusaha meraihnya.
4.
Jiwa
Menurut Ibnu Bajjah, anggapan yang
menyatakan bahwa “materi itu tidak bisa bereksistensi tanpa adanya bentuk,
sedangkan bentuk bisa bereksistensi dengan sendiri, tanpa harus ada materi”.
Anggapan ini adalah keliru. Karena materi dapat bereksistensi tanpa harus ada
bentuk. Ia berpendapat jika materi berbentuk, maka ia akan terbagi menjadi materi
dan bentuk pertamai merupakan suatu bentuk abstrak yang bereksistensi
dalam materi yang dikatakan sebagai tidak mempunyai bentuk.
Jiwa yang berhasrat itu terdiri atas
tiga unsur, yaitu :
-
Hasrat
imajinatif yang melaluinya anak keturunan dibesarkan individu-individu dibawa ke
tempat-tempat tinggal mereka dan memiliki rasa sayang, cinta dan yang
semacamnya.
-
Hasrat
menengah, yang melaluinya timbul nafsu akan makanan, perumahan, kesenian dan
ilmu.
-
Hasrat
berbicara, yang melaluinya timbul pengajaran, ini merupakan hastrat khusus yang
dimiliki oleh manusia, tidak seperti kedua hasrat sebelumnya.
5.
Filsafat
Politik
Ibnu Bajjah menulis risalah kecil
mengenai pemerintahan Dewan Negara dan pemerintahan Negara – Kota, dalam Tadbir
Al-Mutawwahid ( Rezim
Satu Orang ). Sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, Ibnu Bajjah sangat
menyetujui politik Al-Farabi. Misalnya, dia menerima pendapat Al-Farabi yang
membagi negara menjadi negara yang sempurna dan yang tidak sempurna. Dia juga
setuju dengan Al-Farabi yang beranggapan bahwa individu yang berbeda dari
sebuah bangsa memiliki watak yang berbeda pula, sebagian dari mereka lebih suka
memerintah dan sebagian yang lain lebih suka diperintah. Tapi Ibnu bajjah
memberikan tambahan kepada sistem Al-Farabi ketika dia mendesakkan pendapatnya
bahwa manusia yang memerintah secara sendirian itu ( mutawwahid atau filosuf
yang berpikiran tajam ) harus selalu berada lebih tinggi dari orang-orang
lain pada kesempatan-kesempatan tertentu.
6.
Tasawuf
Renan berpendapat bahwa Ibnu
Bajjah memiliki kecenderungan kepada tasawuf, tapi tentu salah ketika dia
menganggap bahwa Ibnu
Bajjah menyerang Al-Ghazali karena ia menandaskan intuisi dan tasawuf.
Sesungguhnya, Ibnu Bajjah mengagumi Al-Ghazali dan menyatakan bahwa metode
Al-Ghazali memampukan orang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, bahwa metode
ini didasarkan pada ajaran-ajaran
Nabi suci. Sang sufi menerima cahaya di dalam hatinya. Cahaya di dalam hatinya
ini merupakan suatu spekulasi, yang lewat spekulasi itu hati melihat hal-hal
yang dapat dipahami seperti orang melihat obyek yang tertimpa sinar matahari
lewat penglihatan mata, dan lewat pemahaman hal-hal yang dapat dipahami ini dia
melihat semua yang melalui implikasi mendahului mereka atau menggantikan
mereka.
Ibnu Bajjah menjunjung tinggi para
wali Allah ( auliya’ Allah ) dan menempatkan mereka di bawah para Nabi.
Menurutnya, sebagian orang dikuasai oleh keinginan jasmaniyah belaka, mereka
yang berada di tingkat paling
bawah, dan sebagian lagi dikuasai oleh spiritualitas kelompok ini sangat
langka, dan termasuk dalam kelompok ini Uwais Al-Qarni dan Ibrahim ibn Adham.
2.
IBNU
TUFAIL
A. Sejarah Hidupnya
Nama lengkapnya Ibnu Tufail ialah Abu
Bakar Muhammad Ibn ‘Abd Al-Malik ibn
Muhammad ibn Muhammad ibn Tufail, dalam tulisan latin, Abubacer. Ia adalah
pemuka pertama dalam pemikiran filosofis Muwahhid yang berasal dari Spanyol.
Ibnu Tufail lahir pada abad VI H / XIII M di kota Guadix, Propinsi Granada.
Keturunan Ibnu Tufail termasuk keluarga suku Arab yang terkemuka, yaitu suku Qais.
B. Ajaran Filsafatnya
1.
Tentang
Dunia
Salah satu masalah filsafat adalah
apakah dunia itu kekal, atau diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan atas
kehendak-Nya ?. Dalam filsafat muslim, Ibnu Tufail, sejalan dengan kemahiran
dialektisnya, menghadapi masalah itu dengan tepat sebagaimana Kant. Tidak
seperti para pendahulunya, tidak menganut salah satu doktrin saingannya, pun
dia tidak berusaha mendamaikan mereka. Di lain pihak, dia mengecam dengan pedas
para pengikut Aristoteles dan sikap-sikap teologis. Kekekalan dunia melibatkan
konsep eksistensi tak terbatas yang tak kurang mustahilnya dibandingan gagasan
tentang rentangan tak terbatas. Eksistensi semacam ini tidak dapat lepas dari
kejadian-kejadian yang diciptakan dan karena itu dapat sebelum
kejadian-kejadian yang tercipta itu pasti tercipta secara lambat laun. Begitu
pula konsep creation ex nihilo tidak dapat mempertahankan penelitiannya
yang seksama.
2.
Tentang
Tuhan
Penciptaan dunia yang berlangsung
lambat laun itu mensyaratkan adanya satu pencipta, sebab dunia tidak bisa
maujud dengan sendirinya. Juga, sang Pencipta bersifat immaterial, sebab materi
yang merupakan suatu kejadian dunia diciptakan oleh satu pencipta. Di pihak
lain, anggapan bahwa Tuhan bersifat material akan membaca suatu kemunduran yang
tiada akhir yang adalah musykil. Oleh karena itu, dunia ini pasti mempunyai
penciptanya yang tidak berwujud benda. Dan karena Dia bersifat immaterial, maka
kita tidak dapa mengenali-Nya lewat indera kita ataupun lewat imajinasi, sebab
imajinasi hanya menggambarkan
hal-hal yang dapat ditangkap oleh indera.
C. Ulasan Terhadap Ibnu Tufail
Pertama kali Ibnu Tufail dikatakan
orang berada di suatu tingkat yang ajaib dalam ilmunya, yakni berada dalam
tingkat mistik yang penuh kegembiraan. Beberapa orang menganggapnya sebagai
orang panties, orang yang menganggap tidak ada beda lagi antara dirinya dengan
Tuhan. Anggapan ini ternyata salah. Dia sebenarnya hanya seperti juga
Al-Ghazali, merasa telah mencapai tingkatan makrifat yang tinggi seperti
katanya : “fakana ma kana mimma lastu adzkuruhu. Fadhonnu khairan wa la
tas’al ‘anil khabari”. ( Terjadilah sesuatu yang tak akan ku sebutkan. Akan
tetapi sangkalah dia sebagai suatu kebaikan juga, dan jangan tanya tentang
beritanya ).
Kesimpulan kritik-kritiknya terhadap
filosuf-filosuf Timur ialah Ibnu Tufail memberi kesan bahwa apa yang telah
dijelaskan mereka itu belumlah memberikan kepuasan. Dan karena itu pula Ibnu
Tufail lalu mencoba menerangkan pendapat filsafatnya dalam cerita Ibarat Hay
ibn Yaqzan itu. Maksud menulis cerita itu ialah sebagai jalan untuk
menyampaikan hasrat orang yang bertanya tentang derajat kepuasan yang selalu
dibayangkan oleh kaum filsafat dan tasawuf.
3.
IBNU
RUSYD
A. Sejarah Hidupnya
Nama lengkapnya adalah Abu
Al-Wahid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir di kota Cordova
pada tahun 1126 M / 520 H. Ia
keturunan dari keluarga yang ahli dalam ilmu fiqh. Ayah dan kakeknya pernah
menjabat di Andalusi sebagai kepala pengadilan. Dengan terbekali keagamaan,
Ibnu Rusyd menduduki peranan penting dalam studi-studi ke-Islaman. Beliau mempelajari
Al-Qur'an berserta penafsirannya, hadits Nabi, Ilmu fiqh, bahasa dan sastra
Arab. Metode belajarnya secara lisan dari seorang ahli ( ‘alim ).
Ibnu Rusyd merevisi buku Malikiah,
Al-Muwathai dipelajari bersama ayahnya Abu Al-Qasim dan dapat
dihafalnya. Disamping itu, dia mempelajari matematika, fisika, astronomi,
logika, filsafat dan ilmu pengetahuan.
B. Hasil Karyanya
Diantara karangan-karangannya
dalam soal filsafat adalah :
a)
Tahafutut
– Tahafut
b)
Risalah
fi Ta’alluqi ‘Ilmillahi ‘an ‘Adami Ta’alluqihi bil-Juziyat
c)
Tafsiru
ma ba’dath – Thabiat
d)
Fashlul
– Maqal fi ma Bainal – Hikmah Wasy – Syariah Minal – Ittishal
e)
Al-Kasyfu
‘an Manahijil ‘adilah fi ‘Aqaidi Ahlil Millah
f)
Naqdu
Kadhariyat Ibni Sina ‘Anil – Mumkin Lidzatihi wal – Mumkin Lighairihi
g)
Risalah
fi – Wujudil – Azali wal – wujudil – Muaqqat
h)
Risalah
fi – Aqli wal – Ma’quli
C. Filsafat Ajarannya
1.
Pencarian
Tuhan
Ibnu Rusyd membicarakan filsafat
ketuhanan di berbagai karangannya, antara lain pada Tahafut Al-Tahafut dan Mana-hij Al-Adilah, filsafat ini
membahas tentang wujud Tuhan, sifat-sifat-Nya dan hubungan-Nya dengan alam.
Ibnu Rusyd meneliti berbagai golongan
yang timbul dalam Islam. Menurut pendapat dia yang paling terkenal ada 4, yaitu
: Asy’ariyah, Mu'tazilah, Batiniah dan Hasyiwiah. Masing-masing golongan
mempunyai kepercayaan yang berlainan tentang Tuhan, dan banyak memindahkan
kata-kata syara’ dari arti lahirnya kepada takwilan-takwilan yang disesuaikan
dengan kepercayaannya. Kemudian mereka mengira bahwa kepercayaan itulah yang
merupakan syari’at yang harus dianut oleh semua orang dan barang siapa yang
menyimpang darinya berarti kafir atau telah menjadi bid’ah. Sebab terjadinya
keadaan tersebut ialah karena mereka sudah menyimpang dari maksud syara’ dan
tidak dapat memahaminya.
2.
Alam
adalah Qadim dan Hadits
Sebagaimana pada uraian di atas
Ibnu Rusyd telah memaparkan tentang tiga wujud. Kedua merupakan wujud yang
saling kotradiksi, sedang yang satu adalah wujud yang berada ditengah antara
keduanya.
Apabila kita teliti dengan
sebaik-baiknya, maka wujud yang tengah-tengah itu kedudukannya ada kemiripan
dengan wujud qadim dan ada kemiripan dengan wujud baru.
Bagi mereka yang lebih menguatkan
pada segi kemiripan dengan wujud qadim maka mereka menamakannya dengan wujud
qadim. Sedang mereka yang menguatkan segi kemiripan dengan wujud baru maka
mereka menamakannya dengan wujud baru.
Ibnu Rusyd menambahkan, bahwa
sebenarnya alam semesta ini bukan wujud baru dan bukan pula wujud qadim yang
sebenarnya. Sedang wujud qadim yang sebenarnya mesti musnah dan wujud yang
sebenarnya tidam mempunyai sebab ( illat ) bagi wujudnya. Oleh karena
itu ada sementara orang yang menamakan wujud ketiga yakni wujud alam semesta
sebagai wujud baru azali, karena zaman itu berkesudahan pada masa lampau. Jadi
pemikiran-pemikirna tentang alam tidak terlampau jauh dari suatu hal kebenaran
sehingga tidak perlu ada yang dikafirkan.
3.
Kebangkitan
Jasmani
Menurut Ibnu Rusyd, apa yang
dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam menangkis para filosuf adalah baik sekali.
Namun dalam tangkisan itu jiwa harus diperkirakan tidak mati ( tetap hidup ),
seperti yang ditunjukkan oleh dalil-dalil pikiran dan syara’. Juga harus
diperkirakan bahwa yang akan kembali di akhirat nanti adalah seperti perkara
yang terdapat di dalam dunia bukan perkaranya itu sendiri, karena perkara yang
telah hilang itu sendiri tidak akan kembali, seperti pendapat Al-Ghazali
sendiri.
Dengan demikian pengkafiran dalam
masalah kebangkitan jasmani tidak berasalan, karena masalah ini bagi para
filosuf adalah persoalan teori. Juga dalam masalah kedua lamanya yaitu tentang
Tuhan dalam mengetahui perkara-perkara juziyyat, karena pendapat yang
mengatakan Tuhan tidak mengetahui perkara—perkara juziyyat bukan pendapat para
filosuf, dan tentang qadimnya alam ada perbedaan antara pengertian qadimnya
alam yang dipahami oleh para ulama kalau dengan para filosuf.
4.
Kerasulan
Nabi
Mu’jizat menurut Ibnu Rusyd ada dua
macam, yaitu : Pertama, mu’jizat luaran ( al karrami ) yakni
mu’jizat yang sesuai dengan sifat yang karena seorang Nabi disebut Nabi,
seperti menyembuhkan penyakit, membelah lautan dan sebagainya. Kedua,
mu’jizat yang sesuai (
Al-Immasib ) dengan sifat kenabian tersebut, yaitu syari’at ( peraturan
) yang dibawanya untuk kebahagiaan manusia. Mu’jizat macam pertama sebenarnya
hanya menjadi tanda penguat tentang adanya kerasulan. Dan mu’jizat ini adalah
sebagai jalan keimanan orang awam terhadap kebabian. Sedang mu’jizat kedua
adalah merupakan tanda kerasulan yang sebenarnya, dan mu’jizat terakhir ini
sebagai jalan keimanan bagi para ulama sekaligus orang awam dengan kadar
kemampuan yang dimilikinya. Namun Ibnu Rusyd menandaskan, bahwa apabila
diteliti lebih dalam mengenai syari’at, maka mu’jizat yang kedua itulah yang
dijadikan pegangan dalam mengakui kerasulan.
Jadi berbeda sekali pemahaman mu’jizat
yang dikemukakan oleh Ibnu Rusyd dengan para ahli kalam. Ibnu Rusyd lebih
menonjolkan pada segi rasionalismenya. Meskpun tidak secara tegas-tegas
mengingkari mu’jizat luar itu, hanya memberi komentar-komentar tentang
kelemahannya terutama ditunjukkan kepada pemikir-pemikir agama.
BAB III
KESIMPULAN
Ibnu Bajjah adalah ahli yang menyadarkan pada teori dan
praktik ilmu-ilmu matematika,
astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spekulatif seperti
logika, filsafat alam dan metafisika, sebagaimana yang dikatakan De Boer dalam The
History of Philosophi in Islam, bahwa dia benar-benar sesuai dengan
Al-Farabi dalam tulisan-tulisannya logika dan secara umum setuju dnegannya,
bahkan dengan doktrin-doktrin fisika dan metafisikanya.
Ibnu Tufail memberi kesan terhadap filosuf-filosuf Timur
bahwa apa yang telah dijelaskan mereka itu belumlah memberikan kepuasan. Dan
karena itu pula Ibnu Tufail lalu mencoba menerangkan pendapat filsafatnya dalam
cerita Ibarat Hay ibn Yaqzan itu. Maksud menulis cerita itu ialah
sebagai jalan untuk menyampaikan hasrat orang yang bertanya tentang derajat
kepuasan yang selalu dibayangkan oleh kaum filsafat dan tasawuf.
Menurut Ibnu Rusyd, apa yang dikemukakan oleh Al-Ghazali
dalam menangkis para filosuf adalah baik sekali. Namun dalam tangkisan itu jiwa
harus diperkirakan tidak mati ( tetap hidup ), seperti yang ditunjukkan oleh
dalil-dalil pikiran dan syara’. Juga harus diperkirakan bahwa yang akan kembali
di akhirat nanti adalah seperti perkara yang terdapat di dalam dunia bukan
perkaranya itu sendiri, karena perkara yang telah hilang itu sendiri tidak akan
kembali, seperti pendapat Al-Ghazali sendiri.
Demikianlah pembahasan makalah kami yang berkenaan
dengan Kajian Filsafat Islam di Dunia Barat, dimana ajarannya lebih menonjolkan
pada pemahaman rasionalis. Untuk itu kami dari pemakalah pasti tidak terlepas
dari kekurangan, kami mengharapkan kritik, saran dan pengetahuan yang lainnya.
Atas segala kekurangan dan kesalahan kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Dr.
Ibrahim Madkour, Filsafat Islam Metode dan Penerapan, Rajawali
Pers, Jakarta, 1987.
Ø Drs.
H. A. Mustofa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997, cet. I.
Ø Munk, Langues de Philosophie Juive et Arabie, Paris,
1859.
0 komentar:
Posting Komentar