A. Pengertian, Hakekat dan Fungsi Thaharah
Ø Pengertian Thaharah
Secara bahasa thaharah berarti
kebersihan. Sedangkan secara istilah thaharah adalah suci dari hadats atau
najis, dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’.1)
Ø Hakekat Thaharah
Yaitu membersihkan diri kita dari
najis yang bersifat lahiri dan batini, yang berarti membersihkan jiwa dan raga
dari hadats dan najis yang bersifat ruh dan kotoran yang bersifat jasmani.
Ø Fungsi Thaharah
1.
Membersihkan
jasmani dan rohani
Membersihkan jasmani terutama
ketika kita berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan kebersihan rohani
cenderung pada hubungan kita dengan Allah.
B.
Kaifiyah
dan Sarana Thaharah
Ø Kaifiyah ( tata cara ) thaharah yang diajarkan
Dalam Islam ada 3, yaitu wudhu, mandi dan tayamum.
Wudhu digunakan untuk
menghilangkan hadats kecil. Dan apabila tidak ada air maka bisa menggunakan
tayamum. Sedangkan apabila berhadats besar maka cara mensucikannya yaitu dengan
mandi janabah.
Ø Sarana Thaharah
Sarana utama yang digunakan untuk bersuci
adalah air.
1.
Air yang
suci serta mensucikan ( air mutlak )2)
artinya air yang masih mulrni ( air hujan ), air sungai, air laut, air sumur,
mata air, air embun dan air salju. Akan tetapi, apabila air tersebut kemasukan
najis, kemudian berubah ( warna, rasa dan baunya ) menjadi najis hukumnya.
2.
Air
banyak, yaitu air yang sampai dua qullah atau lebih, bila kemasukan najis dan
sifatnya ( warna, rasa dan bau ) tidak berubah, tetap suci hukumnya.
C.
Hubungan
Thaharah Dengan Kebersihan, Kesehatan dan Keindahan Lingkungan
Pada dasarnya Allah itu cinta kepada
keindahan sebagaimana tersebut dalam firmannya :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
Thaharah itu menghilangkan
kotoran-kotoran yang ada pada diri kita dan lingkungan. Sehingga dengan
thaharah kita jauh dari segala kotoran yang memungkinkan dapat menimbulkan
penyakit. Dengan demikian kesehatan kita dapat terjaga, kebersihan diri dan
lingkungan mampu menciptakan suasana yang nyaman, enak dipandang sehingga
menciptakan suatu keindahan.
WUDHU
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedang
menurut syara’ artinya membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadtas
kecil.
Orang yang hendak melaksanakan shalat, wajib lebih
dahulu berwudhu, karena wudhu menjadi syarat sahnya shalat.
Fardhu wudhu ada 6, yaitu :
1.
Niat,
ketika membasuh muka
2.
Membasuh
wajah
3.
Membasuh
kedua tangan sampai siku-siku
4.
Mengusap
sebagian rambut kepala
5.
Membasuh
kedua belah kaki sampai mata kaki
6.
Tertib
Sunnah wudhu :3)
1.
Membaca
basmalah
2.
Membasuh
kedua telapak tangan sebelum dimasukkan ke tempat wudhu
3.
Siwak
4.
Berkumur
5.
Istinsyak
6.
Menyapu
seluruh kepala dengan air
7.
Menyapu
kedua telinga luar dan dalam
8.
Menyela-nyela
rambut jenggot yang tebal
9.
Menyela-nyela
jari tangan dan kaki
10.
Mendahulukan
yang kanan dari yang kiri
11.
Menigakalikan
membasuh
12.
Berurutan
13.
Berdo’a
setelah wudhu
Yang membatalkan wudhu ada 5, yaitu :
1.
Keluarnya
sesuatu dari qubul dan dubur
2.
Tidur
3.
Hilang
akal sebab mabuk, gila atau mengigau
4.
Tersentuh
kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dengan tidak memakai
tutup.
5.
Tersentuh
kemaluan dengan tapak tangan.
MANDI
Cara menghilangkan hadats besar dengan mandi wajib,
yaitu membasuh seluruh tubuh mulai dari puncak kepala hingga ujung kaki.
Sebab-sebab yang mewajibkan mandi :
1.
Bertemunya
dua khitan ( bersetubuh )
2.
Keluar
mani
3.
Mati, dan
matinya itu bukan mati syahid4)
4.
Karena
wiladah
5.
Karena
selesai haid
Fardhu mandi ada 3, yaitu :
1.
Niat
berbareng dengan mula-mula membasuh tubuh
2.
Menghilangkan
najis dari badan
3.
Meratakan
air ke seluruh rambut dan kulit
Sunnat mandi :
1.
Mendahulukan
membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh badan.
2.
Membaca
basmalah pada permulaan mandi.
3.
Menghadap
kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan bagian kanan daripada kiri.
4.
Membasuh
badan sampai tiga kali.
5.
Membaca
do’a sebagaimana membaca do’a sesudah berwudhu.
6.
Mendahulukan
mengambil air wudhu, yakni sebelum mandi disunnatkan berwudhu lebih dahulu.
Yang diharamkan atas orang-orang
yang junub :
1.
Sholat
2.
Thawaf
3.
Menyentuh
mushaf dan membawanya
4.
Membaca
Al-Qur'an
5.
Berdiam
diri di masjid
TAYAMUM
Tayamum ialah mengusap muka dan dua
belah tangan dengan debu yang suci sebagai pengganti wudhu atau mandi.
Fardhu tayamum ada 5, yaitu :
1.
Niat
2.
Memindahkan
debu ke anggota badan yang diusap
3.
Mengusap
wajah
4.
Mengusap
kedua tangan sampai siku-siku
5.
Tertib
Sunat tayamum :
1.
Membaca
basmalah
2.
Mendahulukan
anggota yang kanan daripada yang kiri
3.
Menipiskan
debu
Yang membatalkan tayamum :
1.
Segala
yang membatalkan wudhu.
2.
Melihat
air sebelum sholat, kecuali yang bertayamum karena sakit
3.
Murtad
SIMPULAN
Dari uraian yang telah kami paparkan, kita dapat
mengambil beberapa simpulan mengenai masalah thaharah. Diantaranya yaitu segala
amal ibadah yang kita lakukan tidak akan sah dihadapan Allah SWT jika tidak
didahului dengan thaharah ( bersuci ).
Simpulan lainnya yaitu bahwa air adalah alat thaharah
yang paling utama. Jika kita tidak menemukan air, maka kita dapat menggunakan
debu untuk melakukan tayamum.
Jika kita membiasakan diri untuk
selalu melakukan thaharah baik pada tubuh kita maupun lingkungan sekitar, maka
kita akan hidup lebih sehat karena terhindar dari segala penyakit. Selain itu
lingkungan kita akan menjadi lebih bersih, sehingga akan terwujud lingkungan
yang indah untuk dipandang oleh mata.
DAFTAR PUSTAKA
1.
As’ad. Aliy, Terjemah Fat-Hul
Mu’in, Jilid I, Kudus : Menara Kudus, 1980.
2.
Asy-Syafi'i, Mabadiul Fiqhiyyah,
Juz 2, Surabaya : Syarikat Binakul Indah,
1276 H.
3.
Hasbi Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad,
Kuliah Ibadah, Cet. I, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
4.
Rifa’i Mohammad, Risalah Tuntunan
Shalat Lengkap, Semarang : CV. Toha Putra, 1976.
1) Hasbi Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad, Kuliah Ibadah, Cet. I,
Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2000, hal. 101.
2) Rifa’i Mohammad, Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang : CV. Toha Putra, 1976, hal. 13.
3) Asy-Syafi'i, Mabadiul
Fiqhiyyah, Juz 2, Surabaya : Syarikat Binakul Indah, 1276 H, hal. 9.
4) Ibid, hal. 23.
0 komentar:
Posting Komentar